Thursday, January 31, 2008

Aku masih imut?! (kata asisten tukang roti bakar Bandung)

Hari ini benar” hari penuh perjuangan. Tadi pagi, gak berapa lama setelah aku selesai kegiatan cuci-mencuci dan jemur-menjemur pakaian (banyak banget lagi!), hujan turun dengan derasnya. Untungnya pakaianku dijemur di lantai 2, gak di lantai 3 yang tanpa atap.

Tiktiktik bunyi hujan di atas genteng
Airnya turun tidak terkira
Cobalah tengok, dahan dan ranting
Teras kost-kostan ku basah semua…

Hujan terus turun. Jam semakin mendekati waktu dimana aku harus berangkat les aplikasi SIG. akhirnya, bersama sahabat seperjuanganku di Jurusan Geografi tercinta, Dian, kami pun berangkat les berkawankan payung (jarang” kami kayak itu). Perjuangan pun dimulai.
Dari kostan, aku harus jalan dulu ke depan Bank BNI UM/Kosabra yang jaraknya lumayan (apalagi kalau panas banget/hujan deras!) to hadang angkot jurusan ASD. Turun di MT Haryono/depan kampus UB, jalan kaki lagi sampai NEC (t4 kami les), di sebrangnya KPRI UB. Ternyata perjuanganku tidak hanya sampai di situ.
Di t4 les, aku harus berjuang keras mendigitasi petaku (lagi belajar program map info). Tapi entah kenapa aku selalu gagal menggabungkan polyline batas antar kecamatan. Padahal, kayaknya Kak Rustam (kawan 1 les-an, mahasiswa S2 Tek. Lingkungan UB) dengan mudah menyelesaikannya (secara juga sih, dia punya bukunya, belajar dari sana. Sedangkan aku, buku map info belum masuk daftar rak bukuku). Sekarang dia sudah mulai mengerjakan tugas berikutnya. Dian pun sudah cukup sukses walau berkesimpulan sama denganku.
Map info tuh jauh lebih susah dibandingkan belajar Arcview (yang sudah kami pelajari dasar”nya waktu kul SIG).
Pakai acara pindah” ke cosmetic layer gitu (Kak Rustam, ntar aku yang balas ngajarin Kk program Arcview, hHe…). Tau deh ntar apa surfer sesusah ini or malah lebih mudah (bukunya sudah ada di rak bukuku, cuma belum dipelajari. Aku gak terlalu pintar kalau harus belajar dari teks book. Walau sejauh ini aku ngutak-atik blogspotku dari lihat buku panduan blogspot ^.^v).
Pulangnya, hari masih hujan dengan lebatnya. Aku ngajak Dian mampir beli roti bakar Bandung to dinner. Nah, di sini kami lumayan dapat hiburan. Ceritanya begini…
Si asisten tukang roti bakar Bandung itu supel gitu orangnya. Dia ngajakin kami ngobrol daripada menghayati dinginnya hari yang begitu menyayat tulang (rada hiperbolis sih walau sebenarnya aku memang menggigil). Pembicaraan kami +- gini:
“Kok gak pulang mba? Ini kan liburan.”
“Gak libur mas,” (yang lain memang libur, tapi anak PPL kan gak).
“Memang kuliah di mana?”
“UM.”
“Oh, sudah mulai registrasi ya?”
“Iya,” malas bilang kalau sudah mulai mau PPL.
“Kapan mulai masuk?”
“Awal Februari.”
“Mba aslinya mana?”
“Banjarmasin.”
“Semester berapa?”
“Semester akhir,” dah tua yach?! hHe…
“Delapan atau sepuluh?”
“Delapan.”
“Tapi kok kayak masih baru habis semester tiga. Masih imut dan manis gitu.”
Aku dan Dian pun senyum” menanggapinya.
“Benar loh mba. Kalian masih kayak anak” (baca: remaja). Masih imut gitu,” hHa, amit” kali bang, pikir kami.
Tapi asik juga. Dah semester delapan tapi masih ada (dan banyak loh) yang anggap kami masih semester bawah. Masih imut gitu deh… :)
Tapi ini sebuah penghargaan atau peringatan yach?! Secara, minggu depan kami sudah mulai jadi ibu guru (walau PPL, not be a truly teacher- benar gak sih susunan kalimatnya ini?!). Umur juga dah hampir 22, tapi kelakuan masih aja kayak anak”. Walau yang dimaksud asisten tukang roti bakar Bandung tadi kami tuh masih awet muda (awet muda yach?! Amin), bukan berkelakuan childish.
Roti bakar Bandung sudah siap dibawa pulang. Untung kami gak perlu menunggu lama. Sesampainya kami di di halte, angkot jurusan ASD lewat. Sesampainya di kostan, makan roti bakar Bandung ditemani segelas teh hijau hangat, mmm… nikmatnya :)
Aku harus belajar map info lebih giat lagi!!


Malang, 30 Januari 2008.

Toke! Tokke…!!*

“Kya…!!” teriak Aisha dari kamar mandi. Amelia dan Sindy pun berlarian ke kamar mandi mendatangi Aisha.
“Kenapa, Sha?” tanya Amelia.
“Ada toke, hiks!” jawab Aisha dengan keadaan shock. Seumur-umur ini pertama kalinya dia melihat secara langsung mahkluk yang bernama toke.
Kenapa Aisha tau bahwa yang dilihatnya ini adalah toke? Karena yang dia tau toke tuh sepupuan sama cicak, cuma badannya hijau dan berukuran jauh lebih besar. Kenapa toke itu bisa berada di sana? Mungkin dia masuk dari ventelasi kamar mandi yang terhubung langsung dengan dunia luar karena kedinginan. Gak mungkin kan dia masuk karena ingin mengintip cewek mandi?!
“Kya, toke! Takut…!” teriak Sindy gak kalah shock. Dia langsung menggeliat-geliat kayak cacing kepanasan karena jijay dengan penampakan toke yang bisa jadi sebenarnya adalah seorang pangeran tampan yang kena kutuk nenek sihir.
“Amelia, usir toke itu dong. Aku gak berani ke kamar mandi nih,” pinta Aisha.
“Iya, kamu kan berpengalaman dengan binatang-binatang jijay. Tolong ya,” Sindy ikut meminta.
“Kalau yang kamu maksud itu ular, laba-laba, dan kodok peliharaanku di rumah, mereka tuh gak jijay tau!” protes Amelia setengah marah karena Sindy sudah berani mengejek piaraan kesayangannya. “Lagian kayak kamu gak tau saja, aku meliat cicak besar dikit saja teriak-teriak apalagi cicak raksasa kayak itu! Kya…!” Amelia ikut menggeliat-geliat.
“Trus bagaimana? Aku sikat gigi di bak cuci piring saja deh!” masih dengan perasaan ngeri Aisha mengambil perlengkapan mandinya untuk diungsikan sampai tuh toke pergi.

1 jam kemudian.
“Masih ada gak?” tanya Aisha yang mengendap-endap di belakang Amelia.
Amelia membuka pintu kamar mandi perlahan.
“Krek…,” Amelia lalu mengangguk, pertanda toke masih merayap di kamar mandi.

2 jam kemudian.
“Masih?” kini Sindy yang mengintai penampakan sepupu cicak itu. Sindy mengangguk, tertanda si toke masih standby di kamar mandi mereka.
Pas kena giliran Aisha yang mengintai dia sudah KO duluan di depan tipi.

04:20 WIB
“Kya…!” teriak Aisha memecah kesunyian.
“Ada apa Sha, subuh-subuh sudah teriak?” tanya Sindy menghampiri.
“Si toke masih ada di sana,” Aisha menunjuk ke arah dinding kamar mandi.
“Kya…! Pagi ini aku gak mau mandi kalau dia masih di sana!” jerit Sindy ketika si toke bertoke ria ketika memandang mereka berdua.
Aisha mengurungkan niatnya untuk mandi. Dia langsung pergi sholat Subuh, wudhu di kran cuci baju. Sindy juga.
“Bangun tidur ku terus mandi. Tidak lupa menggosok gigi, syalalalala…,” Amelia yang masih tidur saat insiden subuh tadi keluar kamar mandi dengan riang gembira sambil menggusap-usap kepalanya yang basah dengan handuk.
“Amelia, apa kabar si toke? Dia sudah gak ada di kamar mandi yah?” tanya Aisha heran sekaligus takjub. Terakhir kali dia ngecek si toke masih ada di kamar mandi walau dengan posisi yang berbeda.
“Memang si toke masih ada di dalam ya? Aku lupa kalau tadi malam ada toke di dalam,” Amelia pun kembali ke kamar mandi untuk ngecek keberadaan si toke.
Amelia keluar kamar mandi dengan hati teriris dan hampir menangis.
“Mama, aku mandi diintipin toke…!”
“Heran, Amelia mandi sambil tidur apa jadi toke segitu besarnya dia gak liat,” komen Sindy yang karena si toke gak pergi-pergi akhirnya kuliah gak pakai acara mandi.

*kisah ini merupakan bagian dari novelku yang belum selesai

Saturday, January 26, 2008

Aargh!!! (Bagaimana nasip skripsiku?!)


“Usahakan Maret selesai ya, soalnya setelah itu saya bakal sangat sibuk dan susah ditemui,” aku langsung shock mendengarkan ucapan dosen pembimbing I skripsiku.
“Maret?! Apa gak salah?!” batinku pilu. Padahal ini baru pengajuan-bimbingan pertama proposal skripsiku.

“Bapak hari apa saja ada di kampus?” tanyaku saat beliau mengembalikan proposalku. Gak banyak coretan, alhamdulillah. Aku hanya harus memberi tambahan. Membaca lagi aspek” geografi dan menggiring skripsiku agar benar” menjadi sebuah skripsi geografi (soalnya masih ada bau antropologi dan pertanian. Harus benar” menjadi skripsi geografi. Geografi sosial budaya).

Judul skripsiku (belum diseminarkan tapi coz proposalnya masih dalam proses bimbingan):
Pengetahuan Lokal Petani dalam Pengelolaan Usaha Tani di Lahan Rawa Lebak Desa Banua Kupang Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan

Pembimbingku (Pak Yusuf Idris) menggeleng, pertanda beliau gak punya jadwal pasti kapan standby di kampus. Gawat!! Belum juga Maret beliau sudah susah banget ditemui. Pantas aku berhari-hari mencari beliau tapi gak ketemu. Andai beliau gak membimbing PPL (walau membimbing kawan” yang kena sekolahan di Singosari), entah bagaimana nasipku.
“Masukkan ke kotak saya saja. Jadi kita komunikasinya lewat kotak.”
Puff. Skripsiku tersayang, bagaimanakah kelanjutan nasip kita?!
Aku juga harus memberanikan diri menghadap kajur to mengajukan pembimbing II. Semoga urusannya gak ribet dan bikin down-strez-BT-dkknya kayak kawan”ku yang lain (ada yang pakai acara tahajud biar judul yang di acc di rapat, sudah di konsultasikan ke dosen pembimbing, direvisi beberapa kali, gak disuruh ganti judul sama beliau!!). Kasihannya kalau yang diharapin gak sesuai sama yang diinginkan. Misal, pinginnya geografi sosial malah diarahin ke geografi fisik. Apa gak tegangan tinggi?!! Aku sendiri mulai pindah jalur. Dulu aku geografi fisik. Sekarang tergila-gila sama geografi sosial (budaya). Tapi tetap, aku pingin punya keahlian di geografi teknik (khususnya SIG) coz itu tiketku untuk berkarier di jalur non pendidikan, hHe… :)
Sebenarnya gak akan terlalu berat bagiku ngebut mengerjakan skripsi. Makin cepat malah makin baik (coz makin cepat lulus! Kalau kata orang Jawa tuh dang mari dang wes). Pak Yusuf juga pembimbing yang care, enak, dan ngasih banyak arahan (walau susah ditemui). Kata kakak” tingkat, skripsi yang dibimbing beliau pasti cepat selesai. Gak ribet gitu deh.
Tapi, karena PPL, aku cukup sulit membagi waktuku (terutama ketika harus menyiapkan bahan dan diri u/ mengajar). Belum lagi PPL yang baru akan berakhir pada awal Mei, sedangkan jadwal ujian skripsi semester genap ini berakhir di akhir bulannya. Kapan aku bisa pulkam u/ penelitian coba?! Kalau data mungkin aku bisa minta tolong ke Pak Rafieq (yang bantuin penelitianku. Kasih bahan, saran, dll), orang rumah, kakak, atau paacilan. Bisa minta kirimin via pos/e-mail. Tapi aku gak berani berharap penelitianku (wawancara dengan koresponden/sampel penelitianku) bisa berjalan apalagi dikerjakan separuhnya/lebih oleh orang lain tanpa tunggu aku pulang ke Barabai. Soalnya, yang skripsi kan aku, bukan orang lain?! Wanna help me?!
Ya Allah, permudahlah jalan hamba menuju kesuksesan. Amin.


Malang, 24 Februari 2008. After midnight.

I hate teaching

“Penggunaan media di sekolah ini bagaimana, Bu?”
“Peta, atlas, globe, media berbau geografi gitu ada. Bisa kalian gunakan kapanpun.”
“Kalau LCD? Multimedia gitu, Bu.”
“Wah, itu yang susah. Soalnya fasilitasnya terbatas, jadi gak pernah pakai multimedia kalau ngajar.”
MG! Mendengarnya aku jadi strez abis. Soalnya, multimedia itulah senjataku mengajar nanti. Aku bahkan sudah menyiapkan beberapa media dari power point dan flash buat ngajar nanti. Multimedia itulah penolongku menjalankan metode ceramah tanpa harus lihat kerpean kertas tentang apa saja yang harus aku jelaskan tanpa kelihatan oleh siswa semisal aku gak menguasai kelas apalagi menguasai materi (T.T) Padahal waktu masuk ke skul itu (baca: kantor guru) to bertemu Bu Atik, guru pamong kami (aku, Cicik, & Daniel), sekalian observasi skul, yang pertama terbaca olehku adalah +- gini (soalnya ingataku payah, jadi aku gak bisa menyebutkan dengan pas):
Ruang guru merupakan area hotspot
Kami langsung mikir (dan hepi coz kalau lagi gak ngajar/piket perpust/apalah, tinggal buka laptop, bisa ngenet gratis!) kalau di skul itu punya peralatan multimedia yang ‘memadai’ untuk dipakai saat proses pembelajaran :”(
I hate teaching (for the first step, I hate micro teaching!).
Sejak awal itu pelajaran
Ceramah?! Gak mungkin banget metode pembelajaran (yang sudah tua dan sebenarnya ketinggalan) itu ditinggalin. Soalnya, mau guru menerapkan metode apapun, ceramah harus tetap dilakukan. Gak mungkin banget kan baru masuk guru langsung ngasih tugas tanpa jelasin ke siswa tentang materi (kompetensi) yang diajarkan?! Walau siswa sekarang sudah gak bisa dianggap ‘gelas yang kosong’ (sudah memiliki pengetahuan awal, bisa jadi malah sudah menguasai materi dari membaca buku, majalah, internet, dsb), tetap saja harus diisi oleh guru sehingga bisa memunculkan kebermaknaan konsep/pengetahuan dan gak melenceng dari yang diharapkan (xtremnya menyalahgunakan ilmu pengetahuan. Harusnya digunakan u/ hal + malah dipakai u/ hal -). Itu juga, kalau ketemunya siswa yang pintar/rajin belajar. Kalau yang kebalikannya?! Jangan” walau mulut sudah berbusa tetap saja oneng, dunk”! Apa gak + strez?!
Ceramah? Itu metode pembelajaran yang paling gak aku bisa. Makanya aku lebih suka jadi penulis daripada jadi guru, mc, or sejenisnya, soalnya tanpa perlu ngomong aku bisa menunjukkan eksistensiku, berkreasi sesukaku.
I hate teaching
Coz aku gak punya talenta dalam hal itu. Berdiri di depan kelas, memberikan bermacam kompetensi-materi. Harus mengasai kondisi kelas-siswa. Menjawab pertanyaan yang bisa jadi aneh” atau bikin kita skak mat! (soalnya aku seperti itu. Sejak kecil aku suka bertanya banyak hal yang kadang susah dijawab oleh ortuku/orang lain). Bagiku, hal itu (mengajar) sangat menakutkan dibanding aku harus mengikuti wajib militer (tapi untungnya di Indonesia gak ada wamil. Lagian memangnya ada wamil u/ ce?!). Padahal, kalau disensus mayoritas keluargaku guru (selain petani tentunya).
What must I do?!
Di kelas micro teaching pertama mengajarku yang paling jelek. Gak menguasai kelas, grogi,dan (karena aku tuh pelupa) gak menguasai materi. Beruntung di kelas micro teaching kedua aku sudah lumayan. Kusiasati dengan banyak” menyuruh siswa menunjukkan, membandingkan, dan menjawab pertanyaan seputar materi yang kuberikan.
Kelas micro teaching terakhir hari Senin. Kalau di 2x penampilan aku ngambil materi Peta sebagai Sketsa Wilayah, Senin aku bawain materi apa ya yang sekiranya cepat kukuasai?! Peta lagi (tapi yang dasar, yaitu Peta, Atlas, dan Globe), Kondisi Geografis dan Penduduk, Atmosfer, Hidrofer, atau Perairan Laut?! Harus siap dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan media pula. Semoga aku bisa tampil lebih bagus lagi. Jauh lebih bagus lagi saat aku harus mengajar di sekolah. So, I can’t make statement about I hate teaching again :) Amin.

Insert (kayak peta aja pakai insert segala!)
Kya…, curang!! Kenapa mata kuliah Geografi Bencana baru ada sekarang (diberlakukan mulai angkatan 2007) saat aku ngambil PPL dan skripsi?! Kalau dari kemarin” kan walau gak masuk dalam sajian mata kuliah angkatan 2004 aku bisa ikutan kuliah to dapatin ilmunya :( Sudah gak dapat Geografi Industri (diberlakukan mulai angkatan 2005), gak dapat mata kuliah seru (Geografi Bencana) lagi! Pertanyaannya sekarang adalah…
Apakah aku bisa masuk Magister Management Disaster yang paling gak punya TOEFL 500 padahal Englishku masih jauh dari standar?!
Well, kalau aku giat belajar English mungkin bisa. Tapi, jikalau masalahnya adalah…
Apakah aku bisa masuk Magister Management Disaster atau jurusan lainnya lah kayak Planologi, Teknik Lingkungan, Antropologi, dll yang gak jauh-jauh dari geografi dengan kocek pribadi seandainya gak dapat beasiswa (atau suami kaya raya ^.^v)?! Walahua’lam.
Semoga aku mendapatkan kemudahan untuk mencapainya. Amin.

Malang, 24 Januari 2008. At afternoon.

