Friday, November 21, 2008

Tagantar


Inspirasi cerita tagantar (Chatting dan Jablai), kudapat dari hasil baca Psikologi abnormal punya adingku dan tentunya pengalamanku sendiri. Akhirnya kubuat cerita deh! Tapi kedua ceritaku itu pastilah gak benar” riil. Tentunya tokoh dan setting ceritanya adalah hasil karanganku.

baca ceritanya di http://loveactually-aluhlangkar.blogspot.com

Inspirasi yang cyber sex, waktu awal” kenal internet (zaman” SMP), sama sahabatku, kami suka banget chatting. Nah, kadang ada aja yang ngajak kenalan trus nanya yang ‘aneh”’ dan uuj ngajakin ML. Kalau lagi ‘malas’ c gak kami tanggapin. Tapi, kadang ada juga niat to iseng. So, kami ladenin aja buat seru”an. Jawabannya pun dihiperbolis biar hot!! Sambil ngetik sambil ketawa gak jelas. Lagian, waktu SMP pengetahuan kami tentang yang gituan kan masih minim. Dunk” banget jadinya... Tapi untung gak pernah ada yang nekat pakai webcam!!

Kalau yang ekshibisionisme, gak nyangka banget aku bakal jadi korbannya!! Fortunately, I just look his face!! Soalnya kalau lagi jalan aku bukan tipe yang suka merhatiin orang, apalagi ngelihatin dari atas sampai bawah. Puff!! Aku jadi yakin dia pengidap ekshibisionisme lantaran ngerasa dia melakukan sesuatu yang janggal . Ditambah lagi, sebelumnya adingku pernah cerita kalau dia ketemu pengidap ekshibisionisme di tempat yang sama. Setelah kukonfirmasi ke adingku, ternyata benar itu dia. Adingku juga ketemu dia gak lama setelah aku. Untungnya dia sudah gak melakukan bad habitnya. Ekspresi mukanya tuh datar banget!! Untungnya tu Co gak menggangu (coz aku pura” cuek padahal aslinya shock dan merinding jijay).

Yang sempat bikin takut tuh waktu KKN, posko kami didatangi pengidap schizofrenia yang kayaknya c kebelet merit. Ceritanya rada mirip ma kisah ’Jablai’ lah. Nakutin tapi seru!!

Adingku pernah magang di RSJ Sambang Lihum. Katanya saat berhadap dengan para pengidap schizofrenia, awalnya c memang takut. Tapi lama-lama asik juga coz merasa menemukan dunia yang berbeda. Kadang kesal, lucu, sedih, ... melihat apa yang terjadi pada mereka. Bagaimanapun juga mereka kan juga manusia. Ada banyak pelajaran yang bisa didapat dari itu dan semoga mereka sembuh... (ada yang mau menerapi mereka?!)

Well, pernah menghalami hal +- sepertiku?! Wanna share maybe?!

Chatting

Aisha memang cewek yang gila chatting. Setiap ngenet, dia pasti chatting. Ntah pakai YM, MIRC, skype, google chat, atau apalah yang bisa dipakai buat chatting! Nah, setelah sukses dengan penelitiannya mengenai kehidupan para gay untuk tugas psikologi abnormalnya, untuk tugas akhir metodelogi penelitian, dengan mantap Aisha menyatakan ingin meneliti mengenai para pengguna cyber sex yang menggunakan jalur MIRC.

