Thursday, June 21, 2007

Before gtg KKN-an…

Libur panjang ini aku kada bulik. Aku KKN, diterima di program percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun dan ditempatkan di Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Malam ini aku berangkat dan baru balik 25 Agustus, beberapa hari lebih panjang dari KKN yang non WAJAR. Aku sekelompok dengan 3 orang kawan sejurusan, 1 orang kawan (angkatan 2003) satu UKM (UKM Penulis. Untuk UKM entahlah apa aku masih bisa disebut anggota atau gak, soalnya aku gak pernah lagi ke sana ^.^v), dan satu kawan baru tapi sama-sama Urang Banjar . Kawan-kawan sekelompokku yang lain sejauh ini asik dan baik-baik. Semoga kami bisa jadi tim yang solid, selama bahkan sampai setelah KKN selesai.

Ada enam ruang lingkup kegiatan KKN Wajar yang harus kami laksanakan, yaitu penciptaan hubungan harmonis antara masyarakat dan pemerintah (buat kesepakatan dengan stakeholders sana), pendataan dan pemetaan Wajar Dikdas 9 tahun (mendata siswa usia SD-SMP dan membuat peta gugus pendidikan dasar), sosialisasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun (kampanye/penyuluhan gitulah ke masyarakat atau calon peserta didik), peningkatan daya tampung (kayak bikin USB alias Unit Sekolah Baru, SD-SMP satu atap, kejar paket B, pondok salafiah, dan semacamnya gitu deh), peningkatan mutu pembelajaran, dan membantu pengembangan kelembagaan. Kayaknya bakal melelahkan dan penuh tantangan gitu deh! Hope i can pass it easily, amin. Soalnya aku kan asing banget dengan daerah itu, apalagi tugas terpenting yang bakal tentuin suksesnya KKN kami adalah banyaknya siswa yang bisa kami giring untuk back to school supaya angka APK dan APM daerah kami KKN naik, mencapai/lebih dari standar yang ada (95%).

KKN ntar adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Banyuwangi. Dari yang kudapat waktu pembekalan, daerah yang kutempati itu bersifat kekotaan coz dari sembilan daerahnya, 5 diantaranya berstatus kelurahan (yang lain desa). Tapi gak tau deh kayak apa kondisi desa yang paling jauh, yang ada di daerah Gunung Merapi ntuh…. (duh, bisakah slama di sana aku ngenet?!). Semoga aja kost-kostan kami kada jauh dari Banyuwangi (jar Korcamnya sih kada jauh amat, 9km-an lo, hHe…). Semoga juga bisa main ke Bali (yach, minimal sampai Gilimanuk trus balik lagi :p).

Penduduknya mayoritas suku Madura, Using (penduduk asli Banyuwangi), dan Jawa (so, tipis banget kemungkinan ketemu urang Banjar di sana, hHe…). Semoga aku gak bermasalah dalam hal adaptasi, slain beda budaya, yang paling ulah stres tuh adalah bahasa! Jangankan Madura/Using, Jawa aja aku masih banyak nganganya, padahal dah 3 tahun di Jawa… :p Katanya sih Banyuwangi tuh terkenal akan santetnya. Duh, semoga aja gak perlu berhubungan dengan hal-hal seperti itu. Semoga aku selalu dalam lindungan Allah SWT, amin.
Tadi pagi upacara dan pelepasan KKN-an. Yang ditempatkan di dekat-dekat sini (di sekitar Kota Malang) pertama brangkat, malamnya kami (rombongan Bnyuwangi), besoknya rombongan Pasuruan, Blitar, dan Malang yang agak jauhan (kalau kada salah...). Ujarnya sih Banyuwangi panas. Lumayanlah dibandingkan Malang, apalagi sekarang Malang lagi dingin-dinginnya. Jadi mungkin gak perlu bawa sweater tebal kesayanganku. Puff, tapi belum selesai packing ih! Gak ada yang bakal antar ke kampus lagi ntar malam (kecuali Eqy kawa dipaksa tuk jadi ojek!!), habis bawaan banyak banar.

