Friday, February 27, 2009

Bromo I'm in Love

Rabu, 2 Juli 2008
Setelah 3 tahun di Malang, akhirnya aku menginjakkan kakiku di Gunung Bromo. Aku ikut anak AMKS Mandastana yang sedang kedatangan tamu dari jauh. Nikki Law dari Hongkong dan Andy Barker dari Inggris. Setelah Nikki dan Andy diajak ke Pantai Bale Kambang dan makan di warung acil (Rindang Dandam), sayang banget kan kalau gak berkunjung ke salah satu obyek wisata andalan Jatim yang banyak memikat hati turis mancanegara itu?!

Kami ke Bromo nyarter ELF. 14 orang + 1 supir. Gak semua anak Mandastana ikut. Selain mereka, bubuhan ‘Latik Kelambu’ juga ikutan. Berangkat dari Mandastana jam 1 malam. Kami ambil rute lewat Purwodadi (Pasuruan). Sesampainya di sana, walau gak hari libur ternyata banyak wisatawan yang datang. Lokal maupun mancanegara. Untungnya Zulis meminjamiku jaket untuk menambah pakaian yang telah kukenakan. ‘’Kurang tebal, Ka!’’ gitu katanya. Soalnya, suhu disana rendah banget! Bisa mencapai 10 bahkan 0 derajat Celcius ketika menjelang pagi. Malu dan bikin repot aja kan kalau sampai kena hipotermia. Jadi gak bisa menikmati pemandangan Mahameru yang indah banget juga ntar!!

Kalau ke Bromo di larut malam, tujuan pertama tentulah menikmati sunrise dari puncak Gunung Pananjakan. Untungnya jalur trekkingnya gampang. Habis mampir di warung yang banyak tersedia di sekitar track menuju puncak Gunung Pananjakan, kami pun nyari posisi yang bagus untuk menikmati sunrise. Erornya, saat matahari udah mulai tersenyum, satu per satu cowok Mandastana dan latik kelambu lepas baju dan berfoto bersama di tepian pagar pembatas. Padahal saat itu udaranya masih dingin banget!! Gak semuanya c lepas baju. Tapi aksi itu menarik hati para turis untuk mengabadikannya lewat jepretan kamera mereka. Karena saat itu kami tuh rame banget, sampai ada turis lokal yang mengomentari kami.
‘’Bubuhan Banjar niy dasar heboh!’’ begitu ucap beliau yang mengenali identias daerah kami dari bahasa yang kami ucapkan.
‘’Bapak Banjar juga?’’ tanya Ka Yongki yang saat itu ada di samping aku, gak ikutan lepas baju.
‘’Gak. Tapi aku pernah tinggal di sana. Makanya aku ngerti.’’

Ketika matahari sudah meninggi, sudah memandang Bromo-Batok dan Semeru dari kejauhan, sudah berfoto-foto di Puncak Gunung Pananjakan juga! kami pun pergi ke tujuan berikutnya, Gunung Bromo. Setelah melewati lautan pasir, duduk sebentar di dekat pura yang menjadi tempat ibadahnya suku Bromo Tengger, mulai nih track yang paling sulit. Tracking untuk melihat kawah Gunung Bromo… Panas, berdebu, jauh lagi! Apalagi saat menaiki anak tangganya yang berjumlah 250 anak tangga. Sambil menghitung, sesekali aku saling melempar senyum atau bertegur sapa dengan bule-bule yang melintas, untuk mengungkapkan rasa capek kami melewati track itu.


Bau belerangnya menyengat banget! Akhirnya, setelah menikmati sebentar pemandangan yang disuguhkan kawah Bromo aku menikmati view lain. Gunung Batok yang berdiri gagah di samping Gunung Bromo, pura Hindu Kesodo di antara lautan pasir, … Lagi-lagi cowok-cowok Mandastana berfoto sambil lepas baju. Lucu c, tapi tetap aja gilani ^.^v Andy, Nikki, Ka Batur, Ka Wandi, … menikmati pemandangan dari sudut lain di puncak Gunung Bromo. Aku sempat ngikutin, tapi akhirnya kembali gara-gara sempat takut terpeleset -> jatuh ke lereng ketika melewati daerah yang sempit (makanya turis jarang ke sana). Tapi ternyata setakut-takutnya aku, Ka Yongki dan Ka Zaki akhirnya mengakui bahwa mereka agak takut ketinggian. Jadi, mereka ngajakin untuk segera turun gunung.

Gak seperti waktu naik, aku dengan mudahnya menuruni setiap anak tangga sambil berlari. Beruntung, kami berhasil menawar harga yang murah (25 ribu) untuk menaiki kuda menuju parkiran. Itu pertama kalinya aku naik kuda. Kalau melihat orang c kayaknya gampang. Tapi ternyata susah, nakutin lagi! Aku pun gak pintar-pintar amat untuk menyuruh kudaku berlari. Jadi aku memilih ngobrol d sama penarik kuda yang usianya beberapa tahun di atasku. Seorang pemuda suku Bromo Tengger.

Gak lama kemudian kawan-kawan seangkatanku di Geografi ngajakin untuk liburan, ke Bromo!
‘’Yach, sayang banget! Aku malas ikutan coz barusan dari sana.’’
Alasanku itu sempat diprotes kawan-kawan.
‘’Kemarin kan kamu pergi sama kawan-kawan sesama Banjar. Sekarang kan sama kami. Jadi ceritanya pasti beda,” begitu kata mereka. Apalagi aku tuh personil cewek yang jarang banget gak ikutan kalau Geography Error Adventure travelling.
Tapi tetap saja aku bilang ‘’gak!’’ Kalau ngajakinnya ke tempat lain (Pulau Sempu misalnya), ayoh!! Walau gak banyak yang ikutan, 20 Juli mereka pergi ke Bromo.

Kenapa posting ini kuberi judul ‘’Bromo I’m in Love’’?! Soalnya aku jatuh cinta dengan cowok yang selama perjalanan itu duduk di sampingku. Dia yang menjagaku dan gak membiarkanku jauh dari sisinya (daripada hilang dimakan keramaian wisatawan, susah nyarinya!! ^.^v). Mungkin saat itu adalah satu-satunya kenangan indahku bersamanya. Karena setelah itu, semuanya berakhir sebelum sempat kami mulai T.T


About Mounth Bromo

Gunung Bromo (dari bahasa Sansekerta: Brahma, salah seorang Dewa Utama Hindu), merupakan gunung berapi yang masih aktif dan paling terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Gunung Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter dpl, berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang.

Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi. Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo. Selama abad ke-20, Gunung Bromo meletus sebanyak tiga kali, dengan interval waktu yang teratur, yaitu 30 tahun. Letusan terbesar terjadi pada 1974, sedangkan letusan terakhir terjadi pada 2004.


Bagi penduduk Bromo, suku Tengger, Gunung Brahma (Bromo) dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.

Thursday, February 26, 2009

Angin Puting Beliung

Akhir-akhir ini sering banget terjadi bencana angin puting beliung. Walau aku anak geografi, tapi hal-hal yang seperti ini aku benar-benar angkat tangan deh. Gak paham blas!! Gak kepikiran juga kenapa pas ikut mata kuliah meteorologi dan klimatologi aku gak bertanya tentang angin puting beliung, tornado, dkk :’’( Jadi, darpada penasaran aku browse aja via Mr. google dan menemukan informasi yang menurutku cukup untuk menjelaskan tentang angin puting beliung.

Bencana alam angin puting beliung itu bersifat lokal, tapi sanggup mengangkat atap rumah dan memporak-porandakan permukiman. Hal ini disebabkan karena kecepatannya hingga 120 km/jam, dan berlangsung antara 1-5 menit. Pergerakan angin akan lebih cepat sampai ke daratan jika di wilayah daratan memantulkan panas dan bertanah lapang tanpa bebukitan. Gedung-gedung di perkotaan dan tanah tandus lapang menyumbang terjadinya angin itu.

Adapun ciri - ciri dari angin puting beliung, yaitu:
- Terjadi terutama di daerah yang kurang vegetasi dan kota yang banyak gedung-gedung penyebab panas di daratan
- lebih sering terjadi pada peralihan musim kemarau ke musim hujan
- lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, tapi terkadang pada malam hari
- Awan itu ketebalannya bisa mencapai 9 kilometer, dan puncak awan bisa berupa es. Ciri-ciri selanjutnya, sesaat sebelum kejadian puting beliung, biasanya berembus angin sepoi yang berasa dingin disekitar tempat kita berdiri.
- Kejadiannya singkat, antara 3 hingga 10 menit, setelah itu diikuti angin kencang yang kecepatannya berangsur melemah.
- Terjadi di tempat dengan radius jangkuan 5 hingga 10 km.

Tanda - tanda yang mendahului :
- Satu dua hari sebelumnya udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas/pengap
- Sekitar jam 10 pagi terlihat awan cumulus (awan berlapis-lapis). Diantara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol (awan cumulunimbus).
- Selanjutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap.
- Jika ranting pohon bergoyang, maka hujan dan angin kencang akan datang.
- Terasa ada sentuhan udara dingin di sekitar tempat kita berdiri.
- Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan yang tiba-tiba deras, apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri.
- Terdengar sambaran petir yang cukup keras, yang merupakan pertanda hujan lebat dan angin kencang akan terjadi.
- Pada musim penghujan, jika 1 hingga 3 hari berturut-turut tidak ada hujan, kemungkinan hujan deras yang pertama kali turun akan diikuti oleh angin kencang baik yang termasuk dalam kategori puting beliung atau angin kencang yang memiliki kecepatan lebih rendah.


