Kecamatan Aranio (3o9’34’’ LS – 3o17’58’’LS
dan 115o7’50” – 115o5’13”) merupakan salah satu kecamatan
yang berada di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan ini
melingkupi 12 desa (diurut dari lokasi kantor desa yang paling dekat ke yang
paling jauh menuju kantor Kecamatan Aranio), yaitu: Aranio, Tiwingan Lama,
Tiwingan Baru, Belangian, Paau, Kalaan, Artain, Benua Riam, Bunglai, Apuai,
Rantau Bujur (20 km), dan Rantau Balai. Desa-desa ini berada di sekitar waduk
Ir. P. H. M. Noor yang lebih dikenal dengan sebutan waduk Riam Kanan.
Aku akan bercerita mengenai kunjunganku ke Desa Rantau
Bujur bersama kawan-kawan yang tergabung dalam South Borneo Travellers.
Kunjungan yang bermakna dan sangat menyenangkan. Sebab, selain untuk travelling (namanya juga komunitas
jalan-jalan), kedatangan kami ke desa ini juga untuk melakukan bakti sosial.
Selasa, 20 Januari 2015.
Pukul sembilan pagi kami berkumpul di dermaga Riam
Kanan. Bang Deddy, Adit, Al, Rama, Hafiz, Fandy, Ega, Dayat, Ucup, Donny,Roew,
Hendra, Aal, Stevan, Zaini, Enoy, Sari, Halimatus, Dwi, Nanda, Denina, Netya,
Ka Ardi beserta istri (Ka Erna) dan anak bungsunya yang berumur 5 tahun
(Azzam), dan tentunya aku. Kami menuju Desa Rantau Bujur menggunakan kelotok yang
sudah kami pesan beberapa hari sebelumnya.
kelotok inilah yang mengantar jemput kami |
berfoto dulu di depan dermaga desa *belum ada plang nama desa* |
makan kuaci menambah keakraban selama diperjalanan |
Perjalanan dengan waktu tempuh 2 jam membuat kami
menikmati banyak pemandangan yang disuguhkan oleh waduk Riam Kanan.
Keramba-keramba nelayan Riam Kanan, pemukiman penduduk, bukit-bukit yang
sekarang menjadi destinasi travellers
lokal seperti Bukit Batas, Bukit Batu, dan Bukit Atawang, aktivitas warga, juga
sapi-sapi yang merumput di daratan/pulau-pulau kecil di area waduk Riam Kanan.
Sungguh mempesona.
Bukit Batu |
Sampai di wilayah Desa Apuai kelotok mulai
meninggalkan waduk dan masuk ke jalur sungai. Tak lama kemudian sampailah kami
di Desa Rantau Bujur. Horeee… Kedatangan kami disambut gembira Pak M. Mukeri, Pambakal (Kepala Desa) Rantau Bujur.
Rumah beliau lah yang menjadi tempat bermalam kami selama di Desa Rantau Bujur.
“Mana foto kita kemarin?” tanya Pak Mukeri pada
teman-teman yang sebelumnya sudah pernah berkunjung ke Rantau Bujur.
foto kunjungan sebelumnya |
Kunjungan mereka saat itulah yang akhirnya membawa
kami datang ke tempat ini untuk trekking
ke Bukit Kapayang dan membawa sedikit buah tangan. Buah tangan berupa buku-buku
untuk perpustakaan sekolah, papan nama desa untuk dipasang di dermaga, papan
nama kepala desa untuk dipasang di depan rumah, sekardus permen coklat dan
beberapa bungkus paket alat tulis yang akan dibagikan kepada siswa-siswa saat
kami berkunjung ke sekolah. Oleh karena itu, kami mengkategorikan trip kali ini
sebagai voluntourism*.
Setelah beristirahat, sholat, dan makan siang, kami
pamit pada Pak Mukeri untuk pergi ke
Bukit Kapayang. Ditemani perang (amang) Anshari yang bertindak sebagai guide dan rinai hujan, kami pergi ke
Bukit Kapayang dengan bersemangat dan penuh warna. Sumpah! Saat itu aku mengenakan
jas hujan warna biru, Adit mengenakan jas hujan warna kuning, Azzam mengenakan jas
hujan warna pink, payung yang kami gunakan untuk melindungi diri dari hujan juga
warna-warni. Penuh warna, kan? :D
kecil-kecil begini Azzam sering trekking loh |
kelotok yang membawa kami menyeberang menuju Bukit Kapayang |
foto bareng dulu sebelum memulai trekking.
warna-warni jas hujan dan payung menambah semarak trekking kami
|
“Semoga tidak ada pacat
(lintah),” ucapku dalam hati. Doa anak sholehah terkabul (hehehee…). Tak satu
pun dari kami yang melihat/digigit lintah. Tapiiii…. tak satupun dari kami yang
terbebas dari butuh bujang (ada yang tahu apa Bahasa Indonesia/bahasa latinnya
rumput yang kepala/butiran buahnya suka nempel ini?!). Banyak bingit!! Azzam
yang biasanya enjoy naik bukit/gunung kali ini merenggek minta hambin (gendong) ke abahnya. Meski
demikian, ada saja yang rela rebahan di rumput demi bisa mendapatkan foto
dengan gaya andalannya setiap kali travelling.
Alhasil, butuh bujang tidak hanya nempel di celana tapi juga baju dan jilbab.
Hahahaa…
diperjalanan menuju Bukit Kapayang |
foto-foto jalan terus sebagai kenangan sewaktu trekking |
Alhamdulillah, saat berada di Bukit Kapayang hujan
reda. Kami pun bisa berfoto-foto dan menikmati pemandangan tanpa harus
mengenakan jas hujan dan payung. Bahkan, puncak Gunung Pahiyangan yang awalnya
tertutup kabut pun berangsur dapat terlihat. Senang rasanya bisa melihat gunung
ini dari dekat.
Gunung Pahiyangan dari Bukit Kapayang |
Menurut informasi yang didapat, Gunung Pahiyangan ini
berbentuk segi delapan sehingga jika dilihat dari sisi manapun bentuknya akan
sama. Puncaknya yang datar menambah eksotika gunung hingga kami menjulukinya table mountain. Gunung ini memiliki
beberapa mandin (air terjun) dan
telaga. Salah satu adalah mandin pantan. Jika debit air terjun ini sedang
banyak, air yang jatuh akan membentuk tiga aliran hingga terlihat seperti tirai.
Namun kali ini kami hanya sampai Bukit Kepayang karena untuk ke mandin pantan masih
harus trekking sekitar 1,5 jam lagi.
Gunung Pahiyangan |
Status/klasifikasi =
desa swasembada
Jarak dari kantor desa ke kantor kecamatan di Aranio =
20 km
Luas wilayah = 314 km2
Jumlah penduduk (2011) = 807 jiwa (3 jiwa/km2)
Jumlah Rukun Tetangga = 3 RT
Jumlah sekolah = 2 buah (SDN Rantau Bujur dan SMPN 4
Aranio)
Pelayanan medis = 1 buah puskesmas pembantu
(sumber: Kecamatan Aranio dalam Angka Tahun 2012)
**semua foto adalah dokumentasi SBTers.
bersambung ke episode Volunteering
Nanggung ga sampe puncak. Anak SBT mkin eksis.
ReplyDelete