Thursday, July 23, 2015

Gua Batu Sawar



Gua Batu Sawar terletak di Desa Salak, Kecamatan Birayang, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Gua ini belum terlalu populer sehingga cukup sulit menemukan gua ini jika pergi tanpa ditemani penduduk lokal atau teman yang pernah kesana. Simpelnya, gua ini belum dikelola oleh penduduk agar dapat menjadi obyek wisata yang menghasilkan.
Gua Batu Sawar, Desa Salak, Kec. Birayang, Kab. Hulu Sungai Tengah
Aku sebenarnya sudah lama ingin ke Gua Batu Sawar. Libur hari raya Idul Fitri kemarin akhirnya kesampaian juga, dengan Yadi, Dayat, dan Ifit yang kami kenal melalui komunitas Backpacker Satayuhnya Barabai sebagai pemandunya.
Kami pergi menggunakan sepeda motor. Trip menggunakan sepeda motor memang lebih disarankan agar bisa memarkir kendaraan tidak jauh dari kaki bukit menuju gua. Dari Kota Barabai ambil jalan menuju Kecamatan Birayang. Sampai perempatan pasar Birayang, tanya saja penduduk sekitar jalan menuju Desa Batu Tangga. Perjalanan menuju Desa Salak cukup mengesankan karena sesekali di kiri jalan kita disuguhi aliran sungai berbatu yang masih jernih, juga sebuah bendungan yang pada hari libur cukup ramai didatangi penduduk untuk berwisata.
Memasuki Desa Salak, tidak jauh dari Poskesdes akan ada jalan setapak yang disemen di sebelah kanan jalan. Jalan setapak bersemen itu akan berakhir di jembatan ayun kecil yang menghubungan dengan jalan setapak di seberangnya. Sampai di titik trekking pertama, sepeda motor bisa diparkir kemudian perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menembus belukar. Yap, jalur menuju Gua Batu Sawar memang akan menguras tenaga. Terutama bagi yang rempong seperti aku. Penggunaan sarung tangan dan tali temali disarankan agar memudahkan perjalanan karena melewati jalur menanjak dan menurun yang curam atau terjal.

     
          Jika bau menyengat kotoran kelelawar mulai tercium maka mulut gua sudah dekat. Berhubung belum banyak gua yang pernah kumasuki, memasuki Gua Batu Sawar yang memiliki ruangan besar dengan tumpukan bebatuan dan langit-langit yang tingginya entah berapa puluh meter membuatku terkesima.
pintu masuk gua batu sawar
Gua Batu Sawar terdiri dari dua ruangan besar. Ruangan pertama memiliki dua lubang besar di langit-langitnya sehingga sinar matahari dapat masuk dan menerangi gua. Bebatuan yang ada pun berukuran besar-besar berwarna kuning dan hijau. Ruangan kedua cahayanya remang-remang. Masuk ke ruangan kedua disarankan untuk menyalakan senter agar tidak terpeleset saat berjalan di bebatuan yang diselimuti kotoran kelelawar. Bagian ujung ruangan terdapat lubang besar (mulut gua) yang mengarah ke tebing. Dari sana kita akan disuguhi pemandangan alam Pegunungan Meratus diselingi kebun atau ladang yang diolah oleh penduduk kampung.

mulut gua di ruangan kedua
       


empat gadis cilik yang bersama kami di gua batu sawar
Saat itu, tidak lama setelah kami sampai di Gua Batu Sawar ada pengunjung lain yang datang. Tidak tanggung, pengunjung lain itu adalah empat orang gadis cilik yang kutaksir baru duduk di kelas 4-5 SD tanpa didampingi orang dewasa. Aku jadi teringat ketika naik ke puncak Ambilik di Desa Batu Panggung, Kecamatan Haruyan. Saat itu kami dipandu oleh anak-anak SD melewati tebing curam dan terjal yang membuatku hampir menangis, padahal anak-anak itu naik dan turun Bukit Ambilik dengan santainya, bahkan sambil berlarian (._.”). Mungkin karena Bukit Ambilik, termasuk juga Gua Batu Sawar ini adalah lokasi bermain mereka, sampai orang tua mereka pun tidak khawatir ketika mereka bermain ke tempat berbahaya seperti ini.
Berkat media sosial seperti facebook dan instagram, Gua Batu Sawar mulai dikenal anak-anak muda di Kalimantan Selatan yang suka petualangan. Sayangnya, tidak semua yang datang ke gua ini berperilaku ramah lingkungan. Coretan hasil vandalisme dapat dilihat dengan jelas di dinding dan batu dalam gua. What a stupid do! Jangan dicontoh yaa…
Sebenarnya hari itu selain ke Gua Batu Sawar kami juga ingin bertandang ke Bukit Batu Kincir di Desa Nateh yang lokasinya tidak jauh dari Gua Batu Sawar. Berhubung stamina sudah terkuras, belum makan siang, dan hari semakin sore, kami mengurungkan niat untuk kembali mendaki. Setelah membersihkan diri di sungai dan mampir di warung untuk makan siang, kami pun kembali ke Kota Barabai. Semoga selalu diberi kesehatan agar bisa kembali mengeksplorasi keindahan kampung halaman tercinta.
Bukit Batu Kincir yang tepat berada di belakang *tapi udah kecapekan*

Bukit Batas, Riam Kanan




Bukit Batas mungkin sudah tidak asing di telinga para pejalan di Kalimantan Selatan. Bukit yang menawarkan pemandangan waduk Riam Kanan ini memang eksotis. Jika hari cerah, kita dapat melihat sunrise dan sunset dari puncaknya. Saat berkemah di sana pun kita dapat menikmati ribuan bintang-bintang di langit karena lokasinya memang jauh dari gemerlap lampu-lampu kota.


Bukit Batas terletak di Desa Tiwingan Baru, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Dari Kota Banjarmasin bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat dan dua sekitar 1,5 jam perjalanan ke arah Kota Banjarbaru. Sampai di bundaran Banjarbaru, ambil arah ke SPN kemudian ikuti saja jalan rayanya sampai akhir karena ujung jalannya berada di dermaga penyeberangan menuju desa-desa yang tersebar di sekitar waduk yang resminya bernama Ir. P.H.M. Noor ini.
Aku pertama kali ke Bukit Batas setahun yang lalu, tepatnya pada 1 – 2 Agustus 2014. Bersama kawan-kawan dari South Borneo Travellers sebanyak 25 orang kami berkemah semalam di sana. Untuk kedua kalinya pada 3 September 2014 bersama kawan-kawan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Geografi Kota Banjarmasin tapi tidak menginap. Terakhir sebelum bulan puasa kemarin, tepatnya 23 – 24 Juni 2015 bersama adik, pacar, dan beberapa teman.

kemping seru with SBTers

Dalam setahun Bukit Batas memang banyak perubahan. Dulu, saat masih jalur lama (memutar), trekking santai ke puncak bukit ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam. Di jalur yang sekarang (lewat kampung), waktu tempuh trekking jadi lebih singkat hampir separuhnya. Sebelum Bukit Batas menjadi primadona, jika ingin berkemah di puncak harus membawa peralatan dan perbekalan sendiri. Sekarang ada beberapa penyelenggara open trip siap mengakomodasi apabila ingin berkemah disana. Jika tidak kuat trekking, tinggal hubungi ojek untuk diantarkan ke puncak dengan ongkos Rp 50.000 sekali jalan. Apabila tidak ingin ribet bawa perbekalan dan perlengkapan kemping pun sekarang tersedia persewaan terpal dan warung yang stand by 24 jam bagi mereka yang ingin bermalam di Bukit Batas. WC darurat pun tersedia dan air untuk bilas bisa dibeli di pemilik warung yang menyediakan air bersih dalam botol-botol mineral berukuran 1 liter.
Bukit Batas, 3 September 2014
Saat lagi ramai-ramainya, Bukit Batas bisa dipenuhi oleh lebih dari 500 orang. Terutama pada malam minggu dan hari libur. Inilah yang membuat penduduk kampung membentuk pengelola Bukit Batas agar tetap terjaga dari tangan-tangan pengunjung yang tidak ramah lingkungan. Namun, berdasarkan hasil obrolanku dengan bang Fakhry dari CAMP outdoor rent, salah satu penyelenggara open trip Bukit Batas, popularitas Bukit Batas akhir-akhir ini agak berkurang. Mungkin karena sekarang banyak bermunculan lokasi berwisata lainnya, baik di sekitar waduk Riam Kanan, Mandiangin, dan wilayah lainnya di Kalimantan Selatan yang tidak kalah nge-hits dan kekinian untuk didatangi.
Sayangnya, saat kami berkemah di sana, cuaca sedang kurang bersahabat. Tidak bisa melihat sunset dan sunrise, bahkan pagi sebelum kami kembali ke dermaga hujan sempat turun dengan derasnya. Bukit Batas yang diselimuti kabut seakan berubah menjadi Silent Hills. Hahahaa…

Bukit Batas Berkabut
foto bareng sebelum pulang (^_^)
Semoga Bukit Batas terus menjadi tempat yang indah dan asyik untuk dikunjungi baik bersama teman, sahabat, maupun orang-orang tersayang. Tidak hanya Bukit Batas, semoga obyek-obyek lainnya di wilayah waduk Ir. P.H.M. Noor semakin banyak dikenal dan menarik banyak wisatawan untuk mengunjunginya.