Dirangkum dari blognya Irmanator (Irmante Astalavista) dan Tony A. Wijaya.
Sumber:
* Rudy Teguh Imananta
Pusat Gempa Nasional - Pusat Sistem Data dan Informasi Geofisika
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
Jl. Angkasa I No 2, Kemayoran Jakarta Pusat
* website pelajaran dari NASA tentang badai tropis.

Lajang - Menikah

Saat aku dinyatakan menjadi penggemarnya Lajang – Menikah oleh facebook, aku sempat digodain sama Mas Eddy, wartawan sebuah harian dimana waktu SMA aku pernah sekolah jurnalistik dan part time di sana, yang lagi chatting sama aku via facebook.

Pertama aku lihat Lajang – Menikah pas buka situsnya Okke ‘’Sepatu Merah’’ (aku suka banget sama novelnya yang berjudul ‘Istoria da Paz, Perempuan dalam Perjalanan’. Saat itu lagi ada lomba cipta jawaban ‘FAQ’. Aku tertarik aja pingin ikutan. Pingin nyumbang cerita tentang si lajang ^.^v Sayangnya, aku telat! Lombanya ditutup tanggal 14 Februari, aku baru baca 20 Februari. Akhirnya cuma bisa jadi fan di facebooknya dan pengikut di blognya :’’(

Pas chatting Mas Eddy kasih saran to aku. Kenapa kamu gak nulis aja Rin. Dasarnya kan sudah ada, tinggal dikembangin. Aku memang bercita-cita menjadi penulis novel (belum atau gak kesampaian ya?!). bikin novel kelihatannya gampang. Tapi pas dikerjain, kenapa ya bikin novel yang ceritanya asik itu susah?! Apa resep JK. Rowling ya jadi bisa nulis Harry Potter setebal 999 halaman?! Nulis 100 halaman aja aku jungkir balik!! Ujung-ujungnya paling jadi cerpen. Kalau gak ya novel mini :’’( Aku juga gak pede sama tulisanku. Makanya, kalau gak kukonsumsi sendiri paling sahabatku yang baca!

Entah kenapa malam Senin kemarin aku serasa dapat wangsit. Berhubung gak bisa tidur, iseng aja nulis di belakangnya lembar data base Geografi 2004 yang sedang kukumpulin biar walau udah pisah sama kawan-kawan kami masih bisa saling kontak. Tanganku mengalir menulis kata-kata yang terangkai di otakku. Setelah sekian lama (aku sampai lupa kapan terakhir kali bikin cerpen), tata…!! Akhirnya gak sampai 2 jam jadi deh cerpen berjudul ‘Kisah Si Lajang’.

baca: ‘Kisah Si Lajang’

Kisah Si Lajang

Namaku Rina. Umur 24 tahun.

Aku lajang yang beruntung. Bekerja sebagai staf pengajar di sebuah SMA berstandar internasional (PNS) dan bimbingan belajar terkemuka membuat hidupku terbilang mapan. Beruntungnya lagi, bagi orang tuaku, umurku yang hampir seperempat abad ini tidaklah mengkhawatirkan apabila masih berstatus lajang, bahkan tidak punya pacar! Padahal, mamaku menikah di usia yang cukup belia. 18 tahun.

Kalau diusut lebih lanjut, tidak hanya aku gadis berumur lebih dari 22 tahun yang masih lajang di keluargaku. 1, 2, 3, 4, …, ternyata ada 7 orang! Bahkan 3 diantaranya hampir berumur 30 tahun.

Betah? Sebenarnya tidak juga. Gak laku? Gak tuh! Terlalu pemilih? Let we see…
----------

Mas Dian. 28 tahun. Wartawan di sebuah harian surat kabar di Kota Malang. Kami berkenalan saat aku magang jadi wartawan di sana. Kami sempat hang out beberapa kali (aku gak suka pakai istilah ngedate karena bagiku saat itu kami tidak sedang berkencan). Makan, nonton, dan rekreasi. Betenya, selalu dia yang menentukan kami akan makan apa dan dimana, nonton film apa, dan akan pergi kemana. Kalau selera kami sama sih oke. Sayangnya tidak!

Dia suka makan masakan pedas. Jadi, kalau gak di rumah makan Padang ya kami makan di warung-warung yang dia sudah tahu betul menu dan seberapa pedasnya masakan yang tersaji di tempat itu. Sedangkan aku? Sebiji cabai rawit saja dijamin membuat perutku langsung terasa perih. Aku benci film horor, film yang banyak pembunuhan sadisnya, thriller gitu lah! Eh, tanpa bertanya terlebih dahulu padaku dia langsung menyodorkanan tiket 21 dengan film bergenre seperti itu. Dia bilang drama romantis itu hiperbolis. Bilang saja mengajakku nonton thriller dengan harapan aku akan berteriak ketakutan lalu memeluknya sepanjang film berlangsung. Berharap dengan pelukan itu aku akan merasa terlindungi oleh sang pangeran. Sayangnya, bukannya ketakutan aku malah ketiduran.

Dia bukan Arema sih. Tapi tetap saja dia tinggal di Malang, bukan di Banjarmasin. Jadi, kalaupun kami punya selera yang sama, dia tetaplah bukan pilihan untuk hatiku berlabuh. Aku tidak pernah berniat tinggal di Malang selain untuk kuliah. Lulus kuliah ya aku pulang ke Banjarmasin.

Kenapa aku oke saja dia ajak hang out? Entahlah. Mungkin sebagai refreshing setelah aku menjalani rutinitas kuliah dengan tugas yang setumpuk, berbagai kegiatan organisasi ekstra kampus yang kuikuti, dan magangku sebagai wartawan yang melelahkan. Ketiga hal itu mengharuskan aku pintar-pintar membagi waktu agar kuliahku tidak keteteran. Jadi, bisa ditebak kan apa jawabanku saat Mas Dian nembak? Right!

“Sori, Mas. Hidupku bukan untuk menjalankan pilihan orang lain.”
----------

Arya. 24 tahun. He’s my first love. Pacarku semasa SMA.

Setelah putus hubungan kami tetap terjalin dengan baik. Kalau sedang berkomunikasi, kadang kami bisa SMS-an dari jam 10 malam sampai larut. Untill after midnight. Isi SMSnya? Cerita tentang tugas kuliahku yang setumpuk, seberapa seru dan melelahkannya organisasi ekstra kampus yang kuikuti, tugas sebagai wartawan magang yang membuatku menemui banyak hal yang tidak terkira, banyak hal lah! Lebih banyak aku yang bercerita. Rian tetap seperti dulu, lebih suka menjadi pendengar yang menyebalkan. Cerita tentang dia paling hanya seputar kegiatannya berlatih futsal, pementasan teater, dan penggarapan film indie. Itupun disampaikan layaknya sekilas info.

Selain SMS-an, kalau bertemu kami tetap jalan bareng sih. Kadang beramai-ramai, kadang hanya berdua. Gak jauh beda dari masa pacaran kami yang berjalan sekitar setahun. Bisa dibilang kami tuh menjalin hubungan teman tapi mesra.

Hey, I’m a single girl. Jadi boleh dong kalau hang out atau ngedate dengan siapa pun, termasuk dengan mantan pacar? Sedangkan Arya? Sepertinya dia masih asyik dengan dirinya sendiri. Tidak sedikit gadis yang dipacarinya minta putus akibat sifatnya yang cuek dan terkesan gak betahan. Kalau bete sama pacarnya itu, kalau gak dia diamin berhari-hari ya dia jalan sama cewek lain.

“It’s over!” itu katanya.

Tidak banyak yang berubah dari dirinya setelah kami putus. Entah kenapa dia tetap ada saat aku perlu seseorang untuk curhat. Satu hal yang masih dilakukannya sampai sekarang adalah…

Kalau dia tiba-tiba kirim SMS setelah sekian lama (bahkan setelah tidak satu pun SMS dariku dia balas), itu artinya dia sedang jomblo. Kalau aku ada di Banjarmasin, itu artinya dia perlu seseorang untuk diajak makan, nonton, rekreasi, atau sekadar berbincang.

Aku mencintainya. Dia tahu itu. Kami pun punya selera yang sama. Tapi ternyata itu belum cukup untuk membuatnya berkata,
“Kita jadian lagi, yuk!”

Atau kata-kata sangat gak romantis yang diucapkannya saat nembak aku,
“Kau tahu kan aku mau ngomong apa?”

Tidak lama setelah aku lulus kuliah dan kembali ke Banjarmasin gantian Rian yang pergi ke Malang untuk mengambil gelar master di bidang hukum kenotariatan. Sebelum pergi aku sempat bertanya kepadanya,
“Adakah yang mau kamu katakan kepadaku?”

Dia tersenyum lalu berkata, ”Let it flow.”
----------

Selain Rian dan Mas Dian sebenarnya masih ada lagi sih tapi… sudahlah! Aku lagi enjoy berkarir.mengisi waktu senggangku dengan belajar masak dan menjahit, mengisi hari liburku dengan travelling, dan tentunya menghadiri pesta pernikahan sahabat atau kawan-kawanku yang satu-persatu meninggalkan masa lajangnya. Beberapa bahkan sudah memiliki anak.

“Kapan merit, Rin?”
“Aku tunggu undangan perkawinanmu loh!”
“Aku harap kamu sudah menikah sebelum aku punya anak kedua.”

Gals, kenapa malah kalian sih yang ribut? Keluargaku fine saja tuh dengan statusku sebagai single happy.

