Friday, April 21, 2017

Setengah Hari City Tour Malang

Senin, 17 April 2016
Mumpung Anggun (sahabat baper bareng, hahaha…) lagi di Malang, kami berencana untuk merealisasikan satu per satu travel bucket list kami. Sebenarnya, ada beberapa objek yang ingin kami datangi. Namun, karena sesuatu dan lain hal, hanya tempat yang akan kuceritakan ini yang bisa kami datangi bersama. (T.T)
Kalau ingin city tour di Kota Malang asyiknya kemana saja? Aku, Anggun, dan Dewi yang sebelum ini pernah tinggal di Malang setidaknya selama 4 tahun (kuliah) cukup memutar otak. Setelah makan siang di Warung Orem-orem Jalan Blitar, samping kampus a.k.a Universitas Negeri Malang gerbang Jalan Semarang (yang ternyata terkenal di kalangan teman-teman kuliah semasa S1 namun aku tahunya baru-baru saja), kami memutuskan untuk pergi ke Kampung Wisata Jodipan (kampung warna-warni) + Kampung Tridi, lalu ke Museum Musik Indonesia (MMI).
Anggun memang belum pernah ke Kampung Wisata Jodipan dan Kampung Tridi yang beberapa waktu ngehits banget di dunia maya (sekarang bermunculan kampung serupa, termasuk Kampung Pelangi di Kemuning, Banjarbaru, Kalimantan Selatan). Untuk MMI, kami bertiga belum pernah berkunjung kesana.

Kampung Wisata Jodipan dan Kampung Tridi dilihat dari Jembatan Jalan Gatot Subroto
Kampung Wisata Jodipan dan Kampung Tridi


Kampung Wisata Jodipan (KWJ) atau lebih dikenal dengan nama Kampung Warna-warni merupakan “pemukiman padat” yang sekarang menjadi cantik dan menjadi salah satu objek wisata terkenal di Kota Malang. Pemukiman ini menjadi banyak didatangi wisatawan setelah di cat warna-warni di seluruh sisi termasuk atapnya. Pada dinding-dindingnya pun terdapat berbagai lukisan mural yang membuat kampung ini semakin indah dilihat dan dipotret.
Berdasarkan cerita dan hasil googling, inisiatif menjadikan kampung ini jadi warna-warni berasal dari sejumlah mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang yang tergabung dalam kelompok Guyspro. Tujuannya, agar terlihat indah dipandang dan mengubah perilaku membuang sampah sembarang warga yang tinggal di bantaran sungai. Jodipan dipilih karena memiliki landskap yang bagus jika dilihat dari kejauhan (jembatan Jalan Gatot Subroto atau dari jalur rel kereta yang berada di atasnya).



KWJ dilihat dari Jembatan Jalan Gatot Subroto
Begitu juga dengan Kampung Tridi. Setelah banyak yang berkunjung ke KWJ, kampung ini pun turut berbenah. Selain di cat warna-warni, dinding-dinding rumah di kampung ini juga dilukis gambar-gambar mural dan 3 dimensi. Meski kampung ini lebih “baru” dibandingkan KWJ, Kampung Tridi lebih panjang (luas). Jadi, pengunjung akan benar-benar harus melewati jalan gang dan lorong antar rumah penduduk agar bisa menemukan lebih banyak lukisan 3D yang unik-unik dan spot berfoto yang bagus.
Menemukan lokasi kedua kampung yang berada di Kelurahan Jodipan, Kota Malang ini terbilang mudah karena berada tidak terlalu jauh dari Balai Kota Malang dan Stasiun Kereta Api Kota Malang. Lokasi KWJ dan Kampung Tridi berseberangan. Keduanya dipisahkan oleh aliran Sungai Brantas. Untuk mengunjungi keduanya, jika menggunakan motor bisa parkir di KWJ atau Kampung Tridi lalu jalan kaki melintasi jembatan Jalan Gatot Subroto. Kalau menggunakan mobil atau bus sebaiknya tanya penduduk sekitar karena aku gak tahu dan lokasi kedua kampung ini memang berada di area padat penduduk dan pembangunannya memang tidak diperuntukkan untuk objek wisata (memiliki parkir yang luas dan nyaman).



Kampung Tridi dilihat dari KWJ

Jika bisa mengatur waktu kunjungan ke tempat ini, lebih enak datang di hari kerja sih karena pastinya akan lebih sepi. Jadi, kalau ingin foto-foto lebih nyaman memilih spot dan tidak terganggu dengan pengunjung lain yang juga ingin menikmati keunikan kampung ini.
HTM untuk masing-masing kampung ini murah: Rp 2.000,- belum termasuk parkir.




