Sabtu, 22 September 2012.
Hari itu aku mengundang Kak Rei menjadi pengisi kegiatan
Sharing Kepenulisan Klub Mading SMATEN yang berada di bawah binaanku. Sudah
pukul dua belas siang dan Kak Rei belum juga datang. Sebelumnya, aku mengirim
pesan pendek pada Kak Rei yang dibalasnya...
maket SMATEN karya siswa |
Sudah dekat.
Well, mungkin sebentar lagi. Aku kembali menunggu kedatangan
penulis buku Travellous dan Travelove ini di lobi sekolah.
God! Kak Rei datang naik ojek!!
“Sori, Kak. Aku lupa bilang jangan bawa mobil karena gangnya
sempit!”
Ya, aku lupa mewanti Kak Rei untuk cukup naik motor ke
sekolah. Gang Gandapura, letak SMAN 10 Banjarmasin ini berada jalannya memang hanya
selebar 2,5 meter. Kak Rei mungkin tidak pernah membayangkan ada SMA di ibukota
provinsi yang letaknya nyempil di pinggiran kota dan masuk gang sejauh 1 km
yang melewati perkampungan dengan penduduk yang sebagian besar
bermatapencaharian sebagai petani atau penggunting bawang. Sekolah tempat aku
mengajar sejak awal 2010 ini juga dikenal sebagai sekolah mewah alias MEPET
SAWAH. Tiga penjuru sekolah berbatasan dengan sawah. Penjuru satunya lagi?
SUNGAI! Mepet sawah, sekaligus mepet sungai.
Sempat harap-harap cemas jika kegiatan siang itu tidak banyak
siswa yang berhadir. Namun, alhamdulillah respon anak-anak cukup
menggembirakan. Menulis dan membuat mading memang bukan aktivitas yang banyak
disuka siswa SMA 10. Terbukti, tahun kemarin dari semua kelas yang mendapat
jadwal untuk memajang mading kelas buatannya, hanya dua kelas yang
mengumpulkan. Klub mading sendiri hanya sukses membuat mading yang
diperuntukkan untuk lomba. Open rekrutmen anggota klub mading yang sasaran
utamanya adalah siswa kelas X pun nyatanya lebih banyak dihadiri siswa kelas XI
dan XII.
“Dulu, impianku ada tiga. Bikin film, pergi ke Eropa, dan
menulis buku. Padahal, sewaktu SMA aku hanya anak biasa. Aku bukan anak orang
kaya, bukan siswa pintar, di kelas pun aku duduk di pojok paling belakang. Tapi
aku berusaha supaya bisa mewujudkannya. Akhirnya, satu per satu impianku itu terwujud.”
Impian. Kata itulah yang membuat Kak Rei bisa dikenal sebagai
travel writer seperti sekarang. Membawaku kembali ke ingatan bahwa aku memiliki
impian untuk menjadi seorang penulis. Aku ingat, waktu SD aku pernah menulis
cerpen yang cerita tentang persahabatan seorang anak dengan alien (terinspirasi
dari film IT dan sejenisnya). Aku juga pernah menulis cerpen tentang action
hero yang terinspirasi dari tokoh-tokoh super hero yang kartun selalu menjadi
tayangan favoritku kala itu. Memasuki masa puber (SMP-SMA), genre tulisanku pun
berubah menjadi teenlit. Tak hanya cerpen, kadang aku pun menulis puisi (yang
kebanyakan bercerita tentang kegalauan abege labil. Hahaa…).
salah satu opini yang diabadikan kawan untukku :D |
Siang itu, sosok Kak Rei menjadi motivasi tersendiri bagi
anggota klub mading untuk terus meraih impiannya. Meski dengan kerjaan yang
sepertinya gak ada habis-habisnya, sharing hari itu pun kembali menjadi
motivasi bagiku untuk kembali berusaha mewujudkan impian yang belum menjadi
kenyataan.
No comments:
Post a Comment