“Kalau mau menikah jangan asal pilih suami. Kata orang Jawa, lihat 3Bnya. Bibit, bebet, bobot. Masalah jodoh Allah yang paling tahu. Mintalah petunjuk dari-Nya agar dipersatukan dengan orang yang tepat diwaktu yang tepat,” Mamaku justru mengatakan itu. Abahku juga. Julakku juga. Acilku juga. Bahkan kai dan niniku pun mengatakan hal yang sama. Beruntunglah aku dan 6 gadis lajang lainnya di keluargaku yang gak perlu hidup dengan tuntutan untuk segera menikah.
----------

Hari ini umurku tepat 25 tahun.

Aku pernah berharap di usia inilah aku menikah. Aku sudah pintar memasak, pintar menjahit (aku perlu lemari yang lebih besar untuk semua pakaianku!), yach, walau masih kurang suka mencuci piring.

Hari ini menjadi hari Minggu yang membahagiakan buatku.

Sejak lepas tengah malam satu-persatu sahabat dan kawanku mengucapkan selamat ulang tahun. Via telepon, SMS, e-mail, facebook, via apapun deh yang bisa membuat mereka menyampaikan ucapan selamat ulang tahun padaku (termasuk datang ke rumah dengan membawa kado ulang tahun). Tapi yang membuatku sangat bahagia adalah kedatangan sepasang suami-istri (dan ketiga anaknya yang menunggu dengan harap-harap cemas di teras rumah).

Keluarga Rian? Aku memang dekat dengan keluarganya. Tapi Rian hanya dua bersaudara. Rian pun masih di Malang, dalam proses menyelesaikan tesisnya. Lalu siapa?

“Rina belum terikat dengan pemuda mana pun kan?” tanya Sang Mama kepada orang tuaku, terkhusus kepadaku.
“Belum, Ma.”

Well, semenjak kenal aku memang memanggil Sang Mama dengan sebutan “Mama”. Akupun pernah berharap beliau akan menjadi mamaku. Mama mertuaku. Tapi harapan itu sempat kukubur dalam-dalam. Rasanya seperti ingin menjangkau bintang apa daya tangan tidak sampai. Bintang itu berjuta tahun cahaya jauhnya dari bumi. Sedangkan tanganku sepenggalah saja tidak sampai (^.^v). Kedatangan keluarga itu ke rumahku tepat di hari ulang tahunku untuk membicarakan hal yang sangat serius benar-benar memekarkan harapan itu lagi.

“Kami kesini dengan harapan dapat meminang Rina untuk anak kami, Rahman,” beitu kata Sang Abah.

Ka Rahman. 26 tahun. Eksekutif muda yang karirnya sedang melejit. Hobi olahraga (sama kayak Rian), cakep (Rian jelek!), santun (Rian tuh agak urakan, tapi keduanya sama-sama gokil), sholeh (Rian juga c!).

Kisah kami berawal di Malang, 3 tahun yang lalu. Saat itu kami sedang sama-sama berjuang agar judul skripsi yang kami ajukan diterima. Aku kuliah di jurusan geografi, Ka Rahman di jurusan teknik industri, di perguruan tinggi yang berbeda. Kami dikenalkan oleh seorang kawan. Kawan kami itu bilang seperti ini waktu itu,
“Kalian kan satu daerah. Karena sebelumnya tidak saling kenal, alangkah baiknya kalau kalian menjadi saling kenal.”

Hubungan kami baik dan cukup akrab. Apalagi kawan kami itu begitu niat menjodohkan kami. Tapi lama-kelamaan hubungan kami hambar. Mungkin Ka Rahman tidak merasa cocok denganku, padahal disaat yang bersamaan aku jatuh cinta kepadanya. Terasa konyol jika aku menutup hatiku hanya karena berharap dapat bersatu lagi dengan Rian. Aku bahkan membuang jauh harga diriku dengan mengatakan “Aku mencintai Kakak” pada seorang pemuda yang baru kukenal sebulan. Tapi cintaku tidak berarti baginya. Bahkan sampai 2 tahun setelah kejadian itu.

Beruntung, aku sempat berkenalan dengan adiknya. Kami menjadi akrab karena sering saling curhat. Ketika ada kesempatan, kami pun menyempatkan untuk bertemu. Makan, nonton, hingga akhirnya aku berkenalan dengan kedua orangtuanya. Mungkin adiknyalah yang bilang bahwa sampai saat ini aku masih lajang. Masih menanyakan keadaannya. Masih mencintainya.

“Bagaimana, Rin?” tanya orang tuaku. Tanya orang tua Ka Rahman.

Walau tidak berucap sepatah kata pun, aku yakin orang tuaku dan orang tua Ka Rahman tahu jawabannya. Pipiku yang bersemu merah dan senyum bahagia yang kusunggingkan malu-malu menjadi tandanya.

“Rina mau menikah dengan Ka Rahman.”
“Alhamdulillah.”

Friday, February 20, 2009

Yudisium

Malang, 18 Februari 2009
Dresscode mayoritas mahasiswa Geografi angkatan 2004 hari itu adalah atasan putih, bawahan hitam, pakai jas almamater, dan pakai dasi. Gak cuma Geografi c. Jurusan lain di FMIPA juga gitu. Soalnya hari itu kami yudisium :)

Bagi jurusan Geografi angkatan 2004 sendiri yudisium kali ini merupakan yudisium yang kedua. Semester kemarin sudah ada beberapa kawan yang lulus. Puncaknya di semester ini. Masih ada c beberapa kawan yang belum bisa lulus. Masih berjuang dengan skripsi (semangat ya gals!!) , bahkan ada yang masih berkutat dengan beberapa mata kuliah (u… tuh, nang rajin lah kuliah!!) :)


Acara yudisium belum dimulai kami yang ngumpul di depan GKB udah mulai berfoto bersama. Kalau udah lulus, pulkam, kapan lagi coba bisa kumpul kayak gini?! Aku pulang ke Banjar, Inggit ke Lombok, Yovi ke Palembang, ada yang pulang ke Madura, Kediri, Jombang, …, oich! Darwin berencana pulang ke Sumbawa atau ngikut Cusnah ke Situbondo ya?! Loh, kok jadi ngegosip!! ^.^v

Gak banyak mahasiswa FMIPA yang bisa lulus ‘dengan pujian’. Rata-rata 1 prodi 1. Alhamdulillah, di Geografi ada 2 mahasiswa yang lulus ‘dengan pujian’. Ada juga yang lulus dengan double degree. Keren banget rasanya, kuliah +- 5 tahun punya gelar 2, S.Pd dan S.Si. Tapi sayangnya semua mahasiswa Geografi pemain tunggal (ngutip kata Kajur ^.^v). Soalnya jurusan kami cuma punya 1 prodi, Pendidikan Geografi!

Sempat ada ‘human error’ pas Kajur kami membacakan nama-nama mahasiswa yang diyudisium. Awalnya c aku gak nyadar. Tapi pas kawan-kawan mulai ribut, aku baru ngeh. Ternyata Kajur gak nyebutin nama anak-anak Off K! Mungkin nama mereka ada di halaman berikutnya dan Kajur lupa membacanya. Terlalu bersemangat melepas mahasiswanya yang bandel-bandel ini mungkin ^.^v (maafin semua kesalahan kami ya, Pak…)

Selesai yudisium, ngecek transkrip nilai di fakultas trus foto bareng lagi sama kawan-kawan. Semuanya merasa bahagia banget karena sudah melewati mata kuliah yang paling banyak rintangan (bikin nangis, BT, …). Gals, keep contack yap!! Buat kawan-kawan yang belum bisa lulus semester niy, kudoakan kalian menyusul di semester depan. Jangan patah semangat. Banzai!! Haram manyarah waja sampai kaputing mun jar urang Banjar ti!! ^_^

Tanam Nyamplung dan Bakau di Pantura

Sabtu, 12 April 2008
Setelah sarapan bersama di HIMA Geografi UNNES, kami bersiap gtg Kab. Kendal to acara bakti lingkungan. Kami berangkat menggunakan bus (jadi ingat waktu kunjungan peserta kongres IMAHAGI ke lab. alam Paris). Perjalanan sekitar 1 jam buat beberapa dari kami tertidur. Di perjalanan kami sempat bertemu razia motor. Sempat mengganggu perjalanan kami c, apalagi motor yang dikendarai panitia ada yang ‘kena’ (motor siapa tuh?! ^.^v). Tapi persoalannya hanya karena STNK motor sedang diperbaharui, so pas pak polisi minta to diperlihatkan gak ada. Kebetulan, motor yang kena itu berasal dari luar Jawa!!


Awalnya kupikir daerah yang akan kami tanami nyamplung dan bakau tuh gak jauh dari pinggir jalan. Ternyata, harus masuk kampung cukup jauh dan melewati persawahan dengan jalan yang cukup kecil (untung bus kecil bisa masuk!). Setelah melewati (kalau gak salah) dua desa, akhirnya kami sampai di Desa Kartika Jaya. Sebelum melakukan penenaman pohon, kami ramah tamah dan penyuluhan dulu di kantor desa. Ada Pak Kades, bapak dari dinas lingkungan hidup Kab. Kendal, pemuda Muhammadiyah, kawan” akper, dan adik” dari SMK setempat. Waktu menanam bakau pun kami dibantu kawan” dari Teknik Lingkungan UNDIP.