Apa yang menyebabkan Aisha berniat melakukan penelitian mengenai hal yang extrem ini? Alasannya adalah dia sering banget diajakin bercyber sex sama kawan chatnya. Ada yang to the point ngajakin, ada juga yang kayak udang di balik bakwan, malu-malu kucing. Pertama bilang cari kawan ngobrol, ternyata ujung-ujungnya ngajakin ML.
Amelia dan Sindy sempat mengungkapkan rasa heran mereka. Mereka bahkan menyuruhnya berkali-kali mempertimbangkan hal ini.
“Sha, kamu yakin? Sebaiknya jangan deh.”
“Sha, aku sendiri akan mempertimbangkan masak-masak kalau ingin melakukan penelitian ini. Apalagi kamu? Gak pantas! Gak cocok. Kamu pasti akan menemukan hal-hal gak kamu kira sebelumnya,” Amelia sangat serius mengingatkan Aisha perihal ini.
“Gals, aku tuh calon psikolog. Bagiku ini tantangan. Mengetahui kenapa mereka melakukannya, seberapa sering, apa untungnya, sebanyak informasi yang bisa kudapatkan deh.”
Aisha kalau sudah berniat memang gak bisa dicegah. Kalau dia ingin es krim ya dia akan beli atau minta dibeliin es krim. Begitu juga kalau dia ingin mentraktir Amelia dan Aisha makan. Maka mereka akan pergi ke warung, pujasera, kafe, atau rumah makan yang menyediakan makanan empat sehat lima sempurna.
Tapi yang namanya Aisha tetaplah Aisha. Dia gak mau meladeni ajakan seperti itu jika sedang chat sendirian. Cewek ‘jilbaber’ seperti Aisha termasuk ’keren’ berniat meneliti hal seperti ini. Oleh karena itu, harus ada Amelia atau Sindy atau kedua di sampingnya. Selain biar ada yang membantunya membalas godaan birahi lawan mainnya (soalnya, loadingnya untuk hal yang satu ini kayak pentium 1), biar ada kawan buat ketawa juga menanggapi birahi via dunia maya ini.
Seperti yang mereka lakukan saat ini. Berhubung internetan di rumah sekarang sudah gak semahal dulu, mereka pun jadi jarang ke warnet. Apalagi kalau di rumah bisa sambil nyemil dan menghangatkan diri dalam selimut tebal.

Hello girl, wanna having sex with me?!
with me?
why u choose me?
coz i want u
ur soo egoist
yeah
i want u. So, u must be my mine
well, let me see
i love u
are we must say that word b4 ML?
i think yes
well
?
slow down baby
i’m try

Amelia senyam-senyum. Dia merebut keyboard dan menulis balasan.

memangnya sudah kebelet?!
gitu deh…
gak mau tanya dulu siapa namaku?
oh iya, lupa
habis kebelet sih :p
alya
km?
bondan
kul/skul?
kul
km?
kul
ok…
?!
km mbayangkan Q ce seperti apa?
cewek a/ cewek
semua cewek sempurna di mataku
i love it
i wanna kiss ur lip
hug me

Yang terakhir itu Sindy yang menulis.

may i?
what?
open ur dress
i’m yours

Excellent. Gak nyangka Aisha bisa menuliskan kata-kata yang terakhir itu. Amelia dan Sindy takjub sejenak melihatnya.
Mereka merapatkan selimut karena malam semakin larut dan dingin semakin menggigit tulang. Jangankan chatting di malam hari (dingin pula!), di siang hari saja ada banyak yang nafsu untuk melakukan cyber sex.
Well, kisah selanjutnya sebaiknya disensor. Yang pasti, chatting dengan si co_genit tadi berlangsung sekitar 30 menit. Entah di seberang sana dia benar-benar menghayatinya atau sama seperti mereka, menuliskan kata-kata menggoda sambil tertawa cekikikan. Satu persatu dari mereka menanggapi hasil chatting tadi.
“Ternyata hari gini ada juga yang bercyber sex sesopan itu,” Aisha yang pertama memberikan komentartar.
“May I open your dress?” Amelia mengucapkan kata-kata itu dengan penuh penghayatan.
“May I open my pants now?” kali ini Sindy yang mengucapkan. Mereka bertiga kembali tertawa cekikikan.
Aisha kini duduk manis bersama Amelia di depan komputernya. Chatting. Sindy gak ikutan karena sedang pergi dengan Randy.

hi cewek, aku boleh kenal kamu lebih jauh?
boleh
asl plz
rambut kamu sepanjang apa?
sebahu
asl plz
rambut kamu hitam banget, sehat lagi
mmm, harum…
kamu pakai sampo mahal ya jadi rambut kamu seindah ini?

“Ini cowok, pengkhayal tingkat tinggi rupanya,” Amelia berkomentar.

masih single?
absolutely yes
masih virgin?
mau jawaban jujur atau bohongan
gak masalah tuk aku
well, udah lama gak tuh
sudah lama juga gak…
gak apa?
masa gak tau?
apa?

