Monday, March 28, 2016

Hujan-hujanan (Lagi) demi Air Terjun: Air Terjun Tayak

air terjun tayak
Barabai. Rabu, 23 Maret 2016.
Setelah beberapa hari suhu udara Kalimantan Selatan terasa panas (sekitar 32oC – 34oC, yang oleh banyak orang dikait-kaitkan dengan peristiwa equinox), pagi itu langit terlihat mendung. Jadi cemas kalau-kalau perjalanan kami hari itu akan gagal. Jauh-jauh dari Banjarmasin, bukan hal ini yang aku inginkan. Tapi, selagi hujan belum turun, selesai berkemas, sekitar pukul 7.15 wita, aku dan Juplek berangkat dari Barabai menuju Kota Paringin, Kabupaten Balangan untuk bertemu dengan teman seperjalanan lainnya.
Perjalanan dari Kota Barabai ke Kota Paringin dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama satu jam. Rintik hujan menemani perjalanan kami kala itu. Namun, cuaca memang sedang tidak mendukung perjalanan kami. Sesampainya di Kota Paringin, hujan turun dengan derasnya. Kami pun memutuskan singgah di warung Acil Barabai yang berada tak jauh dari mesjid Al Akbar, Paringin untuk sarapan dan bertemu Dipong dan Ridha sambil berharap hujan segera reda.

Lanjut atau batal?
Hujan tak kunjung reda, bahkan semakin deras. Perjalanan pun masih jauh. Sempat galau mau lanjut atau batal, begitu hujan mulai mereda, sekitar pukul sebelas, kami berempat memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan. Apakah hujan benar-benar reda? Sayangnya tidak! Sama seperti perjalananku mendatangi coban watu ondo dan coban watu lumpang, hujan kembali membasahi kami hingga sampai ke lokasi tujuan.

empat orang yang kecangkalan hujan-hujanan hunting air terjun
 Air Terjun Tayak
Air terjun tayak berada di Dusun Hampang, Desa Uren, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan. Air terjun ini sedang naik daun di media sosial. Sebagai penyuka air terjun, aku pun turut mupeng dibuatnya. Berbekal informasi yang kudapat dari postingan Rahmadi F. Ramadhan di salah satu grup komunitas jalan-jalan yang sudah lebih dahulu kesana (sambil nanya ke warga sekitar juga sih biar yakin kami tidak nyasar), lewat tengah hari kami pun sampai di Desa Uren.
Kami disambut warga dengan ramah. Namun, hujan yang turun sejak pagi membuat mereka sempat tidak yakin air terjun aman untuk didatangi.
“Kami datang dari Banjar, kak. Jauh-jauh kesini masa disuruh pulang sebelum lihat air terjunnya? Kami gak memaksakan diri, kok. Kalau memang tidak aman, kita balik arah asal sudah mencoba untuk pergi kesana.”
Kurang lebih seperti itu permohonan kami agar ada warga kampung yang bersedia mengantar kesana. Untungnya ada. Kak Usan namanya. Dipandu Kak Usan, setelah trekking sekitar 45 menit melewati kebun karet dan hutan dengan tanjakan yang tidak terlalu banyak, kami sampai di air terjun tayak. Sayang, hujan yang turun sedari pagi membuatku takut mencapai air terjun karena aliran air yang cukup kuat. Padahal, jika kondisi cuaca sedang bagus dan aliran air tidak begitu kuat, air terjun ini dapat dipanjat dengan mudah. Meskipun demikian, air terjun ini tetap jenih, tidak seperti aliran sungai di bawahnya yang keruh akibat hujan.
Pulang dari air terjun tayak kami singgah sebentar di rumah Kak Usan. Sambil beristirahat, kami berbincang dengan keluarganya. Kata mereka, di musim kemarau air terjun tayak tetap berair, tapi tentu debitnya tidak sebanyak ketika musim hujan. Sejak ramai di media sosial, di hari libur air terjun ini bisa didatangi lebih dari 80 pengunjung. Tidak hanya dari Balangan dan sekitarnya, tapi juga dari daerah yang lebih jauh seperti Banjarmasin (aku contohnya) bahkan dari Balikpapan dan Samarinda.
Masih kata mereka, seandainya mau, selain air terjun tayak di sekitar desa ini juga terdapat obyek lain. Ada air terjun, juga gua. Namun akses untuk mencapainya memang lebih sulit dibandingkan dengan air terjun tayak.

cuma berani sampai sini karena banyunya landas

bersama Ka Usan, pemandu kami ke air terjun tayak 
How to get there?
Jarak:
264 km dari Banjarmasin.
61 km dari pusat Kota Paringin.
18 km dari pusat Kota Kecamatan Halong.