Sekitar jam 11, kami menyebar, tanam pohon nyamplung. Sambil bawa” bibit (anak) pohon, cari” lubang yang sudah disediakan terlebih dahulu untuk diisi nyamplung. Ada juga kawan” yang menggali lubang sendiri, pinjam cangkul milik warga. Kami pun sempat duduk” dulu di rumah warga. Melepas lelah sekalian cuci” tangan-kaki yang kotor habis bercocok tanam (dikasih minum juga!). Aku sempat main ke pekarangan belakang rumah itu. Sempat lihat” daerah rawa bakau desa tersebut juga. Sempat teringat daerah berawa-rawa di kampung (Kalimantan). Di sekitarnya, terdapat banyak tambak ikan. Gak jauh dari tambak” itulah pantai utara berada…

Sebelum tanam pohon” bakau, kami ishoma dulu. Setelah itu baru diajari cara menanam bakau. Gampang kok, kayak menanam pohon biasanya. Baca bismillah, buat lubang untuk menanamnya, buka bajunya (polibagnya maksudnya), trus masukkan anak bakau yang sudah kita siapkan tadi sambil diajak ngobrol. Disayang” gitu deh biar dia punya semangat tuk terus hidup walau setelah kita tanam mungkin kita gak akan bertemu dia lagi ^.^v Tapi hati”, jangan sampai akarnya patah”. Kasian kan coz akar merupakan media dia mencari unsur hara dalam tanah :)

Oon! Dunk”!! Awalnya aku mikir pantai dan hutan mangrovenya tuh kayak di Madura/pantai selatan Jawa (contoh, Balekambang). Berada di sekitar estuarium dengan tanah berpasir. Tapi ternyata benar” tanah berlumpur. Cukup dalam pula (di galangan dalamnya lumpur mulai selutut sampai hampir sepinggang). Sebenarnya lebih enak berenang c, jadi gak harus berkubang lumpur. Tapi, berhubung aku lagi ‘M’, terpaksa gak nyebur deh!! Padahal pingin banget!! Ibarat putri duyung menjelma jadi manusia yang rindu banget berenang di air (o^.^o)v

Pantai utara yang kami datangi ini ternyata plus minus pantai selatannya Kalimantan c. Airnya coklat coz tanahnya berlumpur. Dekat muara sungai juga. Pantainya bisa terlihat dari tambak” yang kami tanami bakau. Tapi, yang namanya menanam pohon di pantai/genangan air tuh ternyata sangat sulit dibandingkan menanam pohon di darat. Penuh perjuangan deh!! Dari tepian tambak anak” bakau dilarutin pakai lanting bambu berukuran kecil. Selain itu, kami pun harus mengoper anak” bakau itu secara manual. Dibawa” melewati galangan lumpur. Capek tapi seru banget!! Menyenangkan banget deh walau harus berkotor” dan berbasah” ria. Gak rugi aku ikutan coz boringku di PPL-an bisa hilang ^.^v Suasana akrab antar anggota IMAHAGI, panitia, dan orang” yang ikut serta kegiatan bakti lingkungan ini pun jadi terasa banget. So, pas kegiatan berakhir, walau capek, tapi bahagia banget. Walau kegiatan itu sempat memakan korban c. Ada yang kakinya luka (lumayan parah), sampai yang tergores” dan terluka kecil (termasuk tangan dan kakiku).

Ada perjumpaan pasti ada perpisahan. Sesampainya di UNNES, istirahat sebentar, dinner, semuanya bersiap pulang ke komisariat/rumah/daerah masing” (T.T). Sedih banget coz kapan lagi yach aku bisa kumpul sama mereka?! Curhat”, ketawa bareng, foto rame”, rapat sambil nyuruh anak” cowok supaya gak merokok, rapat sampai tengah malam (bahkan Subuh), dengar gosip antar anggota cinlok, berorganisasi sambil menambah sahabat dan menambah ilmu dengan fun, …

Aku senang banget masuk IMAHAGI. Walau harus keluarin duit pribadi to pergi ke Yogya, ke Semarang, …. Capek selama perjalanan, masuk angin dan maag (penyakit akutku nih!!), semuanya terbayar karena di IMAHAGI aku mendapatkan keluarga baru. Keluarga yang hangat. Semoga IMAHAGI terus seperti ini. Amin.

Hidup mahasiswa!! Hidup Mahasiswa Geografi Indonesia!!

akhir dari Touring Barat Jawa Timur

Sabtu, 3 Mei 2008
Road to Magetan


Setelah sarapan kami berkumpul di rumah Adip. Kami akan pergi ke Sarangan. Tapi obyek utama c bukan telaganya yang terkenal itu, tapi air terjunnya. Karena perginya lewat Ponorogo, kamipun melewati desa” di pegunungan. Pemandangannya indah… tapi menegangkan!! Mungkin lebih menegangkan dari perjalanan ke Cangar. Aku takjub banget. Kok bisa ada pemukiman yang ramai banget di atas gunung. Agropolitan gitu deh. Sepantauanku c lebih ramai daripada Pujon. Terbentang kebun” yang ditanami berbagai sayuran, seperti bawang, kubis, dan wortel.

Berhubung keuangan kami selama perjalanan ini ngepas banget, kawan”ku yang sebelumnya sudah pernah ke sana membawa kami melewati jalan yang gak umum dilewati wisatawan. Lewat pemukiman penduduk gitu d supaya gak bayar karcis masuk ke obyek wisata Telaga Sarangan ^.^v. Sesampainya di Telaga Sarangan, kami lewat doank. Sepulangnya dari air terjun, baru kami mampir. Trus, daripada jalan kaki terlalu jauh, kami baru akan memarkir motor di parkiran terakhir, sekitar 1 km gitu lah dari air terjun.

Mengingat kakiku yang terluka akibat kecelakaan, kawan” rada khawatir aku gak bisa maksimal tracking ke air terjun. Galih bahkan ujung”nya menawarkan diri, kalau aku gak kuat tracking, dia bersedia menggendong aku :) Ternyata, pas tracking Tama malah berucap:
“Aku mau nyerah tapi malu sama Farin. Dia yang kakinya luka aja kuat naik, masa aku yang gak kenapa-napa gak kuat jalan sampai ke air terjun.”


Wajar c Tama bilang gitu coz tanjakannya lumayan bikin capek bagi yang gak terbiasa naik gunung. Dingin lagi!! Aku ngos”an, bahkan sesekali dituntun biar gak kehilangan keseimbangan. Apalagi aku orangnya gak kuat dingin (ini yang bikin aku gak mau lagi ikutan naik gunung. Daripada kena hipotermia lagi!!). Hidungku langsung ‘padak’, serasa mu pilek :”(

Sambil menikmati air terjun dari pondokan gak jauh dari air terjun, kami menikmati hidangan berupa sate kelinci yang banyak dijual di daerah sana. Ini pertama kali aku makan sate kelinci. Rasanya?! Aneh. Apalagi aku sempat jijay pas ada potongan daging yang masih ditempeli beberapa helai bulu kelinci. Hiiyy!!

Setelah foto” di dekat air terjun dan makan sate kelinci, kami turun. Hujan orografis sepertinya akan turun di daerah itu. So, kami gak berlama-lama di Telaga Sarangan yang jauh lebih besar dibandingkan Telaga Ngebel. Selain ada jasa penyewaan bebek”an, di sana juga ada jasa penyewaan speadboat. Aku melihat Telaga Sarangan kayak sedang melihat Sungai Martapura/Barito di musim hujan. Soalnya saat itu arusnya besar. Apalagi kalau dilewati speadboat. Sama kayak di Telaga Ngebel, saat itu airnya pasang. Di beberapa bagian hampir melewati batas cekungan, siap” tumpah ke jalanan.

Setelah dari Sarangan, kami main ke rumah Galih. Rencananya c mau makan lele peliharaan Galih. Tambaknya terletak di samping rumahnya. Lumayan luas lahannya. Apalagi setelah dihidangkan ternyata menggiurkan banget. Kami pun makan dengan lahapnya (o^.^o)v. Sayang, Ike, Arifah, dan Tama gak ikutan coz harus pulang. Sedangkan aku, rencananya setelah bermalam mingguan baru akan diantar ke rumah Arifah. So, aku bisa ngopi (itu kawan” Co dink, malam itu aku gak ngopi, melainkan minum susu hangat) dulu di alun” Kota Madiun sambil melihat keramaian orang bermalam mingguan di sana.

stiil about Touring barat Jawa Timur

Jum’at, 2 Mei 2008
Road to Pacitan
Aku dan Arifah pergi ke Ponorogo coz perjalanan ke Pacitan akan dimulai dari sana. Kami mampir ke rumah Ike trus janjian ma kawan” di sekitar pasar. Tama bahkan datang dari Trenggalek, sendirian pula, untuk bergabung bersama kami.

Perjalanannya melelahkan banget coz Pacitan tuh jauh. Pacitan tuh tergolong kabupaten yang susah banget dikembangkan coz topografinya terdiri dari pegunungan (Pegunungan Kidul) mulai yang rawan longsor sampai berbatuan cadas dengan ngarai” curam (apa c nama sungai yang mengalir di sana?) yang mengiringi kita di sepanjang perjalanan berkelok” menuju kota. Indah… banget pemandangannya. Kami saja berkali-kali singgah to berfoto” setiap dapat obyek bagus. Tapi entah kenapa, ada saja halangan to perjalanan kami.