“Oon atau pura-pura oon sih cowok ini?! Atau kita salah tanggap?! Mengira dia mau bercyber sex padahal ngegombal doank?!”

aku gtg aja deh
eh, jangan…
memangnya kamu gak pingin?
pingin apa?
katanya sudah lama gak…
gak apa?
cewek manis kayak kamu pasti hebat di atas ranjang ;)
(mulai ngeres)
sayangnya kita sedang gak di atas ranjang :p
(tersenyum nakal)
jadi…
name plz…
asl plz…
aku gak mau ML sm orang yg minimal gak aku tau nama n asl-nya
chatc me if u can ;)

Cukup lama mereka menunggu. Mungkin cowok ini ilfil karena mereka terlalu banyak tingkah. Tapi ternyata…

sori lama
tadi ada telepon masuk
Roy
25 mlg

Mereka tersenyum senang. Chatting pun berlanjut.

Aisha sudah mendapatkan beberapa responden dari beberapa kali chatting. Diantaranya bahkan ada yang sempat ketemu lagi beberapa kali. Ada yang setiap ketemu ngajakin ML, ada juga yang kadang ngajakin ngobrol doang.
Hari ini Aisha berniat mengakhiri penelitiannya. Dengan bahan yang sudah terkumpul, dia merasa penelitiannya sudah cukup untuk menyelesaikan tugas akhir Metode Penelitian yang sebenarnya masih lama dikumpulkan. Amelia dan Sindy sedang kursus aplikasi SIG. Karena kesepian, kali ini dia nekat chatting sendirian.
Baru saja on line sudah ada yang menyapanya.

hi girl, udah lama gak ketemu
masih ingat aku?

“Tentu saja aku gak lupa sama cowok sesopan kamu,” Aisha membatin. Dia tersenyum sendiri mengingat chatting pertama mereka. Andai Amelia dan Sindy ada di sini, mereka pasti bersemangat sekali untuk menggodanya.

kemana saja c kamu?
kangen

Puff, ternyata Amelia dan Sindy telah memberikan pengaruh buruk dengan menjadikan cewek alim kayak Aisha menjadi genit dan sok manja.

sori yang, sibuk
untung sekali OL ketemu kamu lg
i miss u too

“Olala….”

ngenet dimana ni?
ranjang
pantas…
?!
aku langsung horny
oich

Muncul gambar dari seberang sana. Rupanya co_genit kali ini menggunakan web cam.

hey, what r u doin’ honey?!

Aisha shock, kaget, stres. Bukannya mengarahkan web cam ke wajah, co_genit malah meletakkan web cam gak jauh dari pangkuannya. Dia refleks mematikan komputer karena co_genit dengan cepat membuka resleting dan memperlihatkan ‘adik kecilnya’.
”Astagfirullah hal’azim. Ya Allah, apa selama ini aku telah melakukan hal yang sangat fatal?!” air mata Aisha mengalir di wajahnya. Secepatnya dia mengambil wudhu lalu melakukan shalat tobat.
Aisha benar-benar shock, kaget, dan stres. Dia gak menyangka hal itu akan terjadi tadi. Sebelumnya, gak ada satupun respondennya yang melakukan hal itu. Apalagi dia memang belum pernah melihat yang begituan.
Aisha jadi sering diam dan melamun. Walau melamun, dari mulutnya sering keluar lantunan dzikir. Amelia dan Sindy jadi bingung dan khawatir. Apalagi tugas akhir metode penelitiannya yang hampir selesai gak disentuhnya sama sekali. Ini bukan Aisha, cewek alim yang cantik, tekun, dan jenius yang mereka kenal. Mereka jadi berpikir Aisha sedang depresi atau mulai mengidap gangguan kejiwaan.
“Sha…,”
Aisha menangis. Dia lalu menceritakan kisah chattingnya dengan co_genit.
“Han, napa tia ja ku (tuh kan, apa aku bilang),” mendengarnya, Sindy langsung memelototi Amelia yang hampir ketawa ngakak. “Sori.”
“Gak apa. Kamu benar. Seharusnya aku mendengarkan kalian. Aku…,” Aisha kembali menangis.
“Sha, kami juga nangis melihat ‘adik kecilnya’ cowok yang bukan suami kami. Tapi kamu jangan kayak ini terus dong. Kalau mau, kita nangis bersama saja.”
“Maksudnya?”
“Kemarin sore sepulang kuliah, kami ngenet di area hotspot MIPA. Selain kami, ada sepasang kekasih yang juga lagi ngenet. Tiba-tiba saja muncul seorang bapak di hadapan kami. Kami gak tahu dia siapa. Mungkin orang kampung yang masuk ke area kampus. Yang pasti, bapak itu pengidap parafilia1,” air muka Sindy menunjukkan rasa shock yang gak kalah besar dengan Aisha.
“Saat itu dia hanya memakai sarung. Lalu dia melakukan aksi ekshibisionisme2 di hadapan kami. Kami teriak, menutup laptop, lalu pergi dari sana. Sepasang kekasih itu juga. Gak nyangka aku bakal jadi korbannya!”
Mereka kemudian terdiam lama sebelum akhirnya Aisha bersuara.
“Sekarang baiknya bagaimana? Aku selesaikan penelitian cyber sex, membuat tugas akhir dengan masalah yang lebih wajar, atau meneliti ekshibisionisme yang sempat menimpa kalian?”
“Kamu tuh ya Sha, gak jera-jera juga!”
“Bukankah hal gila sudah sering menimpa kita?! Lagian aku belajar ini dari kalian kok,” Aisha kini mulai bisa tertawa lagi.
“Bagaimana kalau kita beli es krim. Sambil menunggu hal gila berikutnya yang akan menimpa kita?!”
“Setuju!” gak lama kemudian mereka terlihat dengan lahap menyantap sekotak es krim yang dibeli di toko gak jauh dari kontrakan.

