Saturday, December 15, 2007

Akankah Banjarmasin Tenggelam Akibat Pemanasan Global???*

* Judul dan sebagian isi artikel ini aku adaptasi dari sebuah buku yang berjudul “Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global”

“Diperkirakan sekitar 2.000 pulau akan tenggelam pada tahun 2030-2050 karena pemanasan global.” – Suara Pembaharuan, Juni 2007 –

Pemanasan global. Kata ini sudah tidak asing lagi di telinga dan terasa begitu mengerikan. Perlahan tapi pasti mengurangi kenyamanan kita hidup di bumi.
Pemanasan global merupakan kejadian yang diakibatkan oleh:
  • Meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfer
  • Meningkatnya temperatur pada air laut
  • Meningkatnya temperatur pada daratan
Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan gas rumah kaca, yaitu gas yang memiliki sifat penyerap panas seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrooksida (N2O), uap air, chloro flouro carbon (CFC), hidro flouro carbon (HFCs), dan sulfur heksaflourida (SF6).
Gejala ini dapat kita amati dan rasakan dengan adanya:
  • Pergantian musim yang tidak dapat diprediksi
  • Hujan badai yang sering terjadi di mana-mana
  • Sering terjadi angin puting beliung
  • Banjir dan kekeringan terjadi pada waktu yang bersamaan
  • Penyakit mewabah di banyak tempat
  • Terumbu karang memutih
Kalau pernah lihat film The Day After Tomorrow, mungkin +- begitulah yang akan terjadi nanti jika pemanasan global semakin tidak dapat dikendalikan. Atau versi yang digambarkan sedikit lebih lucu, film animasi Ice Age 1-2. Walau yang digambarkan keadaan bumi zaman dulu, dengan para binatang sebagai tokohnya, tapi cukup menggambarkan bagaimana suasana kelak jika pemanasan global semakin tidak dapat dikendalikan.
Bagaimana kemungkinannya apabila air laut naik secara perlahan ke darat setinggi 1 meter saja? Jawabnya, maka kota-kota yang terletak di pesisir pantai akan tenggelam. Banyak dari kota-kota tersebut merupakan kota besar dan ‘urat nadi’ Indonesia, seperti Banda Aceh, Medan, Batam, Padang, Bengkulu, Lampung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Ujung Pandang, Menado, Samarinda, dan BANJARMASIN! Kota kelahiranku, tempat tinggalku, tempat aku menyelesaikan sekolahku sedari TK-SMA, etc. (T.T)

Kondisi Geografi Kota Banjarmasin
Secara astronomis Kota Banjarmasin terletak antara 3015’−3022’ LS dan 114032’−114038’ BT dengan luas wilayah 72 km2 atau 0,19 % dari luas Propinsi Kalimantan Selatan. Suhu udaranya berkisar antara 250C−380C dan rata-rata curah hujan 236 mm dengan 157 hari hujan per tahun. Kemiringan tanah Kota Banjarmasin rata-rata 0,13 %. Susunan geologi bagian bawah didominasi oleh lempung dengan sisipan pasir halus dan endapan aluvium yang terdiri dari lempung hitam keabuan dan bersifat lunak.
Kota Banjarmasin terletak di dekat ambang Sungai Barito. Di tengah-tengah Kota Banjarmasin mengalir Sungai Martapura, sehingga Kota Banjarmasin seolah-olah terbagi menjadi dua. Kota Banjarmasin mempunyai banyak anak sungai dan saluran yang berfungsi sebagai prasarana transportasi air dan drainase sehingga kota ini mendapat predikat sebagai Kota Seribu Sungai.
Kondisi Kota Banjarmasin berpaya-paya dan relatif datar, berada pada ketinggian rata-rata 0,16 m di bawah permukaan laut. Fluktuasi permukaan air sungai tinggi. Saluran buatan maupun perairan alami lainnya di Kota Banjarmasin setiap hari dipengaruhi oleh gerak pasang surut air laut. Kondisi hidrologis ini menyebabkan ketika air pasang dan musim hujan sering terjadi genangan, ditambah lagi penggunaan tanah untuk perluasan jalan, permukiman, dan kawasan bisnis menimbulkan masalah terhadap aliran air. Permukiman kumuh dan pembangunan yang tidak teratur dan tidak berwawasan lingkungan pun menjadi salah satu sebab permasalahan drainase, termasuk got di Kota Banjarmasin.
Nah, dengan kondisi hidrologis serta beragam permasalahn drainase kota yang seperti itu, bukankah kemungkinannya akan lebih buruk?! Bukankah itu juga kota kalian semua wahai penduduk Kota Banjarmasin?! Siapkah kita untuk menghadapinya? Kalau tidak, mari kita selamatkan kota tercinta kita, banua kita, negeri kita, dan bumi ini dari bencana yang diakibatkan oleh pemanasan global. Semangat!! :)

Tuesday, December 11, 2007

Namnam




Namanya namnam. Gak banyak yang tau sama buah ini. Jangankan pernah lihat buah apalagi pohonnya dan memakannya, mendengar namanya saja banyak yang gak pernah. Bahkan di Barabai tempat aku sering menemukan buah ini juga ada aja yang gak tau.
Idul fitri kemarin waktu aku berkunjung ke rumah nenek (acil Anai, begitu abahku memanggilnya. Kalau gak salah beliau saudaranya nenek dari abahku) di Sungai Jatuh dan acil Hamdah di Banua Hanyar, mataku langsung aja tertuju ke pohon namnam di samping rumah. Aku sudah beberapa tahun gak makan namnam sih. Untungnya di rumah nenek ada beberapa yang sudah bisa dimakan, walau kata beliau buahnya sudah banyak dipetik Ica, adik sepupuku. Habis kalau gak kehabisan, aku datang waktu buahnya masih kecil-kecil. Sayangnya aku gak bawa kamera waktu metik buah ini, jadi gak bisa liatin kayapa pohonnya. Buahnya menempel di batang (bukan di ranting), kayak belimbing tunjuk (belimbing wuluh). Pohonnya juga tinggi besar, tapi juga bisa dibonsai. Mamaku pernah nyoba, tapi sayang mati. Di rumah ada 1 batang, masih kecil, ditanam mama di pot (soalnya rumahku di Banjarmasin di lantai 2). Biji namnam kemarin juga beberapa ditanam, di rumah di Banjarmasin dan yang di Barabai. Semoga aja semuanya bisa tumbuh. Amin.
Waktu sahabat-sahabat ajaibku datang ke rumah, mereka yang awalnya gak tau buah ini jadi penasaran trus nyoba. Komentar mereka, rasanya asam banget! Walau menurutku namnam yang sudah masak sebenarnya gak terlalu masam (kalau yang mangkal alias setengah masak emang). Cocok tuk yang suka ngerujak atau yang lagi ngidam. Kalau belum masak kulit buahnya berwarna hijau. Kalau masak kuning. Bijinya berukuran besar dan satu aja per buah (gak kecil-kecil kayak pepaya). Biasanya sih tumbuh liar di hutan (coz aku gak pernah dengar ada orang yang menanam buah ini dalam jumlah banyak). Paling 1-2 batang bisa ditemukan di pekarangan rumah, itu pun jarang. Mungkin karena itu buah ini termasuk buah-buahan langka. Tapi aku pernah liat di tv, buah ini ada di tanam di kebun raya Bogor. Waktu aku KKL di PPLH Seloliman, buah ini juga ditanam di sana. Sayangnya kata petugas di sana pohonnya belum pernah berbuah, padahal pohonnya sudah tinggi besar. Padahal pohon-pohon namnam sebesar itu yang pernah kulihat sudah berbuah berkali-kali. Jadi waktu kuceritakan aku pernah makan buahnya mereka penasaran banget. Tapi berhubung aku lama banget gak pernah liat pohonnya jadi rada lupa apakah namnam yang dimaksud seperti namnam yang kutau.
Katanya sih namnam buah Kalimantan. Tapi seperti kebanyakan buah-buah lokal dan langka lainnya, kayak kasturi (Mangifera casturi), pampakin (Durio kutejensis), ramania/gandaria (Bouea macrophylla), rambai (Sonneratia caseolaris), hambawang (Mangifera foetida), kuini (Mangifera spp.), gitaan (Leukconitis corpidae), kapul, tarap, balangkasuwa, mundar (Ipomoea batatas L.), dll, refrensi tentang buah ini susah banget didapat. Bahkan sekadar tuk cari nama ilmiahnya. Jadi sulit untuk tau kayapa persebaran dan habitatnya. Mereka dikenal oleh masyarakat banyak saja syukur coz kenyataannya banyak yang gak tau. Aku sendiri waktu baca buku yang isinya menyebutkan bermacam-macam buah-buahan rawa Kalimantan banyak yang gak aku tau. Gak salah kalau banyak mahasiswa yang gak berani bikin skripsi tentang buah-buahan ini, termasuk aku :)

Be a backpacker at Bali

Sabtu, 14 Juli 2007, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Pulau Dewata. Aku pergi sama 3 kawan dan 1 adik tingkatku di kampus (aku cewek sendiri). Tujuan utama adalah Kota Singaraja, dimana kami akan mengikuti rapat koordinasi Ikatan Mahasiswa Geografi Regional Jawa Bagian Timur di STIKIP PGRI Singaraja yang sekarang berubah menjadi Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSA).
Pergi dari Pelabuhan Ketapang sekitar jam 3 sore WIB. Sesampainya di Pelabuhan Gilimanuk, kami mampir sebentar tuk sholat Ashar lalu cari angkutan di terminal Gilimanuk. Kesan pertamaku, “Ya ampyun, ni terminal kok sepi amat!!” penumpang yang ada bisa dihitung dengan jari dan alhasil hampir Isya angkutan (bus bison) kami baru penuh dan mulai bergerak menuju Singaraja. Selama menunggu di terminal, kami kenalan dengan seorang cowok, Agung namanya. Mahasiswa (DO) ITS yang lagi pulkam. Benar kata Ibn Battuta. Traveling- it makes you lonely, then gives you a friend. Sambil sama-sama menunggu kami ngobrol banyak. Cerita pengalaman dia menaiki banyak gunung yang ada di Pulau Jawa, termasuk Gunung Ijen dengan kawahnya yang indah banget (hiks, sayang gak jadi ke sana. Padahal aku pingin banget!!) dan Gunung (Bukit) Panderman (satu-satunya gunung di Jawa yang pernah kunaiki, itupun pakai acara hipotermia ) yang baru aku tau ternyata juga dijuluki gunung kondom coz banyak yang pacaran di sana dan gak jarang banyak yang membuang kondom di sana (aku juga dengar aja, gak pernah lihat coz ketika di sana aku gak merhatiin. Di sepanjang jalan naik aku terlalu sibuk merhatiin jalan dan puluhan kunang-kunang yang udah lama banget gak aku lihat. Di puncak aku gak jalan-jalan di sekitar tenda, apalagi ngintip-ngintip orang pacaran. Aku sendiri nangis dan teriak-teriak kayak orang kesurupan gara-gara kedinginan → hipotermia. Besoknya aku terlalu hepi coz bisa lihat kota-kota yang terhampar di bawah gunung. Berdiri sejajar dengan gumpalan awan lagi! Mana sempat aku nyari-nyari kondom bekas, hHe ^.^v).
Selesai acara di UNDIKSA, kami langsung meluncur ke Denpasar. Ternyata kami kembali bermasalah dengan angkutan. Di terminal, kami juga harus menunggu sekitar 2 jam hingga si bison penuh baru bisa berangkat. Oich, biaya angkutan di Bali tuh mahal yach?! Gilimanuk-Singaraja aja lebih mahal daripada Malang-Banyuwangi naik kereta. Terbukti lagi ketika kami sampai di Ubung. Mau ke Tuban aja harus meronggoh kocek lumayan bagi kalangan backpacker pas-pasan kayak kami ini. Udah pas-pasan, gak berpengalaman lagi! Untungnya gak ada kendala berarti menimpa kami selain masalah angkutan. Well, di Kuta akhirnya kami memutuskan untuk kemana-mana jalan kaki, termasuk ke Joger. Selama di daerah pantai Kuta, cuman bisa ngiler coz apa daya gak ada duit tuk bergaya ala orang-orang tajir (ngopi di starbuck, makan di resto, cobain game yang bayarnya ratusan ribu, shoping pakaian merk terkenal, dan nongkrong di hard rock) ^.^v.