Guys, kalian gak ngecek kondisi motor dulu yach sebelum berangkat?!
Motor Win Adip ngadat. Kayaknya c bensinnya tercampur air, terpaksa dibuang, diisi ulang. Trus gak tau lagi d apa masalahnya. Kami sampai harus berteduh di pondokan” kecil tempat para pemecah batu bekerja yang ada di tepian jalan. Trus, pas udah diperbaiki, lagi” si Win gak bisa dihidupkan. Dikin sampai berkucuran peluh menghidupkan mesinnya. Akhirnya dia nyumpah”. Sampai kiamat juga mesinnya gak bakal hidup kalau kontak (kuncinya) belum dinyalakan. Eror!! Berhubung hari jum’at, mampir dulu to jum’atan -> yang Ce sholat Zuhur di mesjid. Perjalanan masih jauh euy!!

Obyek yang pertama kami lihat adalah pantai yang letaknya gak jauh dari Kota Pacitan (Teluk Pacitan). Aku lupa namanya. Tampelar or apa gitu! Soalnya kami menikmati keindahan pantainya dari rumah makan doank. Dari rumah makan bisa dilihat muara sungai yang bersatu dengan pantai berwarna biru muda yang ketika berada di ujung tanjung berubah menjadi biru tua, menyatu dengan laut lepas, Samudera Hindia. Di sana juga terlihat perahu” nelayan yang tertambat. Sambil makan ikan, yummy, nikmatnya…!! Oich, di sana juga pertama kalinya aku (dan Rika Syahri yang asal Aceh) merasakan tiwul. Nasi yang terbuat dari singkong. Karena gak biasa, rada aneh gitu (pikirku, bakal enak banget nih tiwul kalau dimakan pakai gula merah (aren) cair. Kayak makan kerupuk dari bahan singkong yang lebarnya kayak daun pohon jati gitu. Kerupuk apa ya namanya? Habis sudah lama gak makan itu, jadi lupa d!! ^.^v).

Habis makan, kami melanjutkan perjalanan ke pantai Sriung. Pinginnya c ke Gua Gong, tapi waktunya gak nuntut. Lumayan jauh dari kota. Jalannya pun berliku-luku, mengitari gunung (puff, ini Jawa, bagian selatan pula! Bukan Kalsel. Kalau di Kalsel, kalau mau ke pantai berarti melewati dataran rendah atau daerah berawa-rawa. Bukannya melewati pegunungan berhutan jati, dll, baru ketemu pantai. Kalau ada hutan bakau, di daerah yang pantainya berpasir kayak di selatan Madura, bukan pantai berlumpur kayak di pantura, hHe..).

Subhanallah…, pantainya indah banget! Secara, laut lepas…. Pasirnya pun putih, ditumbuhi pandan” pantai juga rayuan pohon” kelapa :) Gak jauh dari tepian, terdapat beberapa pulau karang. Ombaknya pun besar” (kayaknya sudah bisa to surfing. Tapi bunuh diri aja kalau surfing di pantai berkarang) dan hampir saja menyeret Ike yang saat itu bersama Adip dan Mantuk lagi asik berfoto” di tepian pulau karang yang paling dekat dengan pantai. Awalnya kami gak mengira kalau ada ombak yang hempasannya bisa sampai sana coz hempasan ombak” sebelumnya gak sejauh dan sebesar itu. Pasca insiden yang hampir memakan korban itu, kami jadi gak berani jauh” turun ke pantai daripada menjadi makanan pantai selatan. Tapi, untuk acara foto” tetap berjalan lancar. Namanya juga himagipret… (o^.^o)v.


Puff!! Lagi” diperjalanan pulang kami mendapat hambatan. Motor Andi masuk bengkel karena bannya harus ditambal. Kami pun menunggu dengan ‘badadai’ di tepi jalan. Karena hari sudah menjelang malam, perjalanan pun jadi menegangkan. Apalagi bagi diriku yang masih trauma akibat kecelakaan. Soalnya, selain daerahnya yang rawan longsor, gelap, penuh tikungan dan ngarai/jurang”, jalurnya kadang sepi kadang ramai. Rawan kecelakaan d!! Kata Mantuk yang saat itu memboncengiku, ada beberapa daerah di sana yang rawan penampakan pula!! Jadi horor gitu d!! Aku gak henti berdoa semoga sampai di rumah dengan selamat. Tapi tetap saja kebiasaan burukku muncul. Untung saat itu gak lagi nebeng Andi. Kalau gak, strez berat dia coz kebiasaan buruk yang kumaksud adalah ngantuk, bahkan tertidur di motor yang sedang melaju!! ^.^v

Ba’da Isya kami sampai di Ponorogo. Karena kecapekan, kami nginap di rumah Ike. Apalagi besoknya kami masih ada rencana, mau ke Sarangan di Magetan :) Tama juga nginap di rumah Ike dan gak pingin ketinggalan melancong, walau sebelumnya cuma izin satu hari ma ortunya.

Touring barat Jawa Timur

1 Mei 2008
Ponorogo-Madiun
Kami mampir dulu di rumah Tama di Trenggalek. Aku pun sudah berganti pasangan dan kawan” sudah bawa motor dengan kecepatan lebih rendah. Setelah melewati jalanan dari yang lurus sampai penuh tikungan karena mengitari gunung, kami sampai Ponorogo sekitar jam 9.30 malam. Ngopi”, trus aku dan Arifah di antar ke Madiun. Aku pun menginap di rumah Arifah.

Arifah telaten banget ngobatin lukaku (baca: Got an Accident). Aku bahkan dimasakin air hangat buat mandi (aku jadi sungkan banget sama dia dan ortunya). Tapi, berhubung sedang touring, gak mungkin dunk aku meratapi lukaku dengan duduk di rumah aja. Bahkan, andai gak ada rencana jalan sama kawan”, Arifah berniat mengajakku melihat” Madiun. Tengah hari, kawan” datang. Kami pun akhirnya pergi ke Telaga Ngebel di Ponorogo. Pemandangannya indah euy! Telaganya luas, bisa dikelilingi lagi (kayapa Danau Toba yang merupakan danau terbesar di Indonesia atau Danau Superior yang berada di AS dan Kanada ya?!). Tapi di sana dingin, soalnya terletak di gunung. Setelah ngopi, foto”, makan tempura n roti bakar Bandung, kami pun turun gunung.

Sayangnya, hari itu kami ditakdirkan untuk merasakan hujan orografis. Lebat dan lama lagi!! Kami sampai harus berteduh dua kali. Pertama, di pondokan pinggir jalan sambil menatap rumah yang letaknya tepak disisi lereng (bagian belakang rumahnya dijamin gak dikasih tembok pun sudah tertutup dengan lereng ^.^v Aku dan Rika Syahri saja sampai berkomentar, “Aku gak bisa tidur kalau tinggal di rumah itu. Takut kena longsor!!”). Kedua, di teras rumah orang jualan pisang. Adip pun beli setundun pisang to mengganjal perut kami. Apa karena lapar, kami penggemar pisang, atau kami tuh memang turunan warik = monyet (aku lupa bahasa Jawanya) jadi setundun pisang itu habis kami makan?! Akhirnya, daripada kemalaman sisa perjalanan turun gunung itu pun kami lalui dengan hujan”an (puff, kayak waktu pp ke Pare aja!).

Got an Accident!!

Rabu 30-4-2008
Aku bersama kawan-kawan satu jurusan (Adip, aku, Arifah, Daniel, Yovi, Amris, Dikin, Andi, Galih, Rika Syahri, dan Tama, anak seni yang sekalian mau pulkam ke Trenggalek) pergi touring. Rencananya c touring barat Jawa Timur gt… Tujuan utamanya Ponorogo (kampungnya Adip), Magetan (kampungnya Galih), dan Madiun (kampungnya Arifah), dan Pacitan. Kota yang kami lewati kalau sempat ya kami singgah ^.^v

Geography Error Adventure yang ikut touring

Awalnya c perjalananku menyenangkan… banget. Sampai akhirnya, kira” ba’da Isya, I got an accident!

Barusan masuk Trenggalek, ada motor yang mau belok, nyalain rehting (lighting) tiba”. Aku sendiri sudah gak enak rasa waktu anak” bawa motor dengan kecepatan tinggi. 70-100 km/jam. Apalagi aku memang gak berani kalau dibonceng dengan kecepatan segitu. Aku sendiri kalau bawa motor, berani jalan 70-80 km/jam tuh sudah ngebut banget. Mana aku belum izin ortu mu ikutan touring (sori… ketulahan gitu d aku jadinya. Biasanya izin dulu baru berangkat, ni berangkat dulu baru mau izin setelah sampai di tempat tujuan T.T).

Kawan” pun pada shock. Pada gak mikir kayapa motornya Daniel (bahkan gak mikir kayapa nasib Daniel ^.^v) coz kalau ada apa” sama aku, matilah mereka. Ngurusnya repot!! Tapi alhamdulillah, sampai detik ini rohku masih menyatu dengan ragaku. Walau gara” kecelakaan itu aku harus menanggung perih karena kaki kananku luka luar cukup besar (jadi bengkak juga c…). Kayak orang kena knalpot gitu lah. Bisa menghilangkan napsu makan bagi orang yang jijay.an. Selebihnya, cuma memar dikit di lengan dan paha kiri. Mungkin lukaku gak parah karena pengamanan diriku lumayan lengkap. Pakai helm standar (jadi lecet padahal pinjaman), kaos tangan (jadi robek sana-sini), jaket dan tas yang lumayan besar (jadi robek sedikit), celana jeans panjang (jadi robek sedikit di bagian lutut), pakai sendal gunung dan kaos kaki. Salahnya, aku tuh gak suka pakai kaos kaki panjang. Sukanya tuh yang semata kaki doank. Kalau gak, mungkin kaos kakiku aja yang mengalami kerobekan, kayak yang terjadi sama kaos tanganku :”(

Menanggapai kecelakaan itu, terutama apa yang terjadi sama aku, kawan” yang melihat kejadian waktu aku jatuh trus mengevakuasi diri berkomentar:
“Mba ikutan bela diri apa c?”
“Rin, gak sia2 kamu ikutan aikido.”
Maksudnya?! Suer aku bingung!! Soalnya pas aku jatuh aku cuma berharap Allah masih memberi aku kesempatan untuk hidup dan gak mengalami luka parah.