Jablai

Rabu Malam…

Malam ini cukup romantis karena langit sedang bertaburkan bintang. Tetapi gak berlaku bagi penghuni kontrakan di Jalan Jombang IC No. 23A. Amelia dan Sindy sedang menyelesaikan tugas kuliah mereka di ruang tamu, berkawankan notebook. Sedangkan Aisha, asik dengan novel Islami yang baru dibelinya.
Tugasnya yaitu membuat perencanaan pengembangan suatu wilayah. Tidak langsung terjun ke lapangan sih, tetapi melakukan analisis menggunakan beberapa jenis peta dengan daerah yang sama. Entah kenapa tugas ini mereka dapatkan di mata kuliah Geografi Regional Indonesia, bukan di mata kuliah Geografi Pengembangan Wilayah!
Peta-peta itu (peta administrasi, peta penetapan fungsi jalan, peta pengembangan kawasan prioritas, peta sebaran pemukiman, peta hirarki kota-kota, dan peta rencana sistem pusat-pusat) dioverlay agar menghasilkan peta baru yang disesuaikan dengan pengembangan yang direncanakan. Untungnya mereka cukup terampil menggunakan program SIG seperti Arc GIS, Map Info, dkk walau masih tingkat pemula sehingga gak perlu mengerjakannya secara manual.
“Sha, siapa tuh di depan pagar jam segini?” Amelia melihat cowok, entah siapa, memandangi kontrakan mereka.
Aisha pun mendatangi cowok tersebut lalu bertanya, “Cari siapa, Mas?”
“Cari kalian.”
Aisha memandang cowok itu dari ujung kepala hingga kaki, meneliti dengan tajam untuk menemukan hal yang gak beres dari cowok itu. Cowok itu menggenakan sweater coklat dengan dalaman t-shirt putih yang ukurannya sedikit lebih panjang dan celana jins biru panjang.
Cowok itu berumur sekitar 25 tahun. Tingginya lumayan, wajahnya pun gak bisa dibilang jelek. Gak ada yang aneh, kecuali wajahnya yang terlihat linglung walau sepertinya baik-baik saja.
“Cari kami? Memangnya ada apa?”
“Mau kenalan.”
“Kenalan? Malam-malam begini? Besok atau lusa memangnya gak bisa?!” lalu entah mengapa otak Aisha memerintahkan untuk lari, masuk ke kontrakan, lalu menutup pintu dan tirai jendela dengan wajah pucat.
Untungnya sejak jam delapan tadi Aisha sudah mengunci pagar. Tadi turun hujan yang cukup lebat. Malam dingin dan becek gini tentunya orang-orang malas keluar rumah atau melakukan aktivitas bertamu. Makanya, cowok itu gak bisa masuk ke halaman kontrakan. Rupanya secara gak sadar itu merupakan firasat akan terjadi sesuatu yang mengejutkan.
“Ada apa Sha, kamu kenapa jadi pucat gitu?”
“Cowok itu siapa?”
“Gak tau. Orang gila mungkin. Dia cari kita, ngajakin kenalan, jam 09:20 malam,” jawab Aisha sambil melihat jam dinding.
“Orang gila?” dengan takut-takut Sindy memandang keluar dari balik tirai. “Dia masih di depan pagar.”
“Kamu takut sama orang gila Sha?” tanya Amelia heran sambil ikut-ikutan memandang cowok itu dari balik tirai.
“Secara, calon psikolog juga manusia. Kalau ketemunya di rumah sakit jiwa aku masih bisa berpikir tenang, tapi gak kalau ketemunya di depan kontrakan malam-malam gini, ngajak kenalan lagi! Masih lumayan kalau dia gila, kalau ternyata psikopat?” Aisha benar-benar shock dibuatnya.
“Lia, jangan keluar! Di luar sepi. Kalau dia ngapa-ngapain gimana?” larang Sindy yang ikut-ikutan shock.
“Telepon Kak Fajar atau Randy, terserah siapa buat ngusir cowok itu. Pokoknya supaya cowok itu pergi dari sini,” pinta Aisha sambil menyerahkan ponselnya. Meminta Amelia atau Sindy menghubungi kekasih mereka.
“Biar kutelepon Kak Fajar. Kontrakannya kan lebih dekat daripada rumah Randy, tentu dia bisa lebih cepat datang,” Amelia pun menghubungi kekasihnya.
Gak sampai sepuluh menit Kak Fajar datang bersama kedua sahabatnya. Ketika mereka datang, cowok itu masih berdiri di depan pagar kontrakan. Mereka pun akhirnya mengajak cowok itu duduk di teras lalu mengobrol. Amelia, Sindy, dan Aisha mendengarkan dari dalam.
Cowok itu bernama Rizal. Pernah kuliah di sebuah universitas swasta tapi gak selesai. Sekarang kerja di sebuah toko elektronik di Pasar Besar (siapa yang tahu dia berkata jujur atau bohong). Entah apa lagi yang mereka bicarakan karena terdengar kurang jelas dari dalam.
Sepuluh menit kemudian Brian dan Angga berhasil mengajak Rizal pergi dari kontrakan.
“Ternyata kamu takut juga ya Sha sama orang gila,” kata-kata itu pun terucap dari mulut Kak Fajar.
“Tadi Amelia, sekarang kakak. Kalian emang solmet ya. Seiya-sekata banget!” ucap Aisha dengan nada kesal. Kak Fajar memandang Amelia dengan heran.
“Tadi aku bilang hal yang sama lalu Aisha bilang calon psikolog juga manusia. Kalau ketemunya di rumah sakit jiwa dia masih bisa berpikir tenang, tapi gak kalau ketemunya di depan kontrakan malam-malam gini, ngajak kenalan lagi! Masih lumayan kalau dia gila, kalau ternyata psikopat?” Amelia menirukan kata-kata Aisha.
Kak Fajar tertawa kecil. “Maaf ya Sha kalau ucapan kakak tadi bikin kamu kesal.”
“Yang penting sekarang dia sudah pergi. Puff, semoga dia gak datang lagi!” komentar Sindy sambil kembali mengerjakan tugas Geografi Regional Indonesia-nya.
“Kakak pulang ya. Kalau ntar ada apa-apa hubungi aja,” Amelia mengangguk, kemudian mengantar kekasih tercintanya sampai depan pagar.