Sayangnya selain duit yang pas-pasan waktu kami di Bali pun hanya sebentar karena harus balik ke KKN-an. Jadi, waktu lewat di Danau Buyan dan Danau Bratan, kami hanya bisa gigit jari karena gak bisa mampir, walau sekedar foto-foto . Daerah Bedugul yach yang sering berkabut itu? Waktu lewat sana jadi ingat masa-masa Banjarmasin (kalau kayak tahun kemarin satu Kalsel malah) dipenuhi kabut. Mana dingin banget! Aku sampai menggigil, apalagi saat itu sedang hujan. Mana kakak angkatku yang tinggal di Bali juga gak bisa ngantarin jalan-jalan coz kami ke sana pas hari kerja. So, Cuma bisa ketemuan bentar deh.
Bali itu indah banget, terutama di pedesaan dan dataran tingginya. Soalnya daerahnya masih asri. Bentang alamnya menarik banget tuk dipandang. Apalagi jalannya mulus, aspalnya gak pakai acara tambal sulam pula! Yang umat Hindu, di depan rumahnya pasti ada pura. Kata dosenku yang asli Bali, rumah-rumah penduduk Bali gak ada yang melebihi tinggi pohon kelapa (aku lupa alasannya). Sayang saat itu beliau baru saja terbang ke Malaysia tuk melanjutkan studi (kalau beliau ngajar, terutama mata kuliah geografi pariwisata, aku suka banget nyimaknya. Soalnya beliau sering cerita tentang banyak tempat menarik di Indonesia yang pernah beliau datangi). Kalau gak, pasti asik&berkesan banget kalau saat di sana kami jalan-jalan sama beliau.
Sebulan kemudian aku bekpek-an lagi. Tepatnya 24 Agustus 2007. Masih ke Bali, tapi sama kawan-kawan KKN. Kali ini berdelapan, tapi cewek semua! Kami niat banget ke Bali soalnya selama KKN kasarnya kami gak pernah refreshing kemana-mana (batal ke Ijen, hiks ). Masak hampir setiap hari yang diliat pulaunya doank, padahal tinggal nyebrang. Terserah deh ke Bali naik apa, tidur di mana, dan ke mana aja. Yang penting bisa jalan-jalan di Bali! Habis nunggu terencana dan terorganisir kayaknya ribet banget. Dan itu pun ternyata bikin keributan di KKN-an. Kami baru dapat izin sehari sebelum balik ke Malang. Dengan kebersamaan, semangat 45, dan iringan lagu Kemesraan dan Lembayung Bali, kami pun travelling dengan riang. Bikin iri Mba Wowon, anak KKN WAJAR di Banyuwangi juga tapi beda kecamatan coz mereka gak ada acara kemana-mana after kerja keras selama lebih dari dua bulan.
Kami nyebrang nebeng salah satu feri (kapalnya bagus dan bersih). Kok nebeng? Soalnya kami naik gratisan :p Kebetulan salah satu kawanku kenalan sama pemiliknya waktu cari dana buat seminar KKN kami. Nah, beliau nawarin kalau mau ke Bali hubungin aja biar bisa nyebrang gratisan, hHe... Kami pun akhirnya berlarian sampai diliatin orang-orang di pelabuhan karena waktu kami datang ferinya udah mau berangkat . Di Gilimanuk, di pos pemeriksaan orang –orang yang mau masuk-keluar Bali, dia yang gak bisa liat polisi muda dikit aja langsung sempatin kenalan sama para polisi yang jaga di sana. Tambah kenalan gitu deh. Hitung-hitung kalau kami kenapa-kenapa di sana ada orang yang bisa dikontak . Kami ke Denpasar naik bis. Berkat dia juga ongkos bis kami cuman 15 ribu (cowok-cowok dari Yogya yang satu bis sama kami cuman berhasil nawar sampai angka 18 ribu). Dia mengistilahkan kemampuan ini dengan kata ”jual diri”. Kata dia, kalau