Me vs High Hills Kebesaran

Alhamdulillah akhirnya ayankku sudah sehat. So, aku bisa nonton lagi. Ada yang mengkawaniku begadang lagi (ok, sebelum pada mikir macam”, pacar that I mean’s laptop. Selain Zacky Kapten -> pacar impianku tentunya ^.^v). Aku pun bisa nulis” lagi (yang kali ini ditemani suara tiktiktik, bunyi hujan…).
Cerita kali ini ya seperti judul kali ini. Me vs High Hills Kebesaran (kebesaran di sini dalam arti sebenarnya loh!).
Sebenarnya sih aku gak terlalu bermasalah sama namanya high hills. Apalagi pantofel hitam baru yang kubeli khusus dalam rangka PPL ini berhak besar. Gak kurus apalagi meruncing. Masih bisa dibawa lari dengan enak gitu d! So, bermasalahnya sama ukurannya yang ternyata kebesaran (kata bijak hari ini: beli pantofel ternyata gak sama kayak beli sepatu kets. Belilah ukuran yang pas dengan kaki, bukan yang sedikit lebih besar dari ukuran kaki dengan alasan kalau pakai kaos kaki juga bakal pas. Like me, hiks!)
Cerita bermula tadi pagi...
Aku beli sepatu itu sudah beberapa minggu yang lalu (di Banjarmasin), tapi baru tadi dipakai (sebelumnya pernah sih, tapi baru beberapa langkah dari pintu kamar, sudah berasa sepatuku gak enak dipakai gara” kebesaran!). Sebelumnya, aku PPL kampus pakai sepatu hitamku yang teplek. Berhubung kayaknya kawan-kawanku enjoy aja pakai high hills mereka (ada yang runcing baik hak maupun mulut sepatunya kayak sepatu Aladin, teplek, ada juga yang kayak punyaku, berhak besar), akhirnya aku pun mengenakannya.
Ujung sepatu kukasih pengganjal. Beberapa langkah dari pintu kamar, ok! Lama-kelamaan kok masih gak enak dipakai ya?! Mau balik, ganti sepatu, keburu telat ntar. Ya sudah, membulatkan niat aku pun terus melangkah. Melangkah perlahan. Pletak-pletok, sreeet. Aku berjalan kayak orang gak pernah pakai high hills. Kayak orang yang kakinya kesemutan. Kelihatan babungulan!!
Akupun sms sohib senasib salah prodiku, Dian. Isinya +- gini (lupa c):
Cai*, kL bLm brangkat wait me ych. I’m in big trouble! Bntar Lg smpai kok
* Cai cuma kami gunakan ke sohib Ce. Co, sori ych...
Aku pun berlari-lari kecil (terlihat lebih waras gitu daripada aku memaksakan diri untuk berjalan santai) ke kost Dian. Ternyata dia sudah di kampus. Aku lalu melepas kaos kaki panjangku (demi PPL. Habis aku sukanya pakai kaos kaki semata kaki). Kalau aja sepatuku kayak ini salah satu penyebabnya karena pakai kaos kaki yang kayak stocking dan licin. Ternyata gak ngaruh. Aku benarin pengganjalnya. Sama, gak ngaruh juga!
Lewat jalan kambing lalu menyeberangi tangga pembatas antara wilayah ‘kampung’ dengan wilayah UM. Tapi, “pletak!” Aku tepelecok (btw, Bahasa Indonesia tepelecok apa ych?!). Sepertinya selain bakal telat kakiku pun terancam terkilir :”( Untung sekarang sudah mulai liburan, jadi kampus kalau pagi sepi. So, gak terlalu malu karena berjalan dengan onengnya (oneng = oon = babugulan).
Duh, GKB MIPA masih jauh. Kayak ini terus kasihan kakiku. Aku juga pasti bakal stres abis. Mumpung sepi, akhirnya dari depan FIP sampai ke MIPA aku nyeker. Kalau ketemu orang senyam-senyum dengan dengan PDnya. Sampai GKB aku langsung lari ke lantai II. Takut ketemu dosen, terutama dua dosen favoritku, Pak Darno dan Pak Komang yang kalau ke kampus bukannya mahasiswa yang tunggu dosen tapi dosennya yang nunggu mahasiswa datang. Soalnya hari pertama PPL kampus Pak Darno dengan suksesnya melihat penampakan mahasiswanya yang gak sepatuan apalagi pakai high hils kerepotan berjalan. Sedangkan Pak Komang, saat aku jogat-joget gak jelas coz lagi becanda sama Dian, beliau lewat dan dengan sukses melihatku kayak cacing kepanasan. Untung dari jauh, jadi beliau senyum doank).
Sesampainya di ruang 206 (untung guru pamong belum datang!), dengan bangganya aku nunjukin kakiku yang telanjang ke kawan”, terutama Dian, yang menyambutku penuh tawa riang. Aku lalu berusaha memperbaiki ganjalan sepatuku. Well, ternyata aku memang oneng. Ya jelas aja tetap longgar, cara aku nempatin ganjalannya salah :”( Akhirnya dengan penuh suka cita aku berucap, “Asik, akhirnya sepatuku gak longgar lagi...”, sambil berjalan-jalan seputaran kelas.
Kayaknya hari ini memang hari yang oneng banget buat anak” PPL di kelasku. Amris yang nyontek soal” di bukuku (gak ngerti pula!) buat dijadiin bahan mengevaluasi siswa gara” dia gak punya buku, Andra yang saat micro teaching dengan polosnya melipat-lipat RPP Amris yang akan dikumpulkan, Inggit yang dengan lahap menyantap mie goreng (yang sengaja dipesan) pedas banget biar aku dan Neneng gak bisa nyicip, dompetku yang ketinggalan akhirnya ngutang Dian, Dian yang ngajakin kucing ngomong (saking freak ma kucing), dll yang oneng” deh!
Duh, Senin mulai micro teaching. Pelajaran yang paling bikin aku mati kutu. Skak mat :”( Semoga gak nervous dan bisa nguasain materi, amin.
Laptopku chayank, jangan sakit lagi yach. Lop u soo much. p(“v”)q (oich, aku belum dapat ojek niy. Padahal bentar lagi aku masuk les dan PPL skul. Gak ada yang berminat ya?! Marasnya ih aku T.T

Malang, 18 Januari 2008

Saturday, January 19, 2008

tanpa judul

Ketika telah lama tak kau sapa lagi relung hatiku
Apakah tak sedikit pun engkau merindukanku duhai kekasih?
Atau benarkah bisikan angin yang berkata
Aku tak lagi bermakna bagimu?
Jiwaku haus akan rayuanmu
Ragaku kosong tanpa belaianmu
Dan haruskah aku mengiri pada setiap insan
Yang tengah berkasih-kasihan di setiap mataku memandang alam?
Duhai kekasih,
Aku harap takdir akan berpihak kepadaku
Menjadikan engkau pasangan bagi jiwaku
Banjarmasin, Desember 2007


Akan kutuangkan kemana kerinduanku ini wahai kekasih?

Pada semilir angin di padang rumput?
Atau debur ombak yang bergulung-gulung di samudra luas?
Adakah yang bisa sampaikan cinta yang tak lagi dapat dibendung ini?
Atau biarkan dia hanyut terbawa waktu?
Terkubur pilu?
Banjarmasin, Januari 2008

Nah, kalau puisi di bawah ini aku dapat dari sebuah undangan perkawinan beberapa waktu lalu. So sweet banget isinya. Lebih berupa doa malah. Sayang gak ada nama penulisnya. So, sori kalau aku gak izin dulu memasukkan puisi ini ke blogku ^.^v

Aku berdoa untuk seseorang yang akan menjadi bagian hidupku
Seseorang yang akan jadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan kesempatan
Aku tidak minta seseorang yang sempurna
Tapi aku akan berusaha membuatnya sempurna di mata-Mu.
Berilah aku sebuah hati yang tulus, hingga aku bisa mencintainya dengan cinta-Mu
Bukan hanya mencintainya dengan cintaku.
Beri aku kekuatan agar selalu dapat berdoa untuknya dan jika memang kami
Dipersatukan dalam ikatan pernikahan, kami harap itu karena-Mu.
Maha besar Allah SWT yang menjadikan segala sesuatu menjadi sempurna.

Puisi

Ya Allah, Izinkan Dia Menjadi Pasangan Jiwaku
aku rindu sujud bersamamu
aku masih ingin menghadap Rabbi bersamamu
ya Allah, jadikan dia kekasihku
jadikan dia malaikat penerang hidupku
indahnya kalimat Allah yang kau lantunkan
ketika menjadi imam sholatku
manisnya bersalaman sehabis berzikir pada Allah
bersamamu
ya Allah, biarkan salaman itu berganti
menjadi cium mesra di keningku
ya Allah, biarkan dia terus membimbingku
mendekati pangkuan-Mu
izinkanlah dia menjadi pasangan jiwaku.
Malang, 2004


Kenapa kau begitu jahat?!
Yang aku tahu kamu itu orang yang baik. Karena itulah aku mencintaimu. Tapi kenapa aku merasakan sebaliknya? Kenapa kamu tega mempermainkanku? Membiarkan cintaku terhempas, mencabik-cabik ulu hatiku. Semua yang kuberikan seakan-akan hanya angin lalu bagimu. Kau anggap apa aku? Padahal kamu tahu aku begitu mencintaimu. Kau anggap apa cintaku? Permainan lucu seperti lakon komedi yang sering kau mainkan?
Kalau kau mencintaiku mengapa kau sakiti aku, bahkan berulang-ulang? Bahkan jika kau hanya menyayangiku sebagai kawan, kawan seperti apa yang begitu jahat menikam dari belakang juga depan?
Lalu apa maksud semua canda guraumu yang begitu merayu? Juga tingkah polahmu yang menyanjungku? Jika kau mencintaiku, kenapa kau tega mencampakkanku? Bahkan jika kau hanya menyayangiku, mengapa kau bisa lakukan itu?
Aku mencintaimu, tapi juga membencimu
Aku menyanjungmu, tapi juga memakimu
Aku ingin menjauhimu, tapi tak ingin melepaskanmu
Harus bagaimanakah aku?
Malang, Juli 2007


Karna Tak Bersamamu
Aku ingin menangis
karna aku tak bisa
melihatmu
karna aku tak bisa
memelukmu
karna aku tak bisa
mencurahkan
segala beban jiwaku
Bolehkah aku menangis karna itu?
Malang, 2005


Cinta itu = uang
Selalu diperbincangkan
Selalu aktual
Permasalahan cinta bahkan lebih klasik daripada uang
Karena cinta sudah ada sejak zaman Nabi Adam


My Soulmate
Masih seperti biasanya aku duduk di kamarku yang sempit
merenungi kesendirianku di dalam larutnya malam
kadang aku ingin keluar agar dapat melihat bintang
tapi dingin dan itu makin menusuk kesepianku
Sudah lama aku ingin melihat bintang jatuh
dan mengucap pinta padanya
tapi saat itu ku ingin bersamamu
agar kita bisa mengucap pinta berdua
Tapi kapan?
kamu saja tak pernah mendatangiku
apalagi menikmati malam bersamamu menatap bintang
malam itu ada tapi sudah lewat dan hambar
takkan pernah kembali dan takkan terulangi
Pernah aku bersama seseorang yang kucintai
menikmati malam berdua menatap bintang
tapi bintang jatuh tak pernah datang
hanya kerlap kerlip, diam...
jika pun datang, aku tlah terlelap dibalut angan
dan kini itu hanya kenangan.
Masih seperti biasanya aku duduk di kamarku yang sempit
merenungi kesendirianku di dalam larutnya malam
kadang aku ingin keluar agar dapat melihat bintang
tapi aku ingin bersamamu, dia, atau seseorang
berdua menikmati malam
Banjarmasin, 2004


Apa Kabar Cinta?
Apa kabar dengan cinta?
Ku tak tahu dimana
dan entah bagaimana ia
Angin semilir pun hanya lewat
tanpa sepatah kata
bahkan menyapa
Cinta, dimanakah ia?
Apa ku harus teriak memanggilnya?
Atau ku harus lari mengejarnya?
Cinta, dimanakah ia?
Apa menunggu akan percuma?
Banjarmasin, 2004


Dia Masih Sahabat Kami
dengan suara cemprengnya
tawa serta kisah-kisah lucunya yang
menghangatkan suasana
dia masih seperti yang kami kenal dulu
sahabat yang periang
tak ada yang berubah darinya kecuali
gamis dan kerudung panjang
yang sekarang selalu dia kenakan
Banjarmasin, 24 Juni 2006
(kenangan aku&Sulis bertemu Umi)



My Daily Sunshine
(Fajar)

Jika saja di setiap fajar aku bangun dengan seulas senyum
dan dia pun selalu mengiringi pagiku dengan terang
Aku rela setiap fajar duduk di tepi dermaga menanti fajar datang
berbicara padanya dan menyenandungkan lagu-lagu cinta
menemani, melepas kepergian fajar,
dan menyambutnya lagi di keesokan.
Tapi kenapa setiap fajar aku telat bangun?
Jika pun bangun fajar merayap murung mengantar pagi
Apa sinarnya tak akan pernah ada untukku?
Tak akan pernah singgah dan menerangi relung hatiku?
Aku rapu, lemah, lelah, dan ingin bersamanya
duduk di dermaga menyambut pagi yang dingin
Aku rela tak perlu ada siang, petang, dan malam
Asalkan aku bersama fajar yang memberiku kebahagiaan
Jika fajarku pergi maka reduplah nyalaku ini
karena hanya dengan fajar aku dapat bersinar
Banjarmasin, 2004


Ke Surga...
Cintamu membuatku tegar ketika terjatuh
Dia pulalah yang menyelamatkanku
Kala mentari tak lagi kompromi tuk menerangi jalan hidupku
Cinta datang ketika semuanya pergi
Dia pulalah yang mengisi hatiku dengan puisi-puisi

Ah...
Cinta datang disaat yang tepat untuk menjemputku,
Membawaku ke surga, penuh kebahagiaan
Cinta itu datang lewat kamu
Kamulah yang membawaku ke surga itu
Lewati mentari, bulan, dan bintang
Malang, 2005


Setelah Bencana Itu...
Ada yang hilang saat mentari datang
anak-anak tak lagi tertawa seperti biasanya
di depannya tergeletak ribuan orang tak bernyawa
salah satunya ayah, ibu, kakak, adiknya, ...
Bencana itu menimpa mereka
(setelah tsunami di Aceh)
Malang, 2006


Maaf*
Kakak, aku sayang kamu
Aku benar-benar menyayangimu,
kakakku
Tapi maaf,
aku tak bisa paksakan
untuk mencintai suamimu,
kakak iparku
Malang, 2006
Tentunya ini gak real kisah cintaku :)


Do’a
Beserta tangis hamba ini ya Allah...
Hamba sujud pada-Mu
Ampunilah segala dosa hamba
Ampuni segala khilaf dan kenaifan hamba
Hanya pada-Mu lah hamba berserah diri
Memohon ampunan-Mu
Tuk sucikan hamba
Amin, ya Rabbalalamin
Malang, 2006


Pesan untuk Mama
Aku mengantuk
Tapi sebelum tidur,
Bisakah nyanyikan nina bobo untukku?
Juga beri kecupan lembut di keningku?
Jangan lupa terus goyang ayunanku
Hingga aku terlelap
Malang, 2006


Tak Bisa Dipaksa
Aku ingin lupakan dirimu sayang
tapi aku masih cinta,
tak bisa dipaksa
Malang, 2006


My Best Friend’s Said
We don’t have to be so sad
If we don’t know what we have to do
Just smile,
Maybe our feel can be ok!
Life can’t happy without smile
Be happy, don’t worry!
Smile and forget
All things that make our self
Sad and cry
Banjarmasin, 2001
(bersamamu sahabatku, 5 tahun lalu)


Mimpi
Mimpi, kadangkala tidak hanya mimpi
Mungkin, suatu saat... nanti
Mugkin jadi kenyataan
Khayalan sangat menyenangkan
Tapi...
Jangan terlalu tenggelam di dalamnya
Jangan terhanyut terlalu dalam
Sadarlah, duniamu bukan mimpi
Kenyataanlah yang harus dihadapi
(oleh Mei-mei)
Banjarmasin, 2001


Ruang Waktu
Ruang
adalah waktu
aku ... kamu
yang bersatu dalam cinta
Ruang
adalah waktu
aku ... kamu
dalam buaian rindu dan cemburu
Ruang
adalah waktu
aku ... kamu
yang bercerai karena ego
Ruang
adalah waktu
aku ... kamu
masa yang telah berlalu
Banjarmasin, 2003


Selalukah...
Selalukah...
Kamu dingin dan angkuh?
Tiap hari aku menatapmu
malam tadi aku bahkan
berjalan dalam sepi
berdua, bersamamu...
Tak ada satu katakah
yang terangkai untukku?
Setahuku kamu tak bisu
atau gagu...
Malang, 2004


To: Bocah Rasa Pepaya
"Ku ingin ciptakan senyum yang termanis yang belum pernah kamu lihat,
Ku ingin ciptakan tawa yang terhangat yang belum pernah kamu rasakan,
Ku ingin ciptakan manja yang hanya ku beri dalam menciptakan 2 sisi dimana kita sedih karena seseorang,
cinta selalu menebarkan 2 pilihan
ada untuk mengikuti atau ada yang rela untuk ditinggal..."
daripada BT kubuatkan kata mutiara untukmu :)
begitu isi sms mu
tapi sekarang dimana kamu?
tak kamu ciptakan lagi senyum, tawa, dan manja untukku
kamu hilang dan tinggalkanku...
Malang, 2006

Cerpen

Selembar Bayang Ungu

”Nid, sekarang kamu kenapa berubah? Kamu jadi jauh sama kau. Apa kamu gak sayang aku lagi?” Doni berusaha mencari jawab dari Nida. Nida hanya mengelak agar Doni gak terus nuntut jawaban darinya.
”Aku capek, Dan. Aku pulang duluan ya,” pamit Nida.
”Kuantar?”
”No thanks. Aku bawa motor,” tolak Nida yang kemudian meninggalkan Doni di teras kampus yang sedang sepi.
Doni diam. Wajahnya kusut dengan pikiran gak karuan. Sudah beberapa hari ini Nida berubah. Ia merenungi diri mencari apa kesalahannya hingga semua yang dia bangun berubah secepat kilat.

--------- # ---------

Doni memenceti tuts-tuts yang melekat di ponselnya setelah beberapa kali ngontak Nida tanpa hasil.
Nid, lagi sibuk gak? Jalan yuk! Kujemput sekarang
Ajak Doni via sms. Lama ditunggu tapi gak ada jawaban dari Nida. Dani kembali ngontak Nida. Kali ini kontak tersambung.
”Ya,” jawab Nida pendek, gak seperti biasanya dengan embel-embel sayang.
”Kamu dimana? Lagi ngapain? Ku kontak kenapa gak dijawab?” tanya Doni penasaran.
”Sori, aku sibuk.”
”Sekarang masih?”
”Masih. Gini aja deh, n’tar malam kalau sempat kutelpon, ok?!bye!” kontak terputus.
Dengan pasrah Doni merebahkan dirinya di kasur yang selalu membuatnya lelap dengan mimpi indah tentang Nida. Tapi kali ini matanya berat untuk dipejamkan walaupun merasa sangat letih. Mungkin peri tidur sedang enggan untuk berada di sampinganya.
Doni keluar dari kamarnya, menuju ruang tengah. Doni menyalakan tv. Semenit kemudian dia beranjak sambil mematikan tv karena gak ada acara yang enak untuk ditontonnya.
Doni melarikan motornya dengan kecepatan tinggi. Gak lama kemudian dia berada di lantai mal. Entah kenapa kakinya terus membawanya dalam keramaian.
”Nida!” Seru Doni.
Dilihatnya Nida sedang bergandengan dengan cowok yang gak dikenalnya. Gak! Cowok itu dikenalnya. Bayu, musuh bebuyutannya.
Doni lalu menguntit mereka yang terlihat mesra dan gembira. Doni terperanjat. Dia gak percaya dengan apa yang dilihatnya. Benarkah itu cewek yang selama ini jadi penyemangatnya? Nida yang begitu dicintainya. Nida yang akh..., mengapa dia begitu tega?! Iris hatinya.
Dengan gontai Doni melangkahkan kakinya yang terasa kian berat. Sesampainya di rumah, Doni mengurung dirinya di kamar.
”Nid, apa salahku? Kenapa kamu tega menduakanku?” dengan lemah Doni menanyakan hal itu pada foto Nida yang dipajangnya di meja belajar.
Dikenangnya hari-hari indah saat Nida masih begitu mesra dengannya.Nida yang begitu manja. Nida dengan seluruh pesona kecantikannya. Nida yang akh...! kenapa dia begitu tega?! Tanya itu selalu terlintas di pikirannya.
”Hallo.”
”Malam. Bisa bicara sama Nida?”
”Oh, Ka Doni ya? Tunggu ya Ina panggilkan,” gak lama kemudian suara Nida terdengar.
”Baru saja aku mau telpon’” Nida membuka obrolan.
”Oh ya? Tadi kamu kemana?”
”Kan sudah kubilang aku sibuk. Ada yang harus kukerjakan’” Nida beralasan.
”Selingkuh? Tadi kamu ke mal sama Bayu kan?” Doni to the point.
”Tadi itu....”
”Tadi aku ke sana. Aku lihat langsung.”
”Oh, baguslah kalau begitu. Aku gak enak kasih tau kamu makanya diam. Kalau kamu tau sendiri kan enak jelasinnya.’
”Bisa dijelasin?!”
Nida menghela napas. Dia sempat terdiam sebelum memulai penjelasannya. Mungkin merangkai alasan dulu biar Doni cepat mencerna.
”Kami pacaran. Baru seminggu sih tapi dekatnya sejak sebulan lalu. Prosesnya berlalu begitu cepat sampai gak sadar aku sudah jatuh di pelukannya. Ironis memang, tapi kenyataan.”
”Dan cinta kamu gak bersisa lagi untukku?” Doni melanjutkan pertanyaannya.
”Mungkin. Bayu begitu pintar mencuri hatiku.iay sih dia musuh bebuyutanmu, tapi bukan berarti dia musuh bebuyutanku juga kan?!” ucap Nid atanpa sedikitpun merasa bersalah.
”Berarti....”
”Kamu sudah tau arah pembicaraanku. Lagipula kamu gak mau kan jadi selingkuhanku?”
”Bayu yang selingkuhanmu!” protes Doni keras.
”Sebelum kamu tau memang. Tapi sekarang semua sudah gak sama. Thanks atas cinta dan segala yang kamu kasih ke aku. Don, kamu cowok baik. Tapi sayang, aku bukan untuk kamu,” setelah itu keduanya diam.
Walau banyak yang ingin diucapkannya, tenggorokan Doni serasa kering dan tersekat. Gak sepatah kata pun dapat keluar, baik makian, atau kata lain untuk mengeluarkan segala isi hatinya.
”Aku gak nyangka kalau kamu Cuma diam. Apa aku yang harus bicara?”
”Terserah.”
”Ya sudah, kita putus. Tapi kita tetap berkawan,” seketika itu juga kontak terputus.
”Kenapa begitu mudahnya?” Doni merintih sedih. Sedetik kemudian kaca pigura berisi foto Nida berserakan di depannya. Gak ada lagi Nida, kata hatinya.
Dibongkarnya surat-surat cinta Nida untuknya, baik yang dikirim ataupun surat balasan darinya.
Doni tersenyum garing melihat surat-surat itu. Yang berisi puisi-puisi, kata-kata indah, serta rayuan yang kadang terkesan gombal yang kini tinggal kenangan.
Saat Doni inggin membakarnya, satu amplop ungu terjatuh dari kumpulan surat itu. Seingatnya Nida tak pernah mengiriminya surat dengan amplop itu. Nida gak suka warna ungu.
Selembar foto ukuran 9 x 6 ada di dalamnya. Foto seorang cewek yang terlupakan setelah Nida mengisi hati dan hari-harinya.
Satu tahun, cukup lama memang hubungan itu. Sebelumnya Doni sempat pacaran dengan Alya selama empat bulan lalu menjomblo lama sebelum akhirnya bertemu Nida. Saat itulah Tania mulai terlupakan. Tania yang telah tiga tahun pergi. Tania yang terlupakan sampai akhirnya ditemukannya lagi foto cewek yang telah pergi untuk selamanya itu.
Tania, sudah gak ada lagi yang mengungkit namanya sejak kecelakaan yang menewaskannya ketika mendaki Rinjani. Doni dan kawan-kawannya sepakat gak akan mengungkit luka itu. Terutama Doni, karena ketika menghembuskan napas terakhirnya Tania berada dalam pelukannya.
Tania yang baik hati dan periang. Tania yang selalu punya kata-kata indah dan lelucon ringan untuk menghibur orang. Tania yang friendly dan sangat disayang kawan-kawannya.
Mereka pernah pacaran selama satu tahun, tapi putus saat Alya masuk dalam kehidupan mereka. Walau begitu hubungan mereka tetap baik meski semuanya tau sampai detik terakhir hidupnya Tania masih sangat mencintai Doni. Entah mengapa Doni gak pernah terpikir untuk balikan dengan Tania yang selalu di sisinya itu.
”Maaf,” ratap Doni pada foto Tania. Dibacanya untaian kata yang dirangkai Tania dalam suratnya. Sederhana, polos, namun menyejukkan dan penuh makna. Doni tersenyum. Dicarinya lagi barang-barang yang pernah menjadi kenangan mereka yang telah lama tersimpan.

--------- # ---------

Satu jam sudah Doni menatap makam Tania. Dia terlempar ke masa lalu ketika Tania masih hidup. Tania, cewek manis dengan segala pesona kehangatan dan kesederhanaannya.
”Kamu begitu baik dan sabar. Kamu tegar, mandiri, dan selalu mencintaiku walau aku gak seperti yang kamu mau. Maaf, aku sering ingkar, bahkan pada janjiku untuk selalu mencintai dan melindungi kamu. Aku memang bodoh telah menyiakanmu. Maafkan aku Tania.”

--------- # ------------------ # ------------------ # ---------


1 Hari dalam Hidup Ana

Sepertinya hari ini kesialan datang berturut-turut padaku. Pertama, pacarku minta putus, tepat di hari 1 tahun kami jadian.
”Na, gimana kalau aku dah komit ma cinta kita lagi?” ucapnya tiba-tiba pagi tadi, sesaat setelah aku keluar dari kelas.
”Sayang. Ini bukan April mop. Aku juga sedang malas becanda,” ucapku dengan nada serius. Ternyata, itu memang kata pembuka yang cukup baik untuk sebuah perpisahan.
Walau intensitas pertemuan dan komunikasi kami akhir-akhir ini berkurang, bagiku hubungan kami baik-baik saja. Tak disangka, selama itu dia telah mendua dengan gadis yang baru dikenalnya dalam satu bulan ini.
Aku berusaha tegar. Aku gak nangis saat itu. Aku melepasnya walau sebenarnya gak mau. Berat banget! Tapi untuk apa bertahan kalau cintanya sudah gak ada untukku? Hanya buat aku lebih terluka, terlihat egois, dan hina. Jika aku pertahankan, aku pantas dikasihani oleh siapa pun, termasuk oleh diriku sendiri.
Aku memasuki perpustakaan lalu tenggelam dalam lautan buku. Bagiku buku memang obat terampuh mengusir permasalahanku. Minimal, saat aku membacanya lalu gak sengaja tertidur.
Membaca kadang memang membuat kita mengantuk. Oleh karena itulah aku suka membaca sambil rebahan. Kalau gak seperti itu, maka mataku akan terasa sulit untuk dipejamkan.
Tapi kali ini aku gak mau membaca sambil rebahan, apalagi tertidur. Aku harus menyelesaikan tugas geomorfologiku secepatnya, karena waktunya gak banyak. Hanya tiga hari untuk sebuah bahasan yang cukup..., entahlah apa harus kubilang susah, rumit, atau entahlah!
Aku pulang dengan setumpuk buku dan binder yang tebal.
Bra...kk!!
Tasku terjatuh. Talinya lepas karena benangnya putus.
”Kamu ini tas mahal apa murahan sih?! Beli di butik, bermerk lagi! Baru diisi separuh dari bawaanku saja putus. Apa karena aku diputusi pacarku kamu jadi ikutan? Huh, menyebalkan!!” aku mengeluh. Alhasil aku pulang dengan tas terjinjing sambil membawa buku-buku yang terlalu tebal dan berat jika dimasukkan semua ke dalam tas. Sunguh sangat repot dipandang mata.
Aku duduk di depan komputerku yang sudah gak karuan, gak tertolong lagi tepatnya! Sudah perlu diganti baru.
Rambutku yang panjang kukonde dengan pensil. Daster longarku pun jadi terasa sangat nyaman dihari yang sangat gerah ini.
Jeglek!!
Listrik tiba-tiba padam, padahal tugasku separuhnya pun belum sampai kuketik.
”Ya Allah, cobaan apalagi ini?” tanyaku dalam hati. Aku mungkin gak akan terlalu kesal dan menyesal jika dalam 45 menit ini semua yang kuketik telah tersimpan. Komputerku belum kusetting untuk ngesave otomatis sehabis di instal kemarin. Kalau di awal, memang bukan penyesalan namanya. Lagipula, menyesal pun gak akan mengembalikan hasil ketikanku. Kuputuskan untuk jalan-jalan. Aku pergi ke tepian sungai Martapura, tempat favoritku di kota ini.
Aku selalu menyukai sungai walau jujur, aku gak bisa berenang. Kupikir sungai pun menyukaiku. Buktinya, sampai hari ini aku masih hidup walau sudah beberapa kali aku tenggelam di sungai.
Aku menyukai panorama yang dihidangkannya. Kapal barang dan penumpang serta kelotok yang lalu-lalang, bocah-bocah yang asik berenang di sore hari, dan hal lainnya yang selalu membuatku suka pada sungai, suka pada tempat ini. Semoga tempat ini akan selalu jadi tempat yang nyaman, gak seperti tempat lain yang sungainya semakin mengecil atau hilang termakan perkembangan kota. Tapi alam juga sedang gak bersahabat denganku.
Duar!!
Cumulus terbentuk dengan cepat, menumpahkan tetes air yang semakin melebat. Petir pun gak ketinggalan menunjukkan keperkasaannya. Aku harus mencari tempat berteduh yang aman kalau gak mau bernasib sama dengan pohon di seberang sungai yang baru saja tumbang disambar petir.
”Na, tabahkan dirimu. Kuatkan hatimu. Tuhan pasti punya alasan memberimu ’kesialan’ beruntun hari ini,” aku menghela napas, mencoba menghibur diriku sendiri yang kini menggigil kedinginan.
”Na, ini bukan sial tapi cobaan. Kalau cobaan seperti ini saja gak dapat kamu lalui dengan baik gimana dengan cobaan berat? Bersemangatlah karena hidup memang penuh cobaan. Semangat!” gumamku sambil mencari hikmah apa dibalik semua ini.
Ketika hujan reda aku pun pulang. Walau pakaianku basah dan telah mengalami hari yang melelahkan, aku mencoba untuk tetap tersenyum dan terlihat gembira.
”Na, ponselmu sengaja ditinggal ya? Untung Mama dengar pas berdering. Getarnya hampir saja buat ponsel kamu jatuh dari meja. Kalau rusak, wah Mama gak tanggung jawab kalau ada berita bagus yang kamu lewatkan,” ucap Mama yang refleks mengambilkan handuk untuk gadisnya yang habis kehujanan ini.
”Berita bagus? Memangnya siapa yang menelpon, Ma?”
”Siapa ya tadi? Duh, Mama lupa!”
”Yah Mama, jangan becanda dong.... Ma, hari ini Ana dah dapat banyak cobaan. Mama jangan nambah satu cobaan lagi dong dengan canda Mama yang gak asik ini...,” rajukku manja.
”Katanya sih dari penerbityang kamu kirimi novelmu itu. Mereka mau menerbitkannya, tentu setelah novelmu diperbaiki. Ada hal-hal yang masih kurang katanya,”
”Novelku diterima Ma? Ini yang kutunggu-tunggu hari ini, sebuah kabar yang menyenangkan!” ucapku riang sambil mencium pipi Mamaku tersayang.
”Kamu jangan lupa telpon balik. Kalau mereka batalin, kamu nangis darah lagi ntar!”
”Iya Mama, ini juga mau Na telpon...,” ucapku sambil bergegas menuju meja telpon. Tapi belum sempat kupegang gagangnya, Mama kembali berucap.
”Na, Mama belum selesai bicara nih! Masih ada tiga hal lagi...,”
3 hal lagi?
Gedubrak! Kenapa hari ini rasanya ada berjuta hal yang mendatangiku?!
”Banyak amat Ma, apa aja tuh?” tanyaku penasaran.
”Tadi Mama liat Andri jalan sama cewek.”
”Pagi tadi kami putus. Na lagi gak mau dan rasanya gak perlu ngungkit dia lagi. Bisa kan Ma?” Mama mengangguk. ”Kalau hal buruk sudah dibicarain, sisanya kabar baik dong Ma?”
”Mama Cuma mau bilang di dapur ada susu hangat buat kamu. Minum gih biar kamu enakan! Lalu mandi, jangan lama-lama biar kamu ikut maghriban berjamaah. Banyak-banyak ngucap syukur sama Allah. Terus, telpon penerbit,” Mama memberi titik pada ucapannya. Kutunggu beberapa detik tapi gak ada sepatah kata lanjutan pun yang keluar.
”Masih kurang satu hal lagi Ma?!” protesku.
”Ntar juga kamu tau,” Cuma begitu jawaban Mama. Aku pun melangkahkan ke kamar dengan penasaran.
”Na, pesan Abah gak usah pakai acara teriak segala...!” ucap Mama kemudian.
”Alhamdulillah...,” ucapku penuh syukur. Aku segera keluar kamar, mencari dimana Abahku sekarang berada.
Yup, itu Abah! Abah sedang menghirup segelas tes sambil menonton berita, menunggu adzan maghrib tiba.
”Thank bah, laptopnya keren banget, sekeren Abah!” ucapku sambil memeluk abahku.
”Galuh Abah napa bau banget ya?!” sindirnya. ”Mandi gih! Abah tunggu di ruang sholat,” kucium pipi Abah lalu berlari ke kamar motor mandi dengan bahagia.
Hidup itu memang penuh warna.
* kelotok = kapal bermotor
galuh = panggilan untuk anak gadis


--------- # ------------------ # ------------------ # ------------------ # ---------

Missed Call


Senin
081........
tut...tut...
end

Allahuakbar Allahuakbar....
Adzan Subuh berkumandang bersamaan dengan dering ponsel yang memanggilku kembali ke alam nyata setelah terlelap dalam mimpi.
Private number
Itu yang tertera di layar ponselku. Tanpa sempat kuterima kontak telah diputusnya.
”Siapa Subuh-subuh gini missed call? Bidadari atau orang iseng? Ah, siapapun kamu, thanks dah bangunin aku,” ucapku setelah tersadar bahwa tadi malam aku lupa ngeset alarm. Tanpa alarm, aku sering bangun kesiangan hingga terpaksa apel dan isi absensi dulu di kantor baru sarapan.

--------- # ---------

10.00 pm
081........
tut...tut...
end

”Ri, ponselmu bunyi...!”
Tanpa sempat kuterima ponselku berhenti berirama.
Private number
Kembali kalimat itu yang tertera.
”Wah, sudah malam. Tadi ada tugas kantor yang belum selesai kukerjakan. Besok atau lusa kita tanding PS lagi ya! Saku pasti akan balas kekalahanku tadi,” ucapku penuh semangat sembari mengambil sweater dan kunci motor lalu pamit pulang pada Roni, sahabatku, yang rumahnya sering kujadikan tempat nongkrong atau adu PS.
”Kenapa aku bisa kelupaan ya? Sekali lagi wahai bidadari atau orang iseng, tahnks sudah mengingatkanku untuk cepat pulang.”

--------- # ---------

Selasa
081........
tut...tut...
end

Tiga buah panggilan membangunkanku pagi ini. Weker, adzan Subuh, dan missed call dari si private number yang dirinya seakan enggan untuk kuketahui.
”Ah, siapapun engkau aku gak peduli. Ada yang lebih penting dari sekedar memikirkan siapa yang memissed call ku sepagi ini.”

--------- # ---------

10.00 pm
081........
tut...tut...
end

Private number

--------- # ---------

Rabu
081........
tut...tut...
end

--------- # ---------

12.00 pm
081........
tut...tut...
end

--------- # ---------

10.00 pm
081........
tut...tut...
end

--------- # ---------

Kamis
05.00 am
081........
tut...tut...
end

--------- # ---------

12.00 pm
081........
tut...tut...
end

--------- # ---------

10.00 pm
081........
tut...tut...
end

--------- # ---------

Jum’at, Sabtu, Minggu, missed call dari si private number kuterima bagaikan sholat yang wajib kukerjakan 5 kali sehari.
”Dia lagi. Ui, siapa sih kamu? Hello...,” ucaoku seperti orang bodohkarena berbicara pada ponsel yang jelas-jelas kontaknya sudah terputus ketika si private number kembali beraksi.

--------- # ---------

08.00 pm
”Sayang, kamu ya yang seminggu ini missed call aku pakai private number?” kutanyakan hal ini pada gadisku. Malam ini aku malas keluar. Memandang bulan dari balik jendela sembari menelpon kekasih rasanya memang nayaman sekali.
”Memangnya seberapa sering kamu di missed callnya? Mengganggu banget ya?”
”Jadi bukan kamu yang missed call?” aku meyakinkan.
”Apa untungnya buat aku?” gadisku balik bertanya. Iya juga pikirku. ”Jangan-jangan secret admirer kamu lagi.”
”Secret admirer? Mungkin juga ya?! Ari..., siapa sih yang gak terposona karenanya!” ucapku narsis.
”Terserah kamu lah! Susah juga punya pacar yang senarsis kamu ini.”
”Sudah dulu ya sayang, tugas kulku masih banyak. Besok ada pretest lagi! Ntar gak selesai lagi kamu ajakin bicara mulu.”
”Iya deh. Jangan bobo terlalu malam ya. Love u sweat heart...’” tutupku mengakhiri pembicaraan dengan gadisku yang ada di kampung halaman. Aku berharap gadisku ini adalah solmet yang selama ini aku cari, walau usia hubungan kami baru selama perputaran astrologi dari capricornus ke gemini. Aku yang demi pekerjaan harus merantau ke kampung orang mau tak mau harus berjauhan dengan orang-orang yang kusayang. Baik keluarga, sahabat, juga gadisku ini.

--------- # ---------

Kamis
05.00 am
081........
Maaf, nomor...
end

Ponselnya gak aktif. Puff, syukurnya walau mail box nomorku gak akan terdeteksi.

--------- # ---------

”Sudah tau siapa private number’s admirermu itu? Lebih tepatnya sih alarm hidup kamu. Habis, setiap hari dia missed call kamu di saat kamu harus nagun, makan, sholat, juga supaya gak ngelayap sampai larut malam. Aku jadi ingat sama siapa tuh, mantan kamu sebelum Yuni ini...? Yang kata kamu si alarm hidup itu? Si Citra, ya kan?!” ucap Roni saat kami sedang menikmati makan malam di warung tenda favorit kami.
”MG!” sentakku tersadar.
”What’s up man?” tanya Roni.
”Ron, aku cabut dulu ya! Ada yang harus kukerjakan nih,” pamitku yang gak lama kemudian telah meyisiri jalan dengan motorku.

--------- # ---------

1 minggu kemudian...
Mgu
10.00 pm
1 message
read
”Hah, malaikat mana nih yang isiin pulsaku? Apa ada yang salah tulis nomor ya pas pesan e-voucer? Semoga Allah memberikan ganjaran berlimpah untukmu deh, amin!” do’aku untuk siapa pun yang membuat pulsaku yang sis 40 perak menjadi 100 ribu 40 rupiah.

1 message
read
Beberapa hari ini kenapa gak missed call aku? Kehabisan pulsa kah? Tadi kubeliin e-voucer 100 ribu, sudah masuk? Besok, lusa, dan seterusnya missed call aku terus ya! Kalau bisa sms juga
Seminggu ini aku ngerayu Nia supaya kasih tau nomor baru kamu. Mungkin karena kasian akhirnya dia kasih. Kamu disayang banget ya, sori aku sudah nyakitin hati kamu

1 message
read
Kemarin aku diputus. Suer, dia yang minta! Ternyata dia duain aku. Tapi syukur deh, aku jadi gak terlalu merasa bersalah karena akhir-akhir ini aku mikirin kamu terus.

Ponselku tiba-tiba bergetar.
081........
Nomor ini sangat susah kulupakan walau sudah sekian lama kuhapus dari phone book memoryku. Ari, cowok yang pada pandangan pertama berhasil membuatku jatuh cinta lebih dari enam bulan lalu.
Entah mengapa aku masih mencintainya walau luka yang dia toreh amat menyakitkan hati.dia menggantikan aku dengan gadis lain saat aku makin mencintainya. Andai karena jarak kami berpisah aku maklum. Tapi penggantiku pun harus pacaran jarak jauh dengannya. Apa dia hanya mengobral sayang padaku kala itu?” tanya hatiku.
Aku ragu untuk mengangkat telepon darinya. Tapi akhirnya kuterima juga.
”Aku ingin membayar perbuatan menyakitkanku dulu ke kamu. Aku juga ingin buktiin kalau aku pantas untuk kamu cintai lagi. Mulai besok, bangunin aku seperti biasanya ya?” aku terdiam, gak kuasa berkata. Aku harus jawab apa?!

--------- # ---------

Senin
05.00 am
1 message
read
Yank, bangun! Solat, mandi, lalu sarapan! Aku masih ngantuk, mau tidur lagi pung hari ini kul siang. Kerja yang rajin ya...

Nb: waktu yang digunakan dalam WITA loh, not WIB.

Desperadokah Aku?!

DICARI
Co, pnya motor
Bsdia jd ‘ojek’ to antar jemput PPL&Les (+jLn” ok jg)
dpTimbangkn jd pCar kL bs uLh Q jTuh cNta
Hub.Rina (msh gRes, frenLy,………)

Gitu deh +- isi sms yang kukirim ke beberapa sohib tadi malam. Awal mulanya gara” SMSn ma Yo Chan yang lagi ultah (22 tahun?! Dah kepala dua tapi kami masih kayak anak kecil. Waktu kemarin kami kumpul b-3 (aku, Yo, n Hana), kelakuan kami kayak anak hilang dan eror abiz! Seru! Hepi banget coz kita share, curhat, n saling menghibur. Ketemu kawan, kakak kelas, atau adik kelas (apalagi yang lagi sama pacar kayak pas ketemu Upik Kalua-Ika dan Budi) yang sudah lama gak ketemu jadi heboh b-3. Aku yang lagi sakit pun jadi sembuh (gimana gak sembuh kalau keringatan coz dibawa naik turun n putar” DM bJam”!). Seru abiz deh pokoknya.
Andai aku, Sulis, n Cindy bisa kumpul b-3 lagi. Ketawa b-3, curhat b-3, nangis b-3 lagi (kalau lagi nginap di rumah Cindy, tengah malam setelah lakuin ‘kejahatan’ kecil”n, kami saling nulis isi hati di kertas trus ditukar. Kalau isinya so sweet senyum” b-3, lucu ketawa b-3, sedih kita nangis b-3), pasti seru! Apalagi sudah bertahun-tahun gak ketemu. Akan ada banyak hal yang akan dirumpiin. Semalaman betah untuk gak tidur.

Back to sms OJEK :p
SMSku pun dibalas. +- isinya gini:

Sulis : promosi nih...
Aban : kd masuk nah, kdd motorny pank!
Etty : bukan desperado lo niy?!
Yo chan : ntar dah kumasukin ke bjm post ;)
Amad : kena b’ulah kepanitiaan khusus gasan mcariakan pian ojek

Rumpian pun berlangsung antara aku-Yo chan, aku-Etty, aku-Sulis. Biasalah, sohib”ku itu selalu punya banyak bahan obrolan untuk menghiburku. Atau ada saja bahan obrolan kami untuk saling menghibur diri. Kadang bisa buat kami ketawa bersama, bisa juga sedih-nangis bersama (walau aku dimana mereka dimana?!). Itulah sahabat. Gak hanya dalam suka tapi juga duka :) Aku beruntung memiliki mereka. Aku harap persahabatan kami akan terus terjalin. Gak kusut, apalagi terputus.

Kembali ke OJEK :p
Suer, aku lagi perlu ‘ojek’. Secara, selain karena di Malang aku gak punya motor, aku juga gak punya pacar (gak punya Co-nya di Malang doank atau gak punya Co sama sekali?! hHe… ^.^v). BT banget deh rasanya kalau kemana” harus naik angkot. Apalagi ngangkot di Malang kalau isinya gak overload (penuh banget! Melebihi kapasitas seharusnya), jarang banget bisa “tarik bang…!” Beruntung deh kalau bisa dapatin angkot yang ‘longgar’. Trus, entah kenapa selain karena kalau ada ‘ojek’ lebih ngirit ongkos, kemampuanku gak kayak waktu skul dulu.
Waktu SMA, pagi-siang (bahkan waktu ada jam ke-10/waktu pulang skul jam 4 wita) skul, trus ekskul, dan malamnya bimbel, aku enjoy, fun, n fine aja tuh. Di sini (trutama setelah jadi anak semester ‘atas’ dan jarang dapat jadwal kul pagi), jadwal lumayan padat (kul + ke perpust -> udah jarang juga, les/latihan aikido) aja streznya bukan main! Cape d banget rasanya. Bangun pagi saja susah (apalagi tipe” bat woman yang baru tidur jam 2 or 3 malam kayak aku). Entah bagaimanakah aku ketika harus memasuki dunia kerja (baca: PPL) yang masuknya jam 6:30 wib (pagi tuh, bukan petang!!). Harus setting ulang jam biologi niy (semoga bisa! Mati imsonia!!).

Kembali ke OJEK :p
Suer, aku lagi perlu ‘ojek’. Apalagi itu ojek kalau bisa buat seterusnya (jadi Co aku maksudnya). Well, aku serius mau cari co yang bisa ulahku rasain yang namanya falin inlop egen. Merasa bahagia, aman, nyaman. Kalau ‘dia’ sudah memilih u/ gak sama aku, gak mungkin kan selamanya aku ‘Bertahan’
Lihat aku di sini, bertahan walau kau slalu menyakiti
Hingga air mataku, tak dapat menetes dan habis terurai
Mungkin karena cinta, kepadamu tulus dari dasar hatiku
Mungkin karena aku, berharap kau dapat mengerti cintaku
Meski kau terus sakiti aku, cinta ini akan selalu memaafkan
Dan aku tak khianati engkau, mengerti bila cintaku takkan mati...
dan ‘Menjaga Hati’ u/ dia?!
Biarkan aku menjaga perasaan ini, oh…
Menjaga segenap cinta yang telah kau beri…
Engkau pergi aku takkan pergi
Kau menjauh aku takkan jauh
Sebenarnya diriku masih mengharapkanmu...
Kalau dia gak ngajak balik, jangan tunggu sampai delapan atau bahkan sepuluh tahun deh baru aku falin inlop egen. Lima tahun saja sudah cukup lama (atau banget?! -> bagi pembaca yang gak tahu kisah cintaku, sori banget yap kalau dunk”!). Masa aku harus jadi perawan tua gara” ‘nunggu’ dia?! Hatiku masih terbuka untuk Co lain, tapi mungkin belum ketemu ‘orang’nya :)
So, am I desperado?! Gak kali yach…

Program Pengalaman Lapangan (PPL)

Argh…….!!
Entah mengapa mata kuliah yang satu ini jadi ‘momok’ besar bagi studiku. PPL. Bahasa yang lebih umum tuh praktik jadi guru alias mengajar di skul. Well, bagi mahasiswa salah prodi dan sampai detik ini gak dapat feel buat mengajar seperti aku, PPL memang jadi sebuah ketakutan besar. Jauh lebih menakutkan dibandingkan harus hidup di komunitas suku Osing atau Madura yang gak sedikit pun bahasanya aku mengerti kayak waktu KKN di Banyuwangi. Mana PPLnya selama empat bulan (sampai awal Mei). Alamat skripsi bakal diperpanjang ke semester pendek karena gak punya waktu untuk pulkam (penelitian) sebelum masa ujian skripsi semester VIII :”(
Kok sekarang jadwalnya dibuat kayak ini yach?! PPL lama mungkin biar calon guru yang dikeluarkan mantap pengalaman lapangannya (oya?!). Tapi kan kasihan juga kalau sampai keteteran ngerjain skripsi (pembelaan niy).
Ternyata gak cuman aku yang kayaknya gak niat (semangat) tuk PPL. Kawan”ku juga (termasuk yang memang niat jadi guru). Secara, yang awalnya cuman dua bulanan jadi empat bulan dengan konsekuensi (ya itu tadi), skripsi terancam molor. Walau semua sibuk siapin kelengkapan PPL (beberapa buah hem putih dan bawahan hitam, 1-2 pasang sepatu hitam, juga buku” pelajaran), banyak banget yang kelihatan gak niat (semangat) tuk PPL.
Aku sendiri gak niat blaz lihat pengumuman yang mencantumkan namaku sebagai salah satu peserta PPL, di tempatkan di SMPN 13. Bahkan jadwal PPL aku belum punya (ntar pinjam kawan :p). Pembekalan PPL aja aku dikasih tahu kawan. Untung aku inisiatif bawa baju kebangsaan anak PPL (black n white dan almamater), kalau gak bisa saltum deh :”( Di SMPN 13 ntar aku ngajar anak” kelas VII. Seperti apakah mereka?!
Entah apa yang akan terjadi seandainya dosen tahu kalau banyak di antara mahasiswanya adalah anak salah prodi (atau bahkan salah jurusan! Tapi kayaknya gak ada dink. Hari gini gak cinta geografi?! Ke laut aja deh!!)
Semoga PPL ini bisa kulalui dengan cepat, nyaman, mudah, dan lancar. Amin.
Kalau mengajar tuh ternyata asik juga, ntar aku bujuran melamar jadi guru les di Ganesha Operation (GO) Banjarmasin deh! Kalau diterima, ketemu Bu Leni (pemimpin GO BJM), Pa PA, dan guru lainnya lagi. Kali ini bukan sebagai guru-murid tapi sebagai rekan kerja :) Tapi kalau harus jadi guru di sekolahan, kayaknya mikir dulu deh. gak aku banget :”(

komEDO oh komEDO

– Bersyukurlah orang” yang tidak dianugerahi para komEDO –
(diriwayatkan oleh korban kenakalan para komEDO)

BT banget gak sih kalau wajah kita tuh (terutama hidung) jadi habitatnya komEDO?! Pasti jawabnya IYA!! Mau komEDO putih, komEDO item, sama aja menyebalkannya. Apalagi kalau para (kan banyak, jadi nyebutnya harus dalam bentuk jamak :p) komEDO nakal banget. Susah hilang atau kalau sudah hilang dan kita sudah rajin bersihin muka ternyata para komEDO tetap balik dan balik lagi dalam waktu kurang dari sebulan!! Cape deh bersihinnya…
Well, aku adalah salah satu korban keganasan para komEDO nakal sampai” mamaku sering julukin aku si hidung landak (sedih banget T.T). Nah, giliran hidungku bersih, dengan bangga dan senang hati aku lihatin para komEDO yang sudah berhasil aku tumpas ke mamaku. Secara, mamaku langsung histeris dan strez melihat para korbanku itu. Jijay banget sih! (so jangan dibayangin ^.^v). Kalau di rumah sih aku bisa rajin (kalau soal maskeran, mamaku malah tanpa diminta akan maskerin wajahku. Waktu pulang kemarin aja, beberapa kali mama dengan paksa maskerin wajahku di saat masih nyaman” melandau. Soalnya kalau gak langsung dimaskerin, masker yang berupa busa/buih dari susu kedelai bubuk yang di shake itu bakal kembali menjadi cair). Apalagi di rumah bahan yang kuperlukan untuk penumpasan para komEDO selalu tersedia dan hampir tiap hari aku makan (nanti kita bahas apa maksudku itu). Kalau di kost, rada malas deh…
Ada banyak cara untuk menumpas para komEDO, a/l:
  1. Ke dokter kulit/kecantikan (siapin banyak duit tapi)
  2. Cumuk di salon
  3. Digisang pakai ampelas (siapa yang mau coba?!)
  4. Masih digisang, tapi pakai handuk :p
  5. Dicabut pakai jepitan bulu ketek
  6. Pakai pore pack
  7. Pakai putih telur (caranya?!)
Ok, aku akan bahas cara menumpas para komEDO dengan cara yang kelima (sebenarnya resep ini aku dapat dari sebuah majalah remaja. Sudah lama banget, tapi baru aja insap untuk mraktekin ^.^v).
Sediakan putih telur (supaya gak mubazir ya pas mau goreng telur atau bikin kue, sisain putih telurnya untuk dipakai menumpas para komEDO nakal). Ambil kapas dan sesuaikan ukurannya dengan bagian yang akan ditempeli (yang tipis aja deh atau ditipisin dulu biar gak kelamaan nunggu kapasnya kering coz penumpasan dengan cara tradisional ini perlu waktu yang lama. So, sebelum melakukannya pun usahakan di saat sedang gak ada rencana untuk keluar rumah). Oleskan putih telur ke kedua sisi kapas. Tempelkan ke bagian yang jadi habitat para komEDO. Tunggulah sampai mengering (sekitar setengah harian gitu deh... So, harus sediain stok kesabaran yang xtra banyak, hHe…). Lepas kapas dari wajahmu, lihatlah para komEDO yang tertanam dalam gips putih telur yang berhasil ditumpas, dan tersenyumlah dengan penuh kemenangan (o^.^o)v. Untuk daerah” yang sulit dijangkau, penumpasan para komEDO nakal ini memang susah dilakukan. So, berkreasilah dengan kapasmu agar daerah” tersebut dapat dijangkau.
Menurutku, pore pack pun gak bisa sampai sesukses itu dalam menumpas para komEDO. Tapi kalau mau praktis sih, diantara semua cara pore pack memang lebih unggul coz gak perlu waktu banyak, gak lengket, gak harus ngantri, dan gak ribet. So, selamat menumpas para komEDO.

Nb: gara” mraktekin hal ini aku jadi gak heran kalau zaman dulu putih telur digunakan sebagai perekat bahan bangunan, kayak semen gitu deh. Aku juga bisa sedikit merasakan hidup dalam balutan gips. Gak enak! :”(

BUUUUUAH

Di antara buah-buahan berikut:
  1. Kasturi (Mangifera casturi)
  2. Hambuku (Mangifera spp)
  3. Hambawang (Mangifera foetida)
  4. Pampakin (Durio kutejensis)
  5. Mundar (Garcinia spp)
  6. Pitanak (Nephelium spp)
  7. Tarap (Arthocarpus rigitus)
  8. Kopuan (Arthocarpus spp)
  9. Gitaan (Leukconitis corpidae)
  10. Rambai (Sonneratia caseolaris)
Buah manakah yang pernah kamu makan? Minimal, buah manakah yang pernah kamu lihat? Mungkin ada banyak yang pernah melihatnya, pernah memakannya. Tapi banyak juga yang pasti belum mengetahuinya. It’s true. Aku sendiri pun begitu.
  1. Kalau anak Kalsel gak pernah makan kasturi itu terlalu. Soalnya kasturi maskot flora Kalsel.
  2. Hambuku? Aku pernah tahu gak ya?!
  3. Hambawang sudah lama banget aku gak memakannya.
  4. Pampakin? Buah ini merupakan sumber B-karoten dan antioksidan kuat. Kalau jenis durian aku memang gak doyan (nyicip okelah...). Padahal mahal yach. Pulkam Idul fitri kemarin saja dosenku sampai nitip beliin lampuk. Tapi ini masih lumayanlah dibandingkan tiwadak (cempedak). Entah kenapa aku anti banget sama buah ini. Kalau mama maulah gaguduh tiwadak, pasti yang kumakan galapungnya doank :p
  5. Pulkam tadi aku lihat mundar sudah banyak yang jual. Sudah musim. Tapi jujur aku belum pernah makan. Mungkin kemarin itu pertama kalinya aku lihat penampakan buah mundar sehingga dengan polosnya aku tanya sama mamaku. “Ma, buah yang kayak tomat tuh buah apaan? Di jalan tadi ulun lihat banyak yang jual lo ma,” parah kan?!
  6. Pitanak? Same with hambuku. Aku pernah tahu gak ya?!
  7. Tarap pas aku pulkam tadi juga sudah musim. Berhubung gak doyan, waktu makan di rumah Etty dengan jujur aku bilang sama mamanya, “Ma, ulun gak makan tarap. Gak suka!” jadi aku makan dengan lauk pais iwak kulacingan (lupa aku Etty ma Dian bikin istilah apa untuk pais itu).
  8. Kopuan dari gambar yang aku lihat di buku Rawa Lebaknya Pak M. Noor sih +- tarap. Tahu deh…
  9. Kalau gitaan yang aku tahu adanya di daerah HSS. Soalnya selain anak HSS jarang banget ada yang tahu. Aku pun selalu mendapatkannya di sana. Tahu deh sebenarnya persebaran buah ini ada di mana saja. Sudah lama banget aku gak makan buah ini. Enak. Masam-manis gitu deh rasanya. Gitaan juga sumber pigmen anthocyanin dan B-karoten.
  10. Yang terakhir adalah rambai, makanannya para warik dan bekantan (gak juga dink! Soalnya manusia juga banyak yang suka/pernah makan, termasuk aku :p). Buahnya mirip langsat. Masih saudara gitu deh. sudah lama aku gak pernah lihat. Terakhir memakannya pun waktu masih SD (langsat saja aku udah lama banget gak pernah makan, maras!).
Kenapa tiba” aku ngomongin buah”an ini? Sekarang lagi musim buah. Yap! Buah”an ini juga bisa dibilang buah”an rawa Kalimantan. Sayangnya, banyak dari buah”an ini dan banyak buah”an lainnya yang khas rawa ataupun daratan biasa (seperti namnam, ramania/gandaria, binjai, kapul, balangkasuwa, limpasu, dll) gak dikenal orang banyak (sekali lagi, termasuk aku. Idul Fitri kemarin saja untuk pertama kalinya aku lihat saudaranya papari. Kulitnya kayak bilungka (mentimun), tapi dalamnya kayak papari).
Banyak dari buah-buahan ini pun merupakan buah”an langka. Susah banget mencari referensi tentang buah-buahan ini, baik gambar, fisiologi, habitat, juga kegunaannya (selain untuk dimakan). Mungkin +- dengan susahnya mencari mereka di alam (di rumah aku punya pohon namnam tapi masih kecil. Di pot pula! Kalau binjai, selain enak untuk campuran sambal -> pengganti asam/ramania, ingatin aku waktu sama kawan” PMR spensix nyasar di Loksado. Kami sempat masuk hutan yang banyak banget pohon binjainya. Buahnya besar” lagi!). Kenapa ya? Apa karena kebanyakan pohon ini gak sengaja dibudidayakan alias tumbuh liar?! Padahal nilai ekonominya kan lumayan.
Ada baiknya sebagai generasi penerus kita tahu, melestarikan, bahkan kalau mampu menggali potensi buah”an ini. Kalau sampai punah kan sayang banget. Kapan ya kita beramian ekspedisi buah”an khas Kalimantan?! Pasti seru!!

Happy New Year…

Happy new year. Happy new year 2008. Happy new year 1429 H. Happy new year…

Untuk pertama kalinya tahun baru aku lewatkan di luar rumah. Yang tahun masehi aja sih. Yang tahun hijriah aku lewatin dengan tidur, kelelahan habis latihan aikido (setelah + 2 bulan gak latihan ^.^v). Lagian, tahun baru hijriah di Malang kayaknya gak dirayain besar-besaran. Mungkin tafakur di mesjid-mesjid aja.
Malam tahun baru kemarin sama Mama, Julak, dan sepupuku (Wiwi & Fahmi), kami lewatin malam tahun baru di Siring Sudirman. Sayangnya abahku lagi keluar kota dan adingku stay at Malang (mana hujan, mati lampu lagi!). Awalnya gak ada rencana old n new di luar. Selain karena jomblo (pupus harapanku old n new with ayank, hiks! Damn!), seseorang yang bisa diharap tuk old n new bareng juga harus kerja (Adan menyebalkan. Meajaki aku lagi awas tu pank! Hukumannya, kam harus tukarkan aku es krim lagi satu kotak, hHe…), aku pikir sepupuku yang tinggal di Bati-Bati itu juga gak jadi datang (habis magrib mereka baru datang).
9 pm baru jalan dari rumah (jalan kaki doank, gak jauh-jauh amat sih. Lagian motor cuma satu. Kalau ada abah kan bisa keliling naik mobil). Ternyata, walau tanggal 1 Januari 2008 masih sekitar tiga jam, di Siring Sudirman sudah banyak banget orangnya! Kembang api juga sudah mulai dinyalakan.
Kebetulan dekat kami nongkrong (sebrang POM bensin) ada klotok betajak. Mupeng lihat orang yang nongkrong di atapnya, aku dan kedua sepupuku pun ikutan nongkrong di sana. Secara, udah lama banget aku gak naik klotok, apalagi nongkrong di atapnya. Ya sudah, sambil nyemil dan minum pop ice, SMS-an sama kawan-kawan, ngobrol dikit-dikit sama anak-anak yang nongkrong di sebelahku, old n new aku lewatkan di atap klotok yang lagi betajak di Siring Sudirman, tepian Sungai Martapura. Cukup berkesan lah.
Untuk resolusi yang aku buat di tahun ini sebenarnya aku mengharapkan ada 10, tapi entah kenapa ketemu 5 aja :p So, resolusiku di tahun ini adalah...
  1. Menyelesaikan novel yang lagi kubuat. Terus menulis deh pokoknya!
  2. Lulus kuliah (bangkitkan semangat tuk menjalani PPL!! hHe... Skripsi gak boleh molor...)
  3. Begawi (ngumpulin duit to biaya S2)
  4. Belajar Bahasa Inggris lagi (bekal to S2, hHe...)
  5. Lebih rajin beribadah
Oich, ketika nulis resolusi ini ada tiga lagi yang terpikir ^.^v
6. Bikin SIM C biar gak takut lagi kalau ada razia kendaraan bermotor (aku naik motor sejak SMP dan sampai sekarang belum punya SIM! Alhamdulillah gak pernah kena razia. Jangan sampai pernah kena deh...)
7. Bisa mengemudi (mobil). Abahku janji tahun ini ngajarin aku. Asik...
8. Belajar masak! Masa bisanya masak sup, nasgor, dan oseng-oseng doank (pokoknya masakan simple, mudah, cepat saji gitu deh ^.^v). Kalah sama Ifitem :p

Sedangkan harapanku untuk tahun ini adalah...
  1. Dapat beasiswa S2 (semoga Ka Haris bisa mendapatkan beasiswa S2 di Londonnya).
  2. Merasakan kebahagiaan dicintai seseorang (lagi). Entah kembali bersama seseorang yang selama ini menjadi bagian dari hidupku atau oleh someone else yang bisa membuatku jatuh cinta lagi. Mencintai aku dengan tulus. Bisa membuat aku nyaman, aman, dan bahagia.
Amin ya Rabbal alamin :)