Museum Musik Indonesia

Saat di perjalanan pulang setelah mengikuti PLPG di Solo beberapa bulan lalu, aku satu travel dengan seorang seniman musik (lupa namanya). Beliau bilang alasan pergi ke Malang karena ada acara di Museum Musik Indonesia (MMI). Itu adalah kali pertama aku mendengar di Malang ada museum seperti ini. Akhirnya, kesampaian juga mengunjungi museum musik yang ternyata masih satu-satunya di Indonesia.
Kami mengandalkan google map untuk sampai ke MMI. Sempat berbelok ke arah yang salah di perempatan Jalan Nusa Kambangan, saat mampir ke minimaret untuk beli minum sekalian nanya lokasi MMI ke pegawainya (tapi ternyata gak tahu), kami diberitahu oleh seorang bapak kalau MMI berada di Gedung Kesenian Gajayana.
ruangan Gedung Kesenian Gajayana
Museum Musik Indonesia bertempat di lantai 2 Gedung Kesenian Gajayana yang berlokasi di Jalan Nusa Kambangan No.19, Kelurahan Kasin, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Saat sampai disini, suasananya sepi. Tidak ada seorang pun di lantai dasar. Kami menaiki tangga dan akhirnya menemukan ruangan dimana koleksi MMI terpajang.
Kami disambut mas Ari dengan ramah. Sesekali kami mengobrol sambil melihat-lihat koleksi MMI yang saat ini sudah berjumlah sekitar 21 ribu item yang terdiri dari kaset, piringan hitam, majalah, instrumen musik, poster, tiket, busana yang pernah dipakai penyanyi kenamaan saat konser, dan alat pemutar piringan hitam. 80% koleksi ini berupa kaset dan piringan hitam yang beraasl dari hasil perburuan dan sumbangan penghobi musik, musisi, juga masyarakat di tanah air dan mancanegara. Disini juga terdapat panel sejarah musik, photo booth, dan kios souvenir.



koleksi buku MMI
Kami juga berkenalan dengan Pak Hengki Herwanto, ketua sekaligus founder Museum Musik Indonesia yang saat itu sedang asyik menempeli lemari pajangan berisi koleksi kaset dengan label berisi keterangan penyanyi/band dan negara asal produksinya. Koleksi MMI memang berasal dari berbagai negara di semua benua di dunia. Aku saja heboh sendiri melihat kaset Jose Mari Chan, Christian Bautista, dan penyanyi asal Filipina lainnya yang terpajang (aku lagi demam all about Filipina, meski kedua penyanyi ini lagu-lagunya memang sudah lama ada di playlist lagu favoritku). Kata Pak Hengki, MMI awalnya berlokasi di Griya Santa, Jalan Soekarno Hatta. Pindah ke Gedung Kesenian Gajayana karena jangka sewa rumah yang digunakan untuk museum sudah habis dan tidak dapat diperpanjang.

bersama Pak Hengki Herwanto, Ketua dan Founder MMI
koleksi kaset penyanyi/band manca negara
Kami sempat bertanya apakah Gedung Kesenian Gajayana masih dipergunakan untuk pertunjukan seni. Jawabannya adalah jarang. Gedung ini malah lebih sering disewa untuk acara resepsi perkawinan. Entah kenapa jadi jarang digunakan sehingga kondisinya saat ini menurut kami kurang terawat dan hal ini cukup disayangkan. Setidaknya, adanya MMI membuat gedung ini jadi lebih ramai dan bermanfaat.
Meski baru diresmikan pada tahun 2016, MMI sudah ada sejak 8 Agustus 2009 dengan nama Galeri Malang Bernyanyi. Hal menarik di MMI adalah pengunjung bisa mendengarkan koleksi lagu dalam bentuk digital melalui wifi di situs internet menggunakan ponsel atau tablet. Namun, lagu-lagu ini tidak dapat diunduh atau dibagikan karena alasan hak cipta. Sayang, waktu itu baterai ponselku habis sehingga aku tidak dapat mencobanya. MMI juga mendigitalisasi koleksi-koleksi yang dimilikinya sehingga nanti akan semakin banyak lagu yang dapat kita dengarkan disini, terutama lagu-lagu tempo dulu yang kala itu masih berupa piringan hitam. 
koleksi piringan hitam dari berbagai daerah di Indonesia
*yang di rak Kalsel (Tragedi) itu ada yang tahu siapa?! penasaran!
heboh sendiri menemukan koleksi kaset Aaron Carter, hahaha
Kami bertiga yang merupakan generasi kelahiran tahun 1980an dan remaja di tahun 1990an merasa bernostalgia berkunjung ke museum ini (ketahuan deh usia kami sekitaran berapa :p). Kami heboh sendiri saat menemukan kaset dari penyanyi atau band idola. Backstreet Boys, Spice Girl, Westlife, Aaron Carter, Arkarna, Padi, Dewa, banyak!!! Hal lumrah jika bertemu kaset pun aku lakukan: buka kotak kaset, ambil cover albumnya, lihat list dan teks lagu yang disajikan kemudian menyanyikan lagu yang disuka. Sungguh menyenangkan!



rak berisi koleksi piringan hitam dari berbagai negara
MMI buka dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam. HTM: Rp 5.000,- parkir gratis!
souvenir yang kudapat saat membayar tiket masuk KWJ, Kampung 3D, dan MMI

No comments:

Post a Comment