mau sukses jadi seksi pencari dana atau humas harus pintar jual diri biar segala urusan lancar. Selain itu, biar gak shock dan tahan banting kalau tiba-tiba ada yang beneran nawar! Soalnya emang kejadian. Waktu dia cari dana, ada bapak yang ngajakin kencan. Nganggap dia ayam kampus gitu deh. Dia ketawa aja nanggapinnya (walau dalam hati kasian banget sama istri dan anaknya karena punya suami dan bapak bejat kayak dia), toh tujuannya mau jual diri kok. Kalau ada yang mau beli berarti sukses!! Padahal ada kawan KKN lain yang jadi seksi pencari dana juga diperlakuin gitu nangis, gak terima kalau dia dianggap ”ayam”.
Sepanjang perjalanan, namanya sekumpulan cewek, eror lagi! Pastilah rame. Cowok-cowok dari Yogya yang duduk di depan kami aja sampai ketawa, heran, plus takjub waktu diceritain apa motif dan tujuan kami ke Bali. Sayang lagi-lagi aku gak sempat nikmatin matahari tenggelam di Kuta gara-gara sampainya kemalaman. Jadi sesampainya di Ubung kami langsung carter angkot ke kontrakannya kawanku yang doyan jual diri itu (selama di Bali dia PJ-nya ^.^v). Berhubung udah malam, capek, gak dapat motor sewaan, akhirnya kami cuman nonton tv (yang selama di KKN-an jadi barang mahal coz posko kami gak ada tv-nya). Besoknya, setelah subuhan kami jalan kaki dengan tujuan pantai Sanur, mau liat matahari terbit. Karena cukup jauh, kami sampai saat hari sudah terang. Itupun gak persis di pantai Sanurnya. Sempat sedih coz kami pikir ketinggalan matahari terbit, baru mau selonjoran kaki di pasir pantai tiba-tiba matahari perlahan naik di ufuk barat. Well, rezeki kami mungkin. Kami pun kegirangan gak jelas kayak gak pernah lihat matahari selama setengah tahun (kayak di kutub aja). Setelah puas, kamipun kembali berjalan kaki menelusuri jalanan Sanur. Lagi-lagi kami gak dapat motor sewaan (buat turis domestik rada sulit ya?! Atau kebetulan aja kami gak dapat coz lagi musim turis datang ke Bali?). Kami pun mutusin carter angkot ke Sukowati (tujuan utama tentunya beli bed cover!). Sebenarnya sih belum puas blanja, berhubung waktu mepet coz kami harus sampai di Banyuwangi sebelum malam, kami pun harus bergegas (apalagi jadwal kami udah molor gara-gara cari motor sewaan dan keasikan blanja di Sukowati ). Untungnya selama diperjalanan kami ngontak dosen yang ditugasin buat jemput rombongan KKN. So, walau telat-telat dikit (termasuk pakai jurus jual diri, hHe...) kami gak kena marah. Beliau maklum kalau kami minta waktu buat refreshing setelah kerja keras. Alhamdulillah kami selamat selama travelling. Karena pulang-pergi Bali nyebrang gratisan, tidur gratisan di kontrakan kawan, pulang dari Bali kami bawa banyak kresek dengan bawa duit pembagian hasil kerja keras di KKN-an yang terbilang pas-pasn, akhirnya kami istilahkan travelling kami dengan nama wisata kresek. Yach, sedikit di bawah level wisata ala ransel lah ^.^v.
Inilah hidup. Selagi masih bisa buy experience (walau kayaknya susah tuk sekalian ngelepas buy things, hHe...), kenapa gak. Apalagi kalau jarang-jarang bisa dilakuin. Well, kapan lagi yach aku bisa kayak itu?!