When in Nanjing (part 3)
|
aktivitas Sungai Yangtze dilihat dari Yuejiang Lou |
Aku (A): Wei, aku ingin
melihat Sungai Yangtze. Dimana spot bagus untuk melihatnya?
Wei (W): Banyak. Salah satunya di
Yuejiang Lou.
(Lou = pagoda/tower)
A: (lihat peta) Tidak ada stasiun
metro di dekatnya. Kamu kan tahu aku tidak bisa naik bus.
Jadi, saat Wei libur kerja
dan bisa menemaniku jalan-jalan, dia mengajakku kesana.
Minggu, 18 Juni 2017
Masih
ingat kisah perjalananku mengelilingi Danau Mochou di cerita sebelumnya?!
(Danau-danau Cantik di Nanjing). Nah, cerita itu bermula dari perjalananku yang
ingin melihat Sungai Yangtze. Apa istimewanya Sungai Yangtze? Sungai sepanjang
6300 km ini adalah sungai terpanjang di Asia. Hulu sungainya di Dataran Tinggi
Tibet dan bermuara di Laut Cina Timur (melewati 10 provinsi di China). Sungai
inilah saksi pembangunan armada laut Laksamana Cheng Ho yang ekspedinya dikenal
sebagai Pelayaran Cheng Ho ke Samudera Barat. Sebagai anak Kota Seribu Sungai
(alias Banjarmasin), melihat sungai besar dan panjang tentu bikin seakan sedang
berasa di kampung halaman. Tidak apa kan ya kalau bandingannya jauh lebih wow
daripada Sungai Martapura dan Sungai Barito yang tidak seberapa panjang
dibandingkan Yangtze asalkan feels like home :D
Aku
dan Wei janjian bertemu di stasiun Longjiang. Yap, perjalanan kali ini hanya
aku dan Wei karena teman-teman yang lain memilih stay di dormitory untuk
mengerjakan PR dan beristirahat (PR-ku jangan ditanya, ya! Hehehee…). Ini
adalah perjalanan terjauhku naik metro. Dari Xiamafang (stasiun dekat kampus, line
2) turun di Xinjiekou untuk pindah ke line 1 lalu turun di Gulou untuk pindah
ke line 4 dan turun di Longjiang keluar melalui exit 2. Setelah bertemu Wei, perjalanan
kami lanjutkan dengan naik bus. Lumayan bisa melihat kenampakan Kota Nanjing
karena seringnya kan naik metro, underground. Sudah sampai? Belum.
Turun
di halte kami masih harus jalan kaki. Yuejing Lou berada di 202 Jianning Rd,
Xia Guan Qu. Meski sudah sampai di gerbang Yuejiang Lou, perjuangan belum
berakhir. Seperti di Sun Yat Sen Mausoleum, untuk sampai di Yuejiang Lou harus
menaiki puluhan (atau ratusan?!) anak tangga. Taraaa... Jangan senang dulu.
Ingin mendapat view maksimal ke lantai teratas pagoda lah dan mari menaiki
anak-anak tangga lagi! Tapi sepadan karena bisa melihat Sungai Yangtze, Nanjing
Yangtze River Bridge, Nanjing City Wall, dan tentunya pemandangan Kota Nanjing.
Beautiful view!
Yuejing
Lou kalau diterjemahkan ke Bahasa Inggris berarti a towering building viewing
the Yangtze River. Menara atau pagod
a ini dibangun di atas Lion Hill sesuai
keinginan Kaisar Zhu Yuanzhang (Dinasti Ming, 1374) yang ingin memiliki
bangunan tinggi di atas bukit agar dapat melihat jauh ke sekeliling untuk
menikmati pemandangan dan memantau apabila ada aktivitas musuh/pihak asing.
Uniknya, menara setinggi 52 meter di area yang luasnya lebih dari 5.000 meter
persegi ini baru selesai dan dibuka untuk umum pada tahun 2001. Pembangunan
Yuejiang Lou sempat gagal diselesaikan karena rendahnya produktivitas, lemahnya
ekonomi, perang bertahun-tahun, dll.
Berkunjung
ke Yuejiang Lou kita akan mendapat banyak informasi mengenai berbagai dinasti yang
pernah ada di China, peta wilayah kekuasaannya, catatan Yuejiang Lou imajiner
zaman Kaisar Zhu Yuanzhang, dan kisah Laksamana Cheng Ho yang tergambar di
dinding menara bagian dalam. Setelah menikmati pemandangan Nanjing dari atas
menara (dan tentunya melihat Sungai Yangtze), kami berjalan-jalan di area
sekitar menara.
Pemandangan dari atas Yuejiang Lou
Ada
hal menarik yang ditunjukkan Wei saat kami menaiki dan menuruni tangga menuju puncak
bukit (tempat di mana Yuejiang Lou berdiri). Wei menunjukkan kepadaku
patung-patung singa berukuran kecil yang banyak terdapat di kanan kiri tangga.
“Can you tell which one
male and female?”