Minggu pagi…

Entah kenapa Aisha, Sindy, dan Amelia bermalas-malasan. Biasanya pagi-pagi sekali mereka jogging di seputaran kampus lalu menuju pasar Minggu untuk membeli sarapan.
Amelia, masih tidur lelap di depan tipi sambil memeluk boneka monyet kesayangannya. Sepertinya tadi malam dia baru memakan apel beracun dan hanya akan terbangun ketika mendapatkan kecupan di kening dari sang pangeran. Di sampingnya terdampar Sindy, masih dalam proses menyadarkan diri dari tidurnya yang bertaburkan mimpi indah. Dia bermimpi bertualang bersama Randy, kekasihnya, mengelilingi dunia menggunakan kapal pesiar yang sangat mewah. Sedangkan Aisha, menonton Sponge Bob dengan posisi ulat bulu dalam balutan kepompong alias selimut tebalnya.
Tadi malam memang hujan, sesaat setelah adzan Magrib berkumandang sampai Subuh dengan intensitas mati enggan hidup gak mau.

Hujan…
Teduh...
Hujan…
Teduh…
Hujan…
Teduh…

Akhirnya mereka menghabiskan malam Minggu menonton beberapa buah film yang mereka sewa dari rental langganan. Kebetulan saat ini mereka bertiga sedang libur bulanan dari yang namanya sholat. Jadi, bangun siang pun gak masalah.
“Mbak Aisha, mbak Sindy, mbak Amelia…. Susu segarnya datang nih…,” panggil Pak Wito, tukang susu segar langganan mereka dari depan pagar.
“Ya Pak, tunggu sebentar…,” jawab Aisha sembari memasang jilbabnya lalu berlari keluar.
“Mbangkong (bangun kesiangan) ya mbak?”
“Iya Pak. Tadi malam begadang sih,” Aisha mengambil tiga botol susu segar berukuran sedang. “Terimakasih Pak.”
“Sama-sama Mbak. Permisi…,” Pak Wito pun berlalu.
“Permisi…,” ucap seorang cowok. Saat itu Aisha berniat keluar lagi untuk menutup pagar karena tadi, dengan membawa tiga botol susu hal itu susah untuk dilakukannya.
Deg! Rizal…
Jantung Aisha langsung dag-dig-dug.
“Tenang Sha. Dia hanya seorang cowok pengidap schizofrenia,” akhirnya Aisha mendatangi Rizal yang telah berada di depan teras mereka.
“Ada apa, Mas?”
“Aku belum dikeloni (belai) istriku. Mbak mau gak ngeloni aku?”
“What?!” Aisha shock sesaat. Ngeloni?! Emang aku bojo (istri) mu! Namun akhirnya Aisha berhasil menguasai diri. Lima belas menit kemudian Aisha masuk ke kontrakan.
“Kebetulan kamu sudah bangun. Gantian gih, kamu yang sekarang keluar hadapin Rizal,” Amelia yang sedang dalam tahap akhir melipat selimutnya langsung memandang keluar, menembus jendela kaca yang tirainya setengah terbuka.
“Jadi, yang di luar itu Rizal? Kok bisa?!”
“Memangnya kamu pikir siapa? Gih, bantuin Sindy. Aku sudah ngaku-ngaku sama Rizal punya anak dua, kelas dua SD sama TK nol besar.”
“Kalau Sindy?”
“Punya hobi kawin cerai. Sekarang saja dia sudah menjalani perkawinannya yang kelima.”
“Skenarionya kenapa bisa aneh gitu?”
“Dia bilang dia belum dikeloni sama istri yang notabene belum pernah dimilikinya. So, sekarang dia pingin cari istri biar selalu ada yang ngebelai.”
“Jablai ni ceritanya…,” Amelia tertawa kegeliaan. “Ya udah, aku panggil bala bantuan dulu, cuci muka dulu, baru bantuin Sindy menghadapi Rizal,” Amelia dengan cepat mengambil ponsel. “Yank, Rizal datang lagi tuh. Hurry up, sebelum aku bilang kalau aku punya penyakit kelamin gara-gara sering ML dengan cowok sembarangan!”
Kali ini Fajar datang sendirian. Rada bingung dengan instruksi mendadak dan aneh dari kekasihnya, akhirnya Fajar tertawa ngakak setelah Amelia menceritakan penyebabnya.
“Aku senang kalau kalian benar-benar solmet. Tapi jangan kayak ini. Tadi Amelia, sekarang kakak yang tertawa. Kalau memang aku ada bakat jadi pelawak, ntar ingatkan aku buat ikutan audisi kampus Extravaganza,” Aisha mengeluh pasrah.
Mereka berempat akhirnya menghadapi Rizal bersama-sama. Cukup lama Rizal berada di kontrakan.
Naluri Aisha sebagai calon psikolog pun keluar. Dia sudah bisa meyakinkan dirinya bahwa Rizal bukanlah seorang psikopat. Berbagai pertanyaan dilontarkannya untuk membaca kejiwaan Rizal. Untungnya, Rizal dengan senang hati menjawab setiap pertanyaan. Kadang jawabannya nyambung, kadang gak mengena sedikit pun. Bahkan sempat-sempatnya Aisha mentes kepribadian Rizal menggunakan tes Wartegg.
Amelia juga mengajak Rizal bernyanyi bersama. Amelia meminta Fajar bermain gitar dan dia sendiri memainkan biolanya. Ternyata suara Rizal gak mengecewakan bagi seseorang yang mereka deteksi mengidap schizofrenia. Rizal bahkan meminta mereka mengiringinya menyanyikan lagu favoritnya.

