Friday, February 27, 2009

Bromo I'm in Love

Rabu, 2 Juli 2008
Setelah 3 tahun di Malang, akhirnya aku menginjakkan kakiku di Gunung Bromo. Aku ikut anak AMKS Mandastana yang sedang kedatangan tamu dari jauh. Nikki Law dari Hongkong dan Andy Barker dari Inggris. Setelah Nikki dan Andy diajak ke Pantai Bale Kambang dan makan di warung acil (Rindang Dandam), sayang banget kan kalau gak berkunjung ke salah satu obyek wisata andalan Jatim yang banyak memikat hati turis mancanegara itu?!

Kami ke Bromo nyarter ELF. 14 orang + 1 supir. Gak semua anak Mandastana ikut. Selain mereka, bubuhan ‘Latik Kelambu’ juga ikutan. Berangkat dari Mandastana jam 1 malam. Kami ambil rute lewat Purwodadi (Pasuruan). Sesampainya di sana, walau gak hari libur ternyata banyak wisatawan yang datang. Lokal maupun mancanegara. Untungnya Zulis meminjamiku jaket untuk menambah pakaian yang telah kukenakan. ‘’Kurang tebal, Ka!’’ gitu katanya. Soalnya, suhu disana rendah banget! Bisa mencapai 10 bahkan 0 derajat Celcius ketika menjelang pagi. Malu dan bikin repot aja kan kalau sampai kena hipotermia. Jadi gak bisa menikmati pemandangan Mahameru yang indah banget juga ntar!!

Kalau ke Bromo di larut malam, tujuan pertama tentulah menikmati sunrise dari puncak Gunung Pananjakan. Untungnya jalur trekkingnya gampang. Habis mampir di warung yang banyak tersedia di sekitar track menuju puncak Gunung Pananjakan, kami pun nyari posisi yang bagus untuk menikmati sunrise. Erornya, saat matahari udah mulai tersenyum, satu per satu cowok Mandastana dan latik kelambu lepas baju dan berfoto bersama di tepian pagar pembatas. Padahal saat itu udaranya masih dingin banget!! Gak semuanya c lepas baju. Tapi aksi itu menarik hati para turis untuk mengabadikannya lewat jepretan kamera mereka. Karena saat itu kami tuh rame banget, sampai ada turis lokal yang mengomentari kami.
‘’Bubuhan Banjar niy dasar heboh!’’ begitu ucap beliau yang mengenali identias daerah kami dari bahasa yang kami ucapkan.
‘’Bapak Banjar juga?’’ tanya Ka Yongki yang saat itu ada di samping aku, gak ikutan lepas baju.
‘’Gak. Tapi aku pernah tinggal di sana. Makanya aku ngerti.’’

Ketika matahari sudah meninggi, sudah memandang Bromo-Batok dan Semeru dari kejauhan, sudah berfoto-foto di Puncak Gunung Pananjakan juga! kami pun pergi ke tujuan berikutnya, Gunung Bromo. Setelah melewati lautan pasir, duduk sebentar di dekat pura yang menjadi tempat ibadahnya suku Bromo Tengger, mulai nih track yang paling sulit. Tracking untuk melihat kawah Gunung Bromo… Panas, berdebu, jauh lagi! Apalagi saat menaiki anak tangganya yang berjumlah 250 anak tangga. Sambil menghitung, sesekali aku saling melempar senyum atau bertegur sapa dengan bule-bule yang melintas, untuk mengungkapkan rasa capek kami melewati track itu.


Bau belerangnya menyengat banget! Akhirnya, setelah menikmati sebentar pemandangan yang disuguhkan kawah Bromo aku menikmati view lain. Gunung Batok yang berdiri gagah di samping Gunung Bromo, pura Hindu Kesodo di antara lautan pasir, … Lagi-lagi cowok-cowok Mandastana berfoto sambil lepas baju. Lucu c, tapi tetap aja gilani ^.^v Andy, Nikki, Ka Batur, Ka Wandi, … menikmati pemandangan dari sudut lain di puncak Gunung Bromo. Aku sempat ngikutin, tapi akhirnya kembali gara-gara sempat takut terpeleset -> jatuh ke lereng ketika melewati daerah yang sempit (makanya turis jarang ke sana). Tapi ternyata setakut-takutnya aku, Ka Yongki dan Ka Zaki akhirnya mengakui bahwa mereka agak takut ketinggian. Jadi, mereka ngajakin untuk segera turun gunung.

Gak seperti waktu naik, aku dengan mudahnya menuruni setiap anak tangga sambil berlari. Beruntung, kami berhasil menawar harga yang murah (25 ribu) untuk menaiki kuda menuju parkiran. Itu pertama kalinya aku naik kuda. Kalau melihat orang c kayaknya gampang. Tapi ternyata susah, nakutin lagi! Aku pun gak pintar-pintar amat untuk menyuruh kudaku berlari. Jadi aku memilih ngobrol d sama penarik kuda yang usianya beberapa tahun di atasku. Seorang pemuda suku Bromo Tengger.

Gak lama kemudian kawan-kawan seangkatanku di Geografi ngajakin untuk liburan, ke Bromo!
‘’Yach, sayang banget! Aku malas ikutan coz barusan dari sana.’’
Alasanku itu sempat diprotes kawan-kawan.
‘’Kemarin kan kamu pergi sama kawan-kawan sesama Banjar. Sekarang kan sama kami. Jadi ceritanya pasti beda,” begitu kata mereka. Apalagi aku tuh personil cewek yang jarang banget gak ikutan kalau Geography Error Adventure travelling.
Tapi tetap saja aku bilang ‘’gak!’’ Kalau ngajakinnya ke tempat lain (Pulau Sempu misalnya), ayoh!! Walau gak banyak yang ikutan, 20 Juli mereka pergi ke Bromo.

Kenapa posting ini kuberi judul ‘’Bromo I’m in Love’’?! Soalnya aku jatuh cinta dengan cowok yang selama perjalanan itu duduk di sampingku. Dia yang menjagaku dan gak membiarkanku jauh dari sisinya (daripada hilang dimakan keramaian wisatawan, susah nyarinya!! ^.^v). Mungkin saat itu adalah satu-satunya kenangan indahku bersamanya. Karena setelah itu, semuanya berakhir sebelum sempat kami mulai T.T


About Mounth Bromo

Gunung Bromo (dari bahasa Sansekerta: Brahma, salah seorang Dewa Utama Hindu), merupakan gunung berapi yang masih aktif dan paling terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Gunung Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter dpl, berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang.

Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi. Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo. Selama abad ke-20, Gunung Bromo meletus sebanyak tiga kali, dengan interval waktu yang teratur, yaitu 30 tahun. Letusan terbesar terjadi pada 1974, sedangkan letusan terakhir terjadi pada 2004.


Bagi penduduk Bromo, suku Tengger, Gunung Brahma (Bromo) dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.

No comments:

Post a Comment