Ini rute yang kami lalui kemarin:
Paringin - Juai - Halong - Padang Raya - Tabuan - Uren - Hampang.
Start dari pusat Kota Paringin, pacu kendaraan menuju Halong melalui Kecamatan Juai. Sampai di simpang tiga Halong, belok kanan menuju Uren. Lurus saja sampai bertemu simpang tiga lagi, ambil jalan yang belok kiri dan naik jembatan besi. Ikuti jalan (lurus saja) sampai di pasar Uren nanti ada simpang tiga lagi. Ambil jalan ke kiri melewati jalan berbatu, setelah melewati jalan dengan semak diselingi hutan kita akan sampai di jembatan Uren. Sampai sini kondisi jalan tanahnya akan cukup menyita tenaga (terutama ketika hujan) karena selain melewati tanjakan, tanahnya juga bercampur dengan lempung. Jika menggunakan kendaraan roda empat, disinilah kelihaian anda mengemudi akan diuji. Terus saja ikuti jalan kampung nantinya kita sampai di Desa Uren. Kami tidak kesulitan untuk menemukan dimana harus singgah karena tak lama setelah memasuki Desa Uren kami menemukan tanda ‘parkir’ di halaman rumah warga. Ya, disinilah trekking menuju air terjun dimulai.

jalan desa yang dilewati

Sedikit tentang Desa Uren
Desa Uren merupakan satu dari 24 desa yang ada di Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan. Desa Uren merupakan desa swasembada dengan luas wilayah 66,63 km2 atau sekitar 10,10% dari luas wilayah Kecamatan Halong. Tercatat, jumlah penduduk Desa Uren pada tahun 2014 sebanyak 545 jiwa. Ini artinya kepadatan penduduk Desa Uren hanya 8 jiwa/km2. Untuk pendidikan, di Desa Uren terdapat masing-masing sebuah TK, SD, SMP, dan SMA. Sedangkan untuk kesehatan, di Desa Uren terdapat 1 puskesmas, 1 poskesdes, 1 klinik KB, dan 2 buah posyandu yang dilengkapi dengan 2 dokter, 1 bidan, dan 2 dukun kampung. (sumber: Statistik Kecamatan Halong 2015).