Kau yang bilang aku terbaik untukmu
Kau yang bilang aku malaikat cintamu
Itu bohong… itu palsu
Itu bohong… itu palsu

Rizal terlihat begitu menghayati. Ditambah alunan musik yang dihasilkan dawai biola Amelia, lagu Malaikat Cinta versi akustik ini terdengar sangat menyayat hati bagi orang-orang yang suasana hatinya touching banget dengan lagu ini.
Kemudian datang seorang bapak yang mengaku orang tua Rizal. Mereka akhirnya mengobrol banyak dengan beliau. Beliau juga memohon maaf karena putranya sudah mengganggu bahkan sempat membuat mereka takut.
Cowok itu benar bernama Rizal, tapi gak benar kalau dia kerja di sebuah toko di Pasar Besar. Yang benar adalah dulu dia pemilik salah satu toko yang berada di Pasar Besar. Ternyata, Rizal sedang mengalami gangguan kejiwaan akibat shock ditinggal tunangannya menikah dengan cowok lain.
Sebenarnya psikiater sudah meminta agar Rizal dirawat di rumah sakit. Tapi ibunya tidak mau berpisah dengan Rizal. Dia merasa kasihan kalau Rizal harus berada di sana, bagai terkurung di penjara. Dengan berkumpul bersama keluarga, menikmati kasih sayang mereka, dan menemukan seorang cewek yang bisa membuatnya jatuh cinta lagi, beliau berharap Rizal bisa kembali normal kejiwaannya.
Pantas saja lagu Malaikat Cinta-nya Kapten itu dinyanyikannya dengan penuh penghayatan. Ternyata lagu itu memang touching banget dengan perasaannya.
Sakit karena cinta itu memang bisa membuat orang menjadi gila!

Monday, November 17, 2008

Nasib Si Waluh


Waluh alias labu. Buah (apa sayur ya?!) yang satu ini aku suka banget. Mulai jadi campuran di sayur bening, pais waluh, serabi waluh, … asal bukan kolak waluh aku suka. So, sedih dan mubazir banget rasanya saat seorang petani respondenku bercerita bahwa ada tetangganya yang berkebun waluh pernah memiliki 1000an waluh yang cuma bisa tergeletak pasrah di rumah. Gak terjual. Gak sepeser pun, kecuali biji” (kuacinya) laku di pasaran. Kalaupun terjual, harganya juga murah banget! Kok bisa?!

Mungkin penduduk di sekitar situ sudah tuhuk (sering banget) sampai mungkin merasa eneg makan waluh. Baik di campur ke sayur atau dibikin pais. Pemasaran untuk waluh sendiri katanya c cukup sulit. Tapi yang namanya aku suka makan waluh, rasanya gerah juga. Rasanya pingin… banget aku mengembangkan waluh supaya bisa jadi komoditas potensial. Kayak di Malang, ada toko oleh” yang bahannya dibuat dari waluh. Mulai dari roti, serabi, pokoknya kue” yang terbuat dari waluh. Enak dan banyak orang yang suka. Tapi apa daya, aku baru bisa bercerita bahwa waluh” itu perlu pertolongan.
Jika mereka bisa bicara mereka pasti berteriak dengan memelas untuk berkata
“Help us, please…!!”