Kawan” c bilangnya gaya jatuhku waktu kecelakaan itu gak biasa. Kayak ada tekniknya gitu. Pada intinya aku tuh terlatih untuk menghadapi serangan mendadak, refleks gitu lah. Aku juga gak shock ketika kecelakaan. Makanya mental dan fisikku fine” aja coz pas latihan sudah biasa diserang -> dibanting. Dikomentari gitu aku ketawa” saja. Alhamdulillah kalau ternyata benar. Soalnya aku sudah 1 bulan gak latihan aikido. Pas latihan pun teknik dan refleksku biasa” saja. Aku juga payah dalam menghapal teknik dan sering gak fokus. Makanya aku gak pernah berani ikut ujian kenaikan kyu. 1 tahun lebih belajar aikido, stagnan di kyu 6. Apalagi dalam kehidupan sehari-hari aku gak pernah mempraktikkan apa yang diajarkan sensei. Jangan sampai d… Daripada bertarung, kalau masih bisa lebih baik menghindar/lari!! hHe… ^.^v

Tips buat kalian yang melakukan perjalanan jauh menggunakan motor:
-- Pakai helm standar (pasti di semua daerah sudah wajib pakai kan sekarang?!). Kalau bisa, pakai masker/slayer juga biar bisa menyaring polusi udara.
-- Pakai kaos tangan, biar tangan gak belang, gak kepanasan, dan kedinginan.
-- Pakai jaket biar gak kepanasan/kedinginan.
-- Pakai celana panjang, kalau bisa berbahan tebal kayak jeans, (kalau bisa) sepatu kets, dan kaos kaki panjang. Termasuk to point 2 dan 3, dalam kasus aku, dapat mengurangi peluang luka” pada kulit.
-- Gunakan tas punggung (yang isinya lumayan empuk jika mengalami pendaratan, kayak handuk, baju, dkk), untuk meredam shock pada punggung kalau jatuh.
Apalagi ya?! Tambahkan sendiri d!! Yang pasti…
JANGAN UGAL-UGALAN kalau bawa motor. Jaga kecepatan motor anda! Lihat” sikon kalau mau ngebut. Jangan mau areal permukiman, di tengah kota, di luar kota, … bawa motor kada baingat, kecepatan motor gak kira”!!

KKL Oceanografi

23 Desember 2006 kami KKL MK Oceanografi ke Balekambang. Well, ternyata gak cuma aku yang jadi eror mikirin mukaku yang hangit (terbakar) sepulang dari sana. Untung juga kalau hangitnya tuh biasa aja. Ini pakai acara muka berbelang dan perih! Alhasil gak bisa pakai bedak coz malah terlihat mengelupas.

Nasib anak geografi memang begini x yach?! Setiap balik dari lapangan pasti behirang (jadi hitam). Padahal mutihinnya perlu waktu yang lama :”( Dasar lain panglah lawan bubuhan bule. Mun inya enjoy aja bajamur coz mun kulitnya talihat suklat malah jadi + cool. Coba orang tropis (kususnya aku). Untung kada talihat kaya kodok kuradai (istilah mamaku banget, he… ^.^v).

Awalnya c kami maunya KKL Oce di Pulau Sempu. Tapi lebih repot c coz harus nyebrang dulu. Mau stay at Sendang Biru beach aja juga nanggung. Makanya alternatif ter.oke to KKL Oce ini adalah pantai Balekambang. Walau ini bukan yang pertama kali aku ke Balekambang… (pertama 26 Desember 2004, saat terjadi gempa stunami di Sumatra bagian utara (NAD dan Sumatra Utara). Puff, untungnya saat kami di sana imnas tsunaminya belum mencapai pantai selatan Jawa. Kalau gak, ntah bagaimana nasib kami!


Letaknya di Kabupaten Malang bagian selatan. Memakan waktu sekitar dua jam lah dari Kota Malang. Pak Komang sering promosi begini ke kawan” bulenya ,“Kunjungilah dulu Balekambang sebelum ke Tanah Lot”. Soalnya, di Balekambang juga terdapat pulau kecil (Pulau Ismoyo) yang di atasnya berdiri sebuah pura.


Balekambang tuh pantainya indah. Bersih juga (kalau lagi sepi pengunjung, he…). Ubui”(ubur”) yang keliatan lucu… banget menemani praktikum kami saat itu (beberapa spesimennya kami bawa pulang to dimasukin ke lab). Mukaku jadi hangit niy kan karena menyisir pantai tuk ngukur DHL (daya hantar listrik) air laut di 10 titik yang cukup berjauhan (sampai muara sungai! Tapi asik juga coz jadi bisa main juga di estuariumnya yang ditumbuhi mengrove) dan ngukur sedimen pantai dari arus datang dan arus balik gelombang.

Jadi ingat apa kata Pak Budi Handoyo saat kami pembekalan KKL I (Yogya-Kebumen).
“Di pantai (Parang Tritis) nanti, perlihatkan kalau kalian anak geografi. Jangan lihat pantai langsung pingin main air. Pandangi dulu lah… Lihat apa saja yang bisa kalian temukan dan pelajari di sana.”
So, sekarang kalau ke pantai gak sekadar ngucap, “Wah, pantainya bagus….” Tapi sudah bisa dikit” menemukan fenomena yang ada. Dimana letak breaker zonenya, topografi pantainya landai atau terjal, … yang jujur sampai sekarang masih banyak gak kupahami (^.^v).

Selain fenomena fisik, kami menyempatkan diri juga to wawancara kecil”an sama petani rumput laut yang lain mengeringkan hasil panennya. Pastinya gak kelupaan foto” (namanya juga himagipret!!), shopping souvenir (kerang dkknya gt…), dan minum kelapa muda langsung dari batoknya. Yummy!! (o^.^o)

Geografi FMIPA UM

Sebenarnya aku kurang tahu tentang sejarah berdirinya jurusan geografi di UM. Yang aku tahu, ketika ada penataan fakultas dan jurusan di lingkungan UM, sejak semester gasal 2000/2001 jurusan geografi masuk ke fakultas MIPA. Geografi UM sekarang rame loh! Waktu angkatanku jumlah mahasiswa 1 angkatan di bawah 100 orang (3 kelas, A (PMDK), B (SPMB), K (non reguler)). Tapi sekarang, udah 150an orang! (benar gak?! aku gak pernah ngitung c. Udah bukan anak HMG juga, jadi kurang tau ma MABA).

Sayangnya, jurusan Geografi di FMIPA UM ini agak berbeda dengan jurusan lainnya. Kalau jurusan yang lain punya 2 prodi (pendidikan dan non pendidikan), geografi cuma 1 (pendidikan). Gedung kuliahnya pun (yang milik geografi) hanya lantai 1 GKB (kami plesetin menjadi Geografi Kuliah Bersama). Sisanya ya nebeng di lantai 2 dan 3 GKB, SPA, atau E5 :”( Walaupun begitu, jangan dianggap remeh loh!! Jurusan kami punya sarana dan prasarana (kec. gedung kuliah) yang cukup lengkap, dosen” berkualitas, dan mahasiswa” cerdas (walau kayaknya masih menjadikan geografi pilihan kedua, ketiga, dst saat test, like me ^.^v).

Bagi yang tidak menjadikan geografi sebagai pilihan pertamanya, bisa jadi awal” kuliah masih rada berat. Tapi gak lama kemudian, dijamin d bakal cinta sama geografi! Tahap pertama mulai mencintai geografi tuh biasanya saat menempuh MK geografi yang paling dasar, yaitu Pengantar/Filsafat Geografi. Yang ngajar c biasanya Pa Komang. Tapi beliau sedang non aktif karena kuliah ke Malaysia. Semester VII kemarin c Prof. Saladien (aku ngulang di kelas itu soalnya ^.^v) dan Pa Mustofa. Di Pengantar.Filsafat Geografi bakal dijelasin mengapa ilmu geografi tuh penting banget untuk dipelajari (sayangnya di Indonesia kurang diminati. Baru dilirik kalau ada bencana alam atau global worming makin menggila. Hiks!!). Kita juga bakal flash back ke zaman” awal ilmu geografi berkembang, siapa aja tokoh”nya, paradigma” yang dikembangkan, ….

Nah, kalau banyak jurusan geografi di Indonesia nih masuk ke Fakultas Ilmu Sosial (yang berbau IPS lah!!), di UM, geografi tuh di masukin ke FMIPA. Enak mana, di MIPA atas sosial?! Menurut aku c di MIPA. Soalnya banyak mata kuliahnya yang IPA banget!! Teknik juga ada (kayak kartografi, Pengindraan Jauh, dan SIG). Mau praktikum juga lebih gampang karena sarana prasarananya bisa menyesuaikan (geografi tuh praktikumnya banyak loh...!!). Tapi lebih sip kalau punya fakultas sendiri c (kayak di UGM). Soalnya, Geografi tuh IPA bukan, IPS bukan. Geografi tuh jembatan di antara keduanya. Yang pasti, aku bangga jadi mahasiswa Geografi :)

Graduation Exercise

Malang, 18 Februari 2009

Alhamdulillah, akhirnya yudisium juga :)


Yudisium kali ini merupakan yang kedua bagi angkatanku. Semester kemarin sudah ada beberapa kawan yang lulus. Puncaknya di semester ini. Masih ada c beberapa kawan yang belum bisa lulus. Masih berjuang dengan skripsi (semangat ya gals!!) , bahkan ada yang masih berkutat dengan beberapa mata kuliah (u… tuh, nang rajin lah kuliah!!).

2 orang mahasiswa jurusan Geografi lulus dengan predikat ‘dengan pujian’. Berharapnya c aku, tapi sayangnya bukan :”( Dua orang itu gak lain dan bukan adalah Septi dan Neneng. Tapi alhamdulillah, aku lulus dengan predikat ‘sangat memuaskan’ dengan angka gemuk (IPK 3,4. Bagus atau STD aja tuh?! ^.^v). So, gak malu-maluin buat dibawa pulkam ;p

Awal dari dunia baru segera dimulai. Dunia kerja pastilah bakal lebih berat dibandingkan masa sekolah-kuliah. Mau buka lapangan kerja, cari kerja, atau keduanya (pinginnya c gitu!!). Mau buka lapangan kerja, ada yang mau invest modal gak?! Mau cari kerja, ada yang punya lowongan buat sarjana, lulusan FMIPA UM jurusan Geografi prodi Pendidikan Geografi?! Tapi pakai transkrip nilai dulu coz ijazahnya belum keluar, nunggu habis wisudaan :)

Kalau ada yang mau beri atau bantu aku dapatin beasiswa S2, aku juga dengan senang hati akan menerimanya (o^.^o)v

Friday, February 13, 2009

Go to Panderman


Semester 1. Aku lupa kapan tepatnya coz aku bukan cewek yang suka nyatat hari”ku di diary. Penasaran mau naik gunung di Jawa, untuk pemanasan, saat kawan” berniat ke Panderman, aku pun gak mau ketinggalan…

Saat itu rencananya ada banyak cewek yang mau ikutan. Tapi ntah kenapa yang akhirnya ikut cuma aku sama Dian. Tapi gpp, sedikit cewek justru menguntungkan bagiku dan Dian coz kalau ada apa” (seperti perlu porter), ada banyak cowok yang bisa diandalkan. hHe… ^.^v

Kami berangkat agak sore. Dari tempat kami turun bus, lumayan jauh berjalan kaki ke posko ‘selamat datang’ di Panderman. Habis magrib, barulah kami trekking menuju puncak Panderman…

Sempat terkecoh c. Gak kayak waktu tracking ke Haratai (Loksado) yang dinginnya masih bisa kutahan dan di sepanjang jalan masih bisa mendengarkan suara air (sungai). Sudah jalannya setapak, di beberapa jalur cukup terjal, licin (apalagi habis hujan!!), dingin lagi! Tapi terhibur juga saat melihat kelap-keip lampu dari kota di bawahnya. Makin terpesona saat melihat kunang-kunang beterbangan. Itu pertama kalinya aku melihat kunang-kunang dengan jumlah sebanyak itu. Banyak pokoknya!!

Dingin menjadi kelemahan terbesarku untuk naik gunung. Sesampainya di puncak, gak terlalu lama setelah tenda didirikan, aku pun tepar. Aku kena hipotermia!! Hipotermia ringan c. Tapi itu juga bikin Dian kalang-kabut coz aku selalu meneriakkan kata “Mama!”. Belum lagi posisiku tidur sering bikin Dian ngeri sendiri (seluruh tubuh kututupi selimut dengan posisi tidur bersedekap. hHa..!!). Untung paginya aku udah sehat. Bisa menikmati pagi yang cerah sambil memandang awan dan kota Batu dan sekitarnya d…

Gak lama kemudian kami turun. Aku sempat tertinggal karena kakiku kedinginan. Untung gak perlu pakai acara dipapah apalagi ditandu (bakal menyedihkan banget rasanya!). Tapi entah kenapa kawan” gak jera tuh mengajakku naik gunung! Tapi berkaca dari hipotermia yang aku derita, mikir ribuan kali deh naik gunung lagi (termasuk kembali ke Panderman!). Petualangan horizontal ok, tapi vertikal?! Mikir dulu kemana. Kalau Bromo atau Ijen mupenk banget tuh…!! Yach, walau sebenarnya pingin banget bisa menjejakkan kaki di puncak Arjuna, Semeru, Rinjani, apalagi Cartenz!!

Geografi



Geografi. Geography (Inggris), geographie (Prancis), die geographie/die erdkunde (Jerman), geografie/aardrijkskunde (Belanda), geographike (Yunani).

Ilmu ini kupelajari secara mendalam di bangku kuliah (walau bukan yang sains c, melainkan pendidikan geografi). Isu yang tetap berkembang mengenai ilmu ini c (di Indonesia) adalah geografi tuh bukan mata pelajaran yang menjadi favoritnya anak-anak sekolah (bandingkan dengan matematika, fisika, kimia, biologi!). Dianggap sulit gak, dianggap mudah juga gak. Tapi syukurlah, geografi sekarang jadi mata pelajaran yang di UAN-kan. Jadi sudah mulai dipandang sebelah mata (dari awalnya gak dipandang sama sekali, hehe…).

Salah satu kesalahan konsep yang umum terjadi adalah memandang geografi sebagai studi yang sederhana tentang nama-nama suatu tempat. Implikasi dari pemahaman seperti itu menyebakan terjadinya reduksi terhadap hakekat geografi. Geografi menjadi pengetahuan untuk menghafalkan tempat-tempat dimuka bumi, sehingga bidang ini menjadi kurang bermakna untuk kehidupan. Geografi sering juga diidentikan dengan kartografi atau membuat peta.

Dalam prakteknya memang para geograf umumnya sangat trampil dalam membaca dan memahami peta, tetapi tidak tepat jika kegiatan membuat peta sebagai profesinya. Aku sendiri mendapatkan mata kuliah yang berkaitan dengan peta (secara langsung) hanya di Kartografi dan SIG. Sisanya, geografi tuh gak cuma berkutat di peta (tapi kayaknya tetap gak wajar kalau anak semester 8 gak tau apa kepanjangan peta RBI – Rupa Bumi Indonesia. Well, kawanku ada yang seperti itu).

Pengertian Geografi
Istilah geografi pertama kali diperkenalkan oleh Erastothenes pada abad ke 1. Menurut Erastothenes, geografi berasal dari kata GEOGRAPHICA (geo = bumi, graphika = lukisan atau tulisan) yang berarti penulisan atau PENGGAMBARAN MENGENAI BUMI. Berdasarkan pendapat tersebut, maka para ahli geografi (geograf) sependapat bahwa Erastothenes dianggap sebagai peletak dasar pengetahuan geografi.

Pada awal abad ke-2, muncul tokoh baru yaitu Claudius Ptolomaeus mengatakan bahwa Geografi adalah suatu penyajian melalui peta dari sebagian dan seluruh permukaan bumi. Jadi Claudius Ptolomaeus mementingkan peta untuk memberikan informasi tentang permukaan bumi secara umum. Kumpulan dari peta Claudius Ptolomaeus dibukukan, diberi nama ‘Atlas Ptolomaeus’.

Menjelang akhir abad ke-18, perkembangan geografi semakin pesat. Pada masa ini berkembang aliran fisis determinis dengan tokohnya yaitu seorang geograf terkenal dari USA yaitu Ellsworth Hunthington. Di Perancis, faham posibilis terkenal dengan tokoh geografnya yaitu Paul Vidal de la Blache, sumbangannya yang terkenal adalah “Gen re de vie”. Perbedaan kedua faham tersebut, kalau fisis determinis memandang manusia sebagai figur yang pasif sehingga hidupnya dipengaruhi oleh alam sekitarnya. Sedangkan posibilisme memandang manusia sebagai makhluk yang aktif, yang dapat membudidayakan alam untuk menunjang hidupnya.

Nah, berikut ini adalah beberapa definisi geografi yang cukup dikenal luas…

Preston e James berpendapat bahwa, “Geografi dapat diungkapkan sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan” karena banyak bidang ilmu pengetahuan selalu mulai dari keadaan muka bumi untuk beralih pada studinya masing-masing.

“Geografi adalah interaksi antar ruang”. Definisi ini dikemukakan oleh Ullman (1954), dalam bukunya yang berjudul Geography a Spatial Interaction.

Objek study geografi adalah kelompok manusia dan organisasinya di muka bumi. Definisi ini dikemukakan oleh Maurice Le Lannou (1959). Ia mengemukakan dalam bukunya yang berjudul La Geographie Humaine.

Paul Claval (1976) berpendapat bahwa ‘Geografi selalu ingin menjelaskan gejala gejala dari segi hubungan keruangan’.

Bintarto (1977), bapak geografinya Indonesia mengemukakan, bahwa geografi adalah ilmu pengetahuan yang mencitra, menerangkan sifat bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk serta mempelajari corak khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur bumi dalam ruang dan waktu.

Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan dan kelingkungan dalam konteks keruangan (hasil semlok seminar dan lokakarya di Semarang tahun 1988).

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ternyata pengertian geografi selalu mengalami perkembangan. Tapi, definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan titik pandang, yaitu geografi mengkaji:
1. bumi sebagai tempat tinggal;
2. hubungan manusia dengan lingkungannya (interaksi);
3. dimensi ruang dan dimensi historis; dan
4. Pendekatannya berupa spasial (keruangan), ekologi (kelingkungan) dan regional (kewilayahan).

Sumber:
Artikel tentang ini sudah lama… banget aku punya. Tapi sayang, aku gak catat daftar rujukannya ^.^v

Monday, February 9, 2009

Be a backpacker at Bali

Sabtu, 14 Juli 2007, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Pulau Dewata. Aku pergi sama 3 kawan dan 1 adik tingkatku di kampus (aku cewek sendiri). Tujuan utama adalah Kota Singaraja, dimana kami akan mengikuti rapat koordinasi Ikatan Mahasiswa Geografi Regional Jawa Bagian Timur di STIKIP PGRI Singaraja yang sekarang berubah menjadi Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSA).


Pergi dari Pelabuhan Ketapang sekitar jam 3 sore WIB. Sesampainya di Pelabuhan Gilimanuk, kami mampir sebentar tuk sholat Ashar lalu cari angkutan di terminal Gilimanuk. Kesan pertamaku, “Ya ampyun, ni terminal kok sepi amat!!” penumpang yang ada bisa dihitung dengan jari dan alhasil hampir Isya angkutan (bus bison) kami baru penuh dan mulai bergerak menuju Singaraja. Selama menunggu di terminal, kami kenalan dengan seorang cowok, Agung namanya. Mahasiswa (DO) ITS yang lagi pulkam.

Benar kata Ibn Battuta. Traveling- it makes you lonely, then gives you a friend.

Sambil sama-sama menunggu kami ngobrol banyak. Cerita pengalaman dia menaiki banyak gunung yang ada di Pulau Jawa, termasuk Gunung Ijen dengan kawahnya yang indah banget (hiks, sayang gak jadi ke sana. Padahal aku pingin banget!!) dan Gunung (Bukit) Panderman (satu-satunya gunung di Jawa yang pernah kunaiki, itupun pakai acara hipotermia ) yang baru aku tau ternyata juga dijuluki gunung kondom coz banyak yang pacaran di sana dan gak jarang banyak yang membuang kondom di sana.
Aku pernah dengar c, tapi gak pernah lihat coz ketika di sana aku gak merhatiin. Di sepanjang jalan naik aku terlalu sibuk merhatiin jalan dan puluhan kunang-kunang yang udah lama banget gak aku lihat. Di puncak aku gak jalan-jalan di sekitar tenda, apalagi ngintip-ngintip orang pacaran. Aku sendiri nangis dan teriak-teriak kayak orang kesurupan gara-gara kedinginan → hipotermia. Besoknya aku terlalu hepi coz bisa lihat kota-kota yang terhampar di bawah gunung. Berdiri sejajar dengan gumpalan awan lagi! Mana sempat aku nyari-nyari kondom bekas, hHe ^.^v

Selesai acara di UNDIKSA, kami langsung meluncur ke Denpasar. Ternyata kami kembali bermasalah dengan angkutan. Di terminal, kami juga harus menunggu sekitar 2 jam hingga si bison penuh baru bisa berangkat. Oich, biaya angkutan di Bali tuh mahal yach?! Gilimanuk-Singaraja aja lebih mahal daripada Malang-Banyuwangi naik kereta. Terbukti lagi ketika kami sampai di Ubung. Mau ke Tuban aja harus meronggoh kocek lumayan bagi kalangan backpacker pas-pasan kayak kami ini. Udah pas-pasan, gak berpengalaman lagi! Untungnya gak ada kendala berarti menimpa kami selain masalah angkutan. Well, di Kuta akhirnya kami memutuskan untuk kemana-mana jalan kaki, termasuk ke Joger. Selama di daerah pantai Kuta, cuman bisa ngiler coz apa daya gak ada duit tuk bergaya ala orang-orang tajir (ngopi di starbuck, makan di resto, shoping pakaian merk terkenal, dan nongkrong di hard rock) ^.^v.

Sayangnya selain duit yang pas-pasan waktu kami di Bali pun hanya sebentar karena harus balik ke KKN-an. Jadi, waktu lewat di Danau Buyan dan Danau Bratan, kami hanya bisa gigit jari karena gak bisa mampir, walau sekedar foto-foto T.T Daerah Bedugul yach yang sering berkabut itu? Waktu lewat sana jadi ingat masa-masa Banjarmasin (kalau kayak beberapa tahun lalu satu Kalsel malah) dipenuhi kabut. Mana dingin banget! Aku sampai menggigil, apalagi saat itu sedang hujan. Mana kakak angkatku yang tinggal di Bali juga gak bisa ngantarin jalan-jalan coz kami ke sana pas hari kerja. So, cuma bisa ketemuan bentar deh.

Bali itu indah banget, terutama di pedesaan dan dataran tingginya. Soalnya daerahnya masih asri. Bentang alamnya menarik banget tuk dipandang. Apalagi jalannya mulus, aspalnya gak pakai acara tambal sulam pula! Yang umat Hindu, di depan rumahnya pasti ada pura. Kata dosenku yang asli Bali, rumah-rumah penduduk Bali gak ada yang melebihi tinggi pohon kelapa (aku lupa alasannya). Sayang saat itu beliau baru saja terbang ke Malaysia tuk melanjutkan studi (kalau beliau ngajar, terutama mata kuliah geografi pariwisata, aku suka banget nyimaknya. Soalnya beliau sering cerita tentang banyak tempat menarik di Indonesia yang pernah beliau datangi). Kalau gak, pasti asik&berkesan banget kalau saat di sana kami jalan-jalan sama beliau.

Go to Panderman


Semester 1. Aku lupa kapan tepatnya coz aku bukan cewek yang suka nyatat hari”ku di diary. Penasaran mau naik gunung di Jawa, untuk pemanasan, saat kawan” berniat ke Panderman, aku pun gak mau ketinggalan…

Saat itu rencananya ada banyak cewek yang mau ikutan. Tapi ntah kenapa yang akhirnya ikut cuma aku sama Dian. Tapi gpp, sedikit cewek justru menguntungkan bagiku dan Dian coz kalau ada apa” (seperti perlu porter), ada banyak cowok yang bisa diandalkan. hHe… ^.^v

Kami berangkat agak sore. Dari tempat kami turun bus, lumayan jauh berjalan kaki ke posko ‘selamat datang’ di Panderman. Habis magrib, barulah kami trekking menuju puncak Panderman…

Sempat terkecoh c. Gak kayak waktu tracking ke Haratai (Loksado) yang dinginnya masih bisa kutahan dan di sepanjang jalan masih bisa mendengarkan suara air (sungai). Sudah jalannya setapak, di beberapa jalur cukup terjal, licin (apalagi habis hujan!!), dingin lagi! Tapi terhibur juga saat melihat kelap-keip lampu dari kota di bawahnya. Makin terpesona saat melihat kunang-kunang beterbangan. Itu pertama kalinya aku melihat kunang-kunang dengan jumlah sebanyak itu. Banyak pokoknya!!

Dingin menjadi kelemahan terbesarku untuk naik gunung. Sesampainya di puncak, gak terlalu lama setelah tenda didirikan, aku pun tepar. Aku kena hipotermia!! Hipotermia ringan c. Tapi itu juga bikin Dian kalang-kabut coz aku selalu meneriakkan kata “Mama!”. Belum lagi posisiku tidur sering bikin Dian ngeri sendiri (seluruh tubuh kututupi selimut dengan posisi tidur bersedekap. hHa..!!). Untung paginya aku udah sehat. Bisa menikmati pagi yang cerah sambil memandang awan dan kota Batu dan sekitarnya d…

Gak lama kemudian kami turun. Aku sempat tertinggal karena kakiku kedinginan. Untung gak perlu pakai acara dipapah apalagi ditandu (bakal menyedihkan banget rasanya!). Tapi entah kenapa kawan” gak jera tuh mengajakku naik gunung! Tapi berkaca dari hipotermia yang aku derita, mikir ribuan kali deh naik gunung lagi (termasuk kembali ke Panderman!). Petualangan horizontal ok, tapi vertikal?! Mikir dulu kemana. Kalau Bromo atau Ijen mupenk banget tuh…!! Yach, walau sebenarnya pingin banget bisa menjejakkan kaki di puncak Arjuna, Semeru, Rinjani, apalagi Cartenz!!

Sunday, February 1, 2009

And Rain Will Fall…*

Hujan. Bukan kata yang menyenangkan dan ditunggu kalau datangnya setiap hari, dengan intensitas yang lumayan besar (gerimis – lebat) dan frekunsi yang cukup lama (siang – malam). Bikin mu berdiam diri di dalam selimut terus, jadi malas mandi (terutama pagi!), beli makan repot (mau gak mau hujan”an d, hiks!!), dan yang pasti bikin acara jalan” batal!! Gak bisa nongkrong di Payung, jadi mikir seribu kali kemping ke Pulau Sempu, …

Suhu Malang dan sekitarnya yang dingin pun akhir” niy bikin penyakit ‘baliman’ku kambuh! Padahal, terakhir kali aku terserang penyakit itu waktu awal” tinggal di Malang. Mungkin karena sebentar lagi aku pergi dari Malang, penyakit itu sebagai tanda perpisahan layaknya waktu aku datang :”(

Kalau gak turun hujan terus ya gak musim hujan namanya! Walau di banyak tempat musim hujan kali ini membawa bencana (termasuk banjir yang melanda Banjarmasin), semoga di tempat lain musim hujan kali ini membawa berkah. Amin.

*terinspirasi lagunya Mocca n Friends. Easy listening c lagunya!! Walau sedih juga dengarnya T.T