Oich, apa jadinya jaket KKN aku lah? Tapi pada pakai jaket yang super big. Semoga aja bagus. 20 ribu tuh larang kan tuk biaya ngecilin jaket?! Habis, biasanya kalau urusan yang berkaitan dengan jahit-menjahit kan tinggal serahkan ke Mama. Bisa dipantau dan dah dijamin kayapa hasilnya (hHe…, promosiin Mama sendiri. Ya dunk, desainer pribadiku…!). Semoga da banyak crita menarik yang ntar bisa di post. Pokoknya, to semuanya deh termasuk aku sendiri, semoga KKNnya lancar, segala urusan dipermudah, sehat dan baik-baik aja selama KKN, dan dapat nilai A!! Met KKN to semua…!!

Saturday, June 9, 2007

Cewek Gila Shoping

Aku pernah menanyakan satu hal ke kawan dekatku (cowok), dua hal– rokok dan bokep – apa gak bisa lepas dari kehidupan Co seperti halnya shoping dan ngegosip (Mmm, kayaknya lebih tepat ngrumpi deh. Ngerumpi kan bisa banyak hal, kalau ngegosip konotasinya negatif gitu…), kalau di kehidupan Ce? Then he say, “maybe, yap!”. Setelah ditelusuri lebih jauh, mayoritas kawanku yang berjenis kelamin Co memang menjadikan ngerokok dan nonton bokep tuh seperti suatu kebutuhan. Setelah ditelusuri lebih jauh juga (obyek awal ya diri sendiri, uma, ading, para uwa bini, dan paacilan, baru berlanjut ke kawan-kawan), mayoritas Ce tuh juga gak bisa lepas sama yang namanya ngerumpi dan shoping!!

Aku lagi gak mau bahas soal rokok, apalagi bokep coz aku gak ngerti tentang itu. Aku mau bahas yang dekat banget sama kehidupan aku, kehidupan para Ce. Aku mau bahas tentang shoping (kalau ngrumpi, walau suka tapi aku bukan ahlinya).

Sudah lama sih aku sadar kalau Ce itu gila shoping, tapi baru benar-benar merasa “lucu” Senin lalu. Saat itu hari pertama ujian akhir. Sepulangnya, aku ngajak Mita pergi ke mal dekat kampus. Sebenarnya sih aku cuman nyari gantungan kunci, tapi Mita ngajak masuk ke salah satu outlet di mal itu. Nah, di sanalah kami melihat mahkluk bernama Ce (segala umur deh!) lagi ngumpul. Bukan buat ngerumpi, tapi milih-milih baju. Kalap gitu deh kelihatannya. Penasaran, akhirnya kami datangin. Ternyata lagi ada diskon 75%! Naluri Ce kami langsung aja on. Dengan kalapnya kami pun ikut mengobrak-abrik barang “bermerk” yang murah meriah itu. Padahal saat itu kami sama-sama belum dikirimi uang jajan sama ortu!! Tapi yang namanya Ce, kere kayak kami lagi (well, yang berduit aja pasti ngiler liat barang bagus dan murah, apalagi kami!!), kalau gak beli rasanya rugi! Kan gak setiap hari diskon besar seperti ini, hHhe… setelah beranjak dari kasir kami pun langsung pulang, takut kalap liat barang bagus lainnya ^.^v

Jadi ingat juga kejadian beberapa waktu lalu. Saat itu aku lagi BT sama kawan dekatku. Habis dia jarang jalan sama aku, padahal dia cuma beberapa hari di Malang. Sebagai pelariannya, mumpung saat itu di dompetku ada uang lumayan banyak ya sudah, ajak ading ke mal, shoping deh!! Kebetulan sebelumnya kami lihat ada barang yang bagus. Mau beli saat itu gak enak coz lagi jalan sama makhluk bernama Co (aku salut banget sama Co yang setia nemenin Ce-nya shoping coz itu adalah hal yang cukup langka! Contoh: Abahku bakal ikut istri dan anak-anaknya shoping kalau dia juga ada yang mau dibeli. Kalau gak, dia lebih suka ngasih uang dan sendirian di rumah. Nonton tv atau tidur!). Pastinya, ada banyak Ce lain yang melakukan hal sama. Contohnya: Umaku and her gank (ibu-ibu komplek). Saat mereka lagi jablai (sering di tinggal suami tugas keluar kota/tugasnya lama gitu…), apalagi kayak umaku yang anak-anaknya nun jauh di sana, uang di tangan ya untuk diri sendiri. Dengan kompaknya mereka shoping bareng ke mal atau pusat perbelanjaan lainnya. Syukurnya umaku tetap ingat sama anak-anaknya. Kalau gak pakaian jadi, seperti biasanya, uma beli kain dan bikinin kami pakaian. Umaku bahkan pernah kirimin kami beberapa kalung bikinan sendiri. Kreativitas ibu-ibu jablai gitu… Shoping memang salah satu obat yang mujarab untuk hilangin rasa sedih, sepi, dan BT bagi para Ce. Ya kan?!

Friday, June 1, 2007

TEMU TEMAN BANJAR…

19 Mei semalam di acara Temu Teater Mahasiswa Nusantara (Temu Teman) yang diselenggarakan di UIN (Universitas Islam Negeri) Malang, kawalan dari Forum Apresiasi Seni (FAS) Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarmasin mementaskan panting bercerita berjudul Kerajaan Tulalit. Selain dari FAS, katanya dari Banjarmasin masih ada 2 kontingen yang ikut. Aku sih sempat lihat anak poltek main waktu happening art di Museum Brawijaya. Waktu itu mereka join sama FAS. Bukan komedi sih yang ditampilin, tapi cukup ulahku merinding. Ceritanya kan tentang kemarahan orang bukit akibat hutan mereka (Kalimantan) di gunduli. Jadi mereka mengancam akan mengirim mantra, parang maya, atau wisa kepada siapapun yang merusak alam mereka. Tapi waktu pementasan komedi kontemporer, berhubung yang kukenal cuma anak-anak FAS, aku juga gak tau jadwal pementasan yang lainnya, jadi aku nontonnya ya pementasan FAS saja. Mereka pentas jam 11 malam! Untungnya ada kawan kuliah yang bersedia membagi kamar kostnya denganku karena walaupun malam Minggu, jam malam kostku sampai jam 10 (kalau hari lain cuma sampai jam 9).

Cara menarik perhatian para penonton saat itu cukup unik. Supaya yang nonton gak cuma anak-anak Banjar, para artis pergi bareng ke tempat pementasan diiringi alunan musik panting. Nah, sembari jalan ke tempat pementasan ngajakin kawan-kawan lain untuk nonton. Melihat alunan musik dan kostum para artis yang (mungkin) terkesan asing, tentunya mereka penasaran dan berniat untuk nonton. Skenarionya pun dibawakan berbahasa Indonesia supaya kawan-kawan yang gak ngerti Bahasa Banjar bisa ngikutin ceritanya. Pikirku, yang berbahasa Indonesia saja benar-benar mengocok perut apalagi yang berbahasa Banjar, tentu akan lebih gila-gilaan.

Panting? Itu nama alat musik tradisional suku Banjar. Sayang aku gak bisa main gitar (yang artinya juga gak bisa main panting, asal petik doank!) dan gak sempat berfoto pura-pura main panting karena saat itu semua kru sedang sibuk siapin pentas karena jujur, seumur-umur baru itu aku megang panting! Gak apalah, yang penting aku tahu dan pernah pegang panting.

Aku yang sudah lama gak liat pementasan teater, terutama yang bernuansa Banjar, benar-benar menikmati pementasan tersebut. Aku juga sudah lama banget gak liat FAS main. Waktu SMA, anak-anak FAS ngelatih teater skul ku, Teater Perak. Sampai sekarang malah. Jadi sedikit banyak aku kenal dan pernah nonton pementasan mereka, apalagi beberapa kawanku pas kuliah ini join di FAS. Skenario favoritku adalah Pambakal Ibad! Karakter favoritku, siapa lagi kalau bukan Utuh Linun yang sok pintar dan Jarni yang polos abis!! Kawalan teater yang kukenal tuh rata-rata eror, urat malunya sudah putus semua! Dekat sama mereka pasti pinginnya ketawa. Ada... saja ide atau kelakuan mereka yang aneh, lucu, dan ajaib! Jadi gak perlu nonton extravaganza kalau mau ketawa ^.^v Kalau kampus extravaganza audisi di Banjarmasin, pasti seru banget kalau mereka umpatan juga.

Saat pementasan kemarin banyak kawan-kawan Banjar baik yang kuliah di UIN dan bukan UIN juga nonton. Ceritanya kan dua arah gitu (para pemain bisa berinteraksi dengan penonton), celotehan berbahasa Banjar seperti “cupu karing”, “raja kaka nih!”, dan lain-lain pun baik dengan logat pahuluan atau kuala keluar satu persatu bikin penonton yang bukan Banjar heran dengan apa yang kami ucapkan. Nyahutin apa kata pemain lah, ngomentarin Adit yang saat itu berperan jadi penasihat/wajir yang kalau lagi nari japin seksi banget lah, si pangeran ke-3 (ku lupa tanya siapa namanya) yang make upnya culun banget dan aktingnya yang asli cengeng dan polos banget lah!! Banyak deh dan seru abis. Yang menarik, setelah pementasan selesai banyak anak yang bukan Banjar minta ajarin bejapin gara-gara liat semua pemain di setiap scene selalu bejapin. Japin itu salah satu jenis tarian khas Banjar. Gerakannya simpel, jadi gampang buat dipelajari. Waktu SMA pernah sih sekali bejapin pas jadi penari di pementasan Mamanda, tapi setelah itu gak pernah lagi. Aku jadi pingin sering menari Banjar lagi seperti waktu TK-SD.

Saat nonton pementasan itu terasa kebersamaan antara para mahasiswa Banjar yang kuliah (madam) di Malang. Yah, papadaan gitu lah! Padahal banyak yang gak saling kenal. Setelah pementasan sih banyak juga yang saling kenalan, tapi belum tentu setelah itu ketemu di jalan masih saling mengingat. Coba sering-sering seperti ini, pasti rasa homsik bisa sedikit terobati karena di madam ternyata banyak bubuhan Banjar. Silaturahim bubuhan Banjar pun gak cuma dengan kawalan lawas, sekampus, atau sepermainan jadinya. Sakakali, adain juga pank kagiatan baramian sagan bubuhan Banjar sa-Kalsel, jadi kawa bakumpulan.

Cerita dari KKL III GEOGRAFI ANGKATAN 2004 DI PPLH SELOLIMAN, MOJOKERTO

Mandi ditemani Katak dan Makan Martabak Daun So

Tanggal 2-4 Mei 2007 lalu mahasiswa Geografi angkatan 2004 melaksanakan KKL III di PPLH Seloliman Mojokerto. PPLH Seloliman merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) non komersial yang didirikan tahun 1990. Tujuan utama LSM ini adalah mendorong terwujudnya kepedulian semua lapisan dan golongan masyarakat baik secara sendiri atau bersama terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, sehingga sumberdaya alam yang ada bisa terus dilestarikan, dinikmati, dan diwariskan kepada generasi mendatang. Semua hal yang berhubungan dan terkait dengan lingkungan hidup dengan segala permasalahannya dikaji dan dibahas secara informal, terbuka, dan santai di tempat ini dari berbagai bidang ilmu seperti Biologi, Fisika, Kimia, Geografi, Geologi, juga aspek kehidupan lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Para pendamping pun ramah dan enak untuk diajak sharing. Tidak mengherankan jika yang berkunjung ke PPLH Seloliman ini tidak hanya dari daerah sekitarnya tetapi juga para LSM dan mahasiswa dari luar negeri. Tidak hanya para LSM dan mahasiswa tapi juga pelajar SMA sampai siswa TK.
Berbeda dengan 2 KKL sebelumnya, KKL III ini berupa penelitian baik itu sosial, fisik, ataupun pendidikan. Penelitian yang dilakukan berupa persepsi masyarakat sekitar terhadap keberadaan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman. Mahasiswa dibagi beberapa kelompok untuk menanyai responden yang tersebar di tiga desa di sekitar PPLH. Karena banyak mahasiswa Geografi yang tidak bisa Bahasa Jawa (tentunya karena berasal dari luar Jawa atau mahasiswa asal Madura yang gak bisa Bahasa Jawa), mereka ditemani oleh mahasiswa asal Jawa supaya tidak kesulitan saat melakukan wawancara dengan masyarakat sekitar (kalau respondennya hanya bisa bahasa Jawa kan gawat!). Dari hasil penelitian, sebagian besar masyarakat menyebutkan bahwa keberadaan PPLH sangat menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung. PPLH membina masyarakat untuk ramah terhadap lingkungan, salah satu caranya dengan pertanian ekologis dan organik serta pemanfaatan tanaman obat sebagai pengobatan tradisional/alternatif.
Berkunjung ke PPLH Seloliman merupakan hal yang menarik. Sambil belajar, kita juga bisa menikmati suasana yang masih asri. Semua bangunan di sana didominasi oleh kayu, mengingatkan saya akan rumah-rumah di kampung halaman yang masih didominasi baik dari kayu ulin ataupun jenis kayu lainnya. Arsitekturnya pun menarik karena merupakan gabungan arsitektur Jawa, Bali, dan Jerman dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan. Ada tiga pilihan penginapan yang tersedia, yaitu asrama, guest house, dan bungalow. Menariknya, kamar mandi yang ada di penginapan ini open space. Jadi, sambil mandi kita bisa melihat pemandangan sekitar. Bahkan, saya yang mendapat tempat di guest house setiap melakukan (maaf) kegiatan MCK ditemani oleh katak karena bungalow tersebut dikelilingi oleh water garden. Kalaupun ingin berendam harus waspada kalau-kalau ada katak yang ingin ikutan berendam di bathup.
Di dekat PPLH Seloliman terdapat situs purbakala berupa Candi Jolotundo dengan cerita dan legendanya yang menarik serta mata air berkualitas A. Bagi yang suka hiking, bisa menjelajahi hutan dan menyisiri sungai atau bahkan naik ke Gunung Penanggungan melalui melalui track yang ada. Saat KKL, ada salah satu teman yang sedang hamil juga ikut jelajah alam! Bikin semua teman-teman was-was jikalau terjadi sesuatu. Alhamdulillah, semua baik saja. Hitung-hitung sejak dikandungan mengajarkan anak untuk bertualang dan mencintai alam yang semakin memprihatinkan, baik akibat penebangan hutan dan masalah lingkungan lainnya.
Di PPLH Seloliman ada dua alat komunikasi yang dipergunakan sebagai media informasi, yaitu gong dan pentungan berbentuk ikan. Jika pentungan berbentuk ikan itu digunakan, berarti semua peserta harus berkumpul di aula. Yang paling ditunggu tentu saja ketika gong dipukulkan karena itu artinya makanan telah dihidangkan, siap disantap.
Masakan di PPLH walau relatif lebih mahal tetapi non pestisida dan zat adiktif. Salah satu cerita yang melatarbelakanginya adalah istri manager PPLH pertama yang berasal dari Jerman ketika melahirkan (di Jerman) dilarang untuk menyusui bayinya karena air susunya mengandung pestisida yang notabene didapatnya selama berdiam di Seloliman. Alasan lainnya karena tentu saja makanan non pestisida dan zat adiktif jauh lebih sehat untuk dikonsumsi. Bahan-bahan didapat dari para petani pertanian organik binaan PPLH. Selain itu, secara tidak langsung kita diajarkan untuk disiplin dan solid kepada teman-teman kita karena jumlah makanan yang tersedia jumlahnya sama dengan jumlah peserta. Jadi, kalau kita mengambil lauk dua, maka akan ada satu teman yang tidak kebagian.
Kita benar-benar berwisata kuliner karena apa yang kita makan itulah yang kita rasakan. Kalau istilah salah satu dosen saya, kita makan tidak nguber roso. Tidak makan sayur bayam tapi rasanya ayam. Variasi menunya pun beragam, tinggal pilih sesuai selera dan duit yang tersedia. Sebelum kembali ke Malang, supaya tidak penasaran saya memesan hidangan khas Restoran Alas, restoran yang dikelola oleh PPLH, yaitu martabak daun so (daun belinjo). Saya sempat ditanya apakah saya tahu bagaimana martabak tersebut. Dengan polos saya jawab “Gak. Saya mesan untuk mencoba bagaimana rasanya.” Alhasil, ketika dihindangkan saya shock. Ternyata martabak itu benar-benar berwujud daun so (tidak seperti martabak biasanya deh!) yang dicincang halus dengan campuran telur. Saya sempat berpikir tidak akan bisa menghabiskannya, bahkan jikalau saya seorang vegetarian. Tapi setelah dimakan ternyata enak juga.