Monday, June 30, 2008

Blitar 220608

Kebetulan saat itu masih dalam suasana haul Bung Karno, jadi sekalian travelling kami berziarah di makan beliau. Berhubung sebelunya beberapa di antara kami belum pernah naik kereta api, perjalanan Malang-Blitar pp naik motor juga cukup melelahkan , kami pun memetuskan pergi ke Blitar naik kereta api. Kami menumpang kereta api Penataran jurusan Blitar pukul 7.30 pagi. Well, it is the first time for me travelling by train, kelas ekonomi pula! Akupun akhirnya bisa merasakan bagaimana berdesakan naik, mencari tempat duduk, bahkan berdiri di kereta api saking banyaknya penumpang (ini pun pertama kalinya aku berdiri saat naik angkutan umum). Untung cuma sebentar!!

Di kereta, untungnya kami menemui kawan seperjalanan yang menyenangkan. Saat pergi, aku duduk dekat dengan seorang bapak yang mengira kami adalah Orang Sunda. Guys, apa benar bahasa dan logat bicara Urang Banjar dan Orang Sunda tuh mirip?! Habis, aku sering sih dibilang Orang Sunda oleh orang” yang gak familiar dengan Suku Banjar sesaat setelah mendengarkan bahasa dan logat bicaraku. Sempat bapak itu gak percaya kalau kami tuh Urang Banjar. Ngotot kalau kami tuh Orang Sunda (“.)?! Trus, kawan seperjalanan kami ketika pulang adalah bapak beranak yang ketika mendengar riuhnya suara kami langsung menanyaiku:
“Kalian dari Banjar ya?!”
Oich, kenapa yach dimana pun berada biasanya Urang Banjar tuh yang paling ribut sendiri?! Or kalau sebenarnya hal itu gak bisa digeneralkan, kenapa yach dimana pun berada kami tuh yang rame sendiri?!
Sayangnya di perjalanan menuju Blitar aku kurang bisa menikmati pemandangan di luar sana. Cuma sempat melihat sawah”, kebun tebu or jagung, tapi gak sempat menikmati jurang” yang mengangga di kanan/kiri rel kereta (itu gak enaknya duduk gak di tepi jendela, puff!!). Tapi, yang paling menegangkan saat naik kereta (selain takut dicopet, berdekatan dengan orang iseng or pengidap froterisme—kepuasan seksual dihubungkan dengan tindakan menempelkan atau menggosok-gosokan diri pada orang lain tanpa izin) adalah saat kereta api memasuki terowongan. Gelap dan itu membuatku gak nyaman bahkan kadang gak bisa bernapas. Untungnya diperjalanan pulang (saat itu malam hari) lampu di terowongan menyala (or yang menyala itu adalah lampu kereta coz saat itu kami duduk di gerbong belakang?!), so aku gak terlalu panik lagi saat kereta memaasuki terowongan :)
Sesampainya di stasiun kami ngobrol dengan seorang ibu sambil menunggu yang lainnya ke toilet. Kata beliau, jarak dari stasiun ke makam gak jauh-jauh amat. Bagi anak” muda kayak kami, perjalanan ke sana hanya + 20 menit berjalan kaki. Sebelumnya sih di kereta, bapak yang awalnya gak percaya kalau kami tuh Urang Banjar melainkan Orang Sunda bilang kalau mau naik andong ongkosnya @ Rp 10rb. So, dengan 9 orang personil, kami bisa menumpang 2 buah andong. Tapi apa mau tukang andong membawa penumpang seperti Ka Rahari?! (sori…!!). Berhubung kami (tepatnya c beberapa orang diantara kami) niatnya mau hiking, kami akhirnya memilih untuk jalan kaki. Kami juga menyempatkan diri mampir di warung sego pecel (jangan tanya kami mampir ke sana to ngapain!!) yang kata Ka Rahari paling enak dan terkenal di Kota Blitar.


makam Bung Karno, Presiden RI pertama

Sesampainya di makam, baik makam, museum, dan perpustakaan Bung Karno semuanya dipenuhi oleh peziarah/pengunjung. Bahkan, hari itu pun kami melihat Kak Seto berziarah. Sayangnya, Kak Seto udah gak kayak dulu lagi, didampingi sama Si Komo ^.^v



Menjelang sore, kami kembali berjalan kaki menuju stasiun. Masih tetap gak keabisan tenaga untuk jeprat-jepret, sempat nongkrong di depan Alfamart, tiba” aku melihat gerobak jualan dawet serabi. Didik yang tahu banget aku pingin merasakan jajanan kuliner khas Blitar ini langsung menyetop bapak penjual dawet serabi. Akhirnya, aku gak penasaran lagi sama yang namanya dawet serabi. Capek, diperjalanan pulang aku pun akhirnya tertidur (walau tetap sempat berdiri beberapa menit karena kereta menuju Surabaya yang transit di Malang ini full dengan penumpang). Satu tambahan hal yang membuat aku mikir” kalau akan naik kereta kelas ekonomi lagi, yaitu:
Penumpang penuh -> turunnya berdesak”an -> badan terjepit -> kehabisan O2!!
Soalnya, aku tuh paling gak bisa berada di ruangan yang penuh orang coz itu membuatku pusing dan sesak napas. Aku pun gak luput dari serangan masuk angin. But, that’s ok!! Travelling kali ini aku berhasil buy new experience (buy things juga c, dawet serabi ^.^v). Udah merasakan juga yang namanya naik kereta api, tut tut tut… siapa hendak turut…

No comments:

Post a Comment