Sunday, March 20, 2016

Buku adalah Sahabat Baikku

buku-buku favoritku
Buku adalah sahabat baik bagiku. Bisa jadi sahabat yang bikin bokek juga sih karena kadang suka kalap untuk beli buku dalam jumlah banyak sekali belanja. Saat book fair atau lagi di toko buku diskon yang sedang mengadakan diskon besar-besaran. Double diskon, kalap belanjanya pun akhirnya jadi double juga. Hahahaa…
Persahabatanku dengan buku berlangsung sudah lama. Mungkin sejak aku merengek minta belikan majalah Bobo, Donal Bebek, Gober Bebek, dan komik-komik lainnya ke orang tuaku saat mulai belajar hingga akhirnya bisa membaca dengan lancar.
Saat itu aku duduk di TK kelas Nol Besar. Iri pada kawan-kawan yang sudah pandai membaca, aku merengek minta belikan ortu majalah atau buku bacaan. Bahkan lama-lama aku mulai rajin menyisihkan uang jajan agar bisa membeli buku atau berlangganan majalah.
kado ultah dari sahabat *sukaaaa*
Ada yang ingat majalah Fantasi? Iya, saat jaya-jayanya majalah Fantasi, aku pun termasuk yang rajin membelinya untuk mendapatkan info ter-update remaja kala itu (karena zaman itu belum ada media sosial) dan bonus poster-poster boyband favorit-nya. Meski tidak rutin, aku juga mengumpulkan komik dan novel yang saat itu banyak dibaca oleh anak/remaja seusiaku. Doraemon, Candy-candy, Sailor Moon, Detektif Conan, Lupus kecil, Lupus abege, bahkan turut menunggu seri Goosebumps yang terbaru. Berlagak berani padahal seringkali terhenti membacanya karena takut akan cerita seram yang ditulis oleh R.L Stine tersebut. Sayang, saat itu aku belum terpikir untuk mengoleksinya dengan serius agar dapat membuat perpustakaan pribadi di rumah. Setelah berkali-kali kubaca, buku-buku dan majalah-majalah itu seringkali kusumbangkan ke perpustakaan sekolah.
Buku bacaan (novel, majalah, dkk) seringkali lebih menggiurkan untuk dibaca daripada buku pelajaran. Iya, aku mengakui itu. Saking sukanya dengan cerita yang disajikan, novel yang tebalnya ratusan halaman bisa saja selesai dalam waktu hanya beberapa hari. Sampai bikin telat makan, malas mandi, menunda jam tidur, bahkan dimarahi mama karena buku ituuuuu…… saja yang dipegang dan dibawa kemana-mana. Beda cerita dengan buku pelajaran. Buku pelajaran seringkali dijadikan media agar lekas tertidur di malam hari. Sugestinya, membaca buku pelajaran ibarat memanggil peri-peri agar menaburkan serbuk tidurnya padaku. Seringkali hal itu memang terjadi :p
Membaca buku itu ibarat mendengarkan seseorang bercerita. Kadang, membaca buku bahkan membuatku seakan-akan turut mengalami kejadian yang diceritakan buku tersebut. Ketika ada hal lucu ikut tertawa, ada hal sedih ikut menangis, beragam rasa yang diceritakan isi buku membawaku larut terbawa suasana.
Aku mulai kembali mengoleksi buku-buku bacaan saat duduk di bangku kuliah. Novel, ensiklopedia, dan tentu saja buku referensi (kalau dulu untuk bahan belajar perkuliahan, kalau sekarang untuk bahan mengajar). Rak buku ukuran sedang sudah tidak dapat menampung buku-buku itu. Semoga selalu diberi Allah SWT rezeki untuk membeli buku dan tentunya menyediakan ruang khusus untuk menaruh buku-buku ini. Aamin ya Allah :D

Buku favorit?
Ada banyak buku koleksi yang sudah kubaca berkali-kali. Buku yang dibaca berkali-kali tanpa bosan itu pastinya yang ceritanya aku suka. Kategori buku favorit atau yang disuka tiap orang pastinya berbeda-beda. Bisa dilihat dari tema ceritanya, penulisnya, bahkan penerbitnya. Kalau aku lebih sering memilih buku karena tema cerita dan penulisnya.
Buku-buku koleksiku kebanyakan bertema tentang travelling (fiksi maupun non fiksi, berlokasi di Indonesia, maupun berbagai negara di bumi ini) dan bacaan yang berkaitan dengan ilmu geografi (komik sains, ensiklopedia, buku seri pembelajaran untuk anak-anak). Sebagai guru geografi yang suka travelling, bacaan seperti ini memberiku banyak wawasan tentang banyak tempat dan banyak hal yang bisa kuceritakan kepada murid-murid saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, tentu disesuaikan dengan materi yang dibahas saat itu. Aku juga suka membaca novel metro pop. Cerita cinta-cintaan gitu deh. Aku suka yang ceritanya gak terlalu banyak drama, happy ending, bahasanya simpel tapi bisa jadi quote yang menarik.
Kalau penulis, kebanyakan buku fiksi dan non fiksi yang kubaca ditulis oleh penulis Indonesia. Alasannya, gaya bahasa dan budaya yang sama membuatku lebih mudah memahami sudut pandang penulis dalam bercerita dibandingkan jika membaca buku terjemahan.

sengaja menularkan hobi membaca
ke adik sepupu dengan membelikan
mereka buku bacaan :)
Aku percaya, buku adalah gudang ilmu. Sumber wawasan. Jendela cakrawala untuk mengetahui banyak hal yang ada di dunia ini. Namun sayang, membaca buku sepertinya bukan bagian dari gaya hidup banyak orang, terutama murid-muridku. Jangankan buku pelajaran atau koran, komik yang bergambar saja tidak banyak dari mereka yang menyukainya. Soal yang jawabannya jelas-jelas ada di buku saja mereka tidak menemukan (karena tidak membacanya) dan lebih senang browsing internet untuk mendapatkan jawabannya. Alasannya: buka internet lebih cepat dapat jawaban daripada membacai bukunya. Tidak heran jika Kalimantan Selatan tergolong daerah dengan minat baca masyarakat terendah di Indonesia.
Senang rasanya melihat ada anak kecil yang sedini mungkin sudah dibiasakan orang tuanya membaca buku. Kata mama, anak-anak tetangga yang masih usia TK sering main ke rumah. Kalau ke rumah, mereka sering mengamati isi lemari bukuku yang memang berada di ruang tamu. Sayang, buku koleksiku tidak banyak yang bisa dibaca oleh anak-anak kecil dengan kemampuan membaca masih terbatas seperti mereka. Pelan-pelan aku mulai menambah koleksi bacaanku agar bisa dinikmati oleh mereka. Meski kebanyakan yang mereka dilihat hanya gambar-gambarnya, tapi senang rasanya mengetahui setiap kali mereka main ke rumah, lemari bukuku lah salah satu spot favorit untuk mereka datangi.
buku-buku donasi. dipilah, dipacking, capek tapi seru!!
Melakukan kegiatan voluntourisme dengan membawakan buku-buku untuk dibaca anak-anak di desa terpencil pun merupakan kegiatan yang amat menyenangkan. Mulai dari proses pengumpulan buku, packing, pengantaran, sampai penyerahan buku ke desa. Berkenalan dengan warga yang ada disana, bertemu adik-adik yang belum tersentuh kecanggihan teknologi karena akses mereka untuk mendapatkan hal tersebut masih sangat terbatas, dan membawakan mereka buku-buku yang akan menjadi jendela wawasan mereka terhadap dunia luar menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Antusiasme mereka menjadi penyemangat tersendiri agar dapat melakukan hal serupa di tempat-tempat lainnya. Setidaknya buku menjadi media mereka untuk berpikir bahwa dunia ini amatlah luas. Sayang jika mereka tidak mencoba mengenalnya lebih jauh dengan membaca lebih banyak buku dan memiliki impian untuk dapat melihatnya langsung di kehidupan nyata.
mewakili kawan-kawan South Borneo Travellers menyerahkan donasi buku-buku
untuk perpustakaan sekolah saat kegiatan voluntourism di Desa Rantau Bujur
Ada yang pernah nonton The Day After Tomorrow? Film ini merupakan salah satu film favoritku. Di film ini terdapat scene ketika Sam dan kawan-kawannya harus membakar buku-buku yang ada di perpustakaan nasional agar mereka tetap hangat saat terjebak badai yang terjadi akibat perubahan iklim secara tiba-tiba. Oleh salah satu tokoh dia berucap, “Jika peradaban barat musnah setidaknya buku ini (menunjuk pada Kitab Gutenberg yang dipegangnya) menjadi buku yang dapat kuselamatkan”. Atau film The Book of Eli yang bercerita tentang perjalanan Eli (diperankan oleh Denzel Washington) untuk mengantarkan buku ke Barat. Saat itu diceritakan bahwa perang berdampak pada runtuhnya peradaban modern. Buku yang dibawa oleh Eli menjadi barang yang amat berharga. Eli harus menghadapi berbagai rintangan untuk menyelamatkan buku tersebut agar selamat sampai ke tempat tujuan.
Kedua film tersebut menggambarkan bahwa buku bisa menjadi harta yang berharga karena terdapat banyak ilmu yang ada disana. Firman Tuhan YME (buku berupa kitab suci), akal dan pemikiran manusia, dibukukan agar dapat dibaca, dipelajari, dan dinikmati oleh banyak orang dari generasi ke generasi meski si penutur dan penulisnya sudah meninggal dunia.

Jadi, bersahabat dengan buku itu menyenangkan dan membawa banyak keuntungan. J