Ternyata yang jantan
memegang bola, betina memegang anak singa. Tidak satu pun patung-patung itu
dibuat sama persis. Menarik!
|
narsis di Nanjing City Wall |
Kami
tidak langsung keluar. Wei mengajakku berjalan-jalan di atas Nanjing City Wall
yang berada masih satu kawasan dengan Yuejing Lou. Mumpung tidak perlu membeli
tiket masuk lagi karena sudah sepaket dengan tiket masuk ke Yuejing Lou (HTM:
40 RMB). Belum bisa berjalan-jalan di Great Wall of China, Nanjing City Wall dulu
tidak mengapa (semoga suatu hari nanti bisa traveling ke sana, aamiin).
Sun
Yat Sen Mausoleum (√), Fuzimiao (√) meski tidak masuk ke Confucius Temple yang
merupakan objek utamanya. 3 tempat yang direkomendasikan Wei untuk kudatangi, 2
sudah terpenuhi.
"Kita
naik bus lagi ke tempat berikutnya," kata Wei kepadaku. Bisa menebak kan
dia mengajakku kemana?
Fyi: Aku tidak berani naik
bus karena tidak bisa Bahasa Mandarin dan tidak mengerti harus naik bus nomor
berapa turun di mana. Penduduk sini setiap menggunakan transportasi publik
tinggal scan kartu yang sudah diisi deposit uang, pun ketika masuk ke objek
wisata berbayar. Wei menscan kartunya 2 kali setiap kami naik bus. Sekali dia,
sekali untuk aku. Aku lupa nanya berapa ongkos sekali naik bus. Berharap saat
itu ongkos naik bus Wei yang bayarin. Hahahaa…
Nanjing Massacre Memorial Hall
Nanjing
Massacre Memorial Hall dibangun pada tahun 1985. Tempat ini memiliki luas 28
ribu meter persegi. Lapangannya luas, tamannya rindang, kolam-kolamnya besar,
kondisinya pun bersih. Antrian masuk saat itu seperti ular naga panjangnya,
baik untuk memasuki area memorial hall ataupun aula pameran. Selain pengunjung
umum, saat itu ada anak-anak sekolah yang sedang studi tur.
Sebelum
memasuki area memorial hall, aku sempat terpesona saat melihat patung seorang
ibu menggendong bayi. Ternyata (ketika sudah berada di dalam), patung ini
berada di tepi salah satu kolam. Pada kolam lainnya terdapat patung-patung yang
menggambarkan peristiwa selama invansi Jepang di Kota Nanjing. Terdapat pula
pemakaman massal dan foto-foto saat ekskavasi dilakukan. Dinding bertuliskan
nama-nama korban pembantaian pun ada. Jadi, meski tempat ini luas, indah, dan
bersih, tidak meninggalkan kesan suram akibat peristiwa yang pernah terjadi di
sana.
Pada
13 Desember 1937, 50.000 tentara Jepang menginvansi Kota Nanking (sekarang
Nanjing) yang saat itu menjadi pusat budaya dan politik Cina. Dimulai dari
Shanghai, pasukan Jepang membual dapat menaklukkan seluruh Cina dalam waktu 3
bulan. Ternyata, warga Nanking memberi perlawanan yang membuat jadwal
penaklukkan Jepang terhadap Cina meleset dari target. Diperkirakan, tentara
Jepang membantai 300 ribu tentara Cina dan penduduk sipil. Lebih dari 20 ribu
perempuan diperkosa dan disiksa. Makanya, pembantaian ini dikenal sebagai The
Rape of Nanking dan menjadi peristiwa kekejaman terburuk yang terjadi saat
Perang Dunia II, baik di zona Pasifik maupun Eropa.
Tidak
heran kan kalau aku jadi speechless karena ngeri saat berada di sana?! Tidak
heran juga jika akhirnya di sana aku sulit menemukan produk buatan Jepang. Toh
mereka juga produsen berbagai macam produk jadi ngapain harus memakai produk
buatan negara lain?!
How to get there…
Nanjing Massacre Memorial
Hall berada di 418 Shuiximen Rd. Jika menggunakan line (metro), naik line 2 dan
turun di stasiun Yunjinlu. Jika menggunakan bus, naik bus nomor 4, 7, 37, 61,
atau 63 dan turun di Jiangdongmen Stop. Lanjutkan dengan berjalan kaki hingga
sampai di lokasi. Free entrace (masuk ke tempat ini dilarang bawa air minum).
Nanjing Yun Brocade Museum
Museum
ini tidak termasuk dalam travel bucket list-ku. Tahu pun aku tidak kalau ada
museum seperti ini di Nanjing. Wei mengajakku mampir di perjalanan kami menuju
stasiun metro setelah mengunjungi Nanjing Massacre Memorial Hall. Aku sih suka
banget diajak ke museum. Selain dapat tambahan objek kunjungan, aku pun jadi
bisa ngadem karena Nanjing hari itu panas dan aku puasa (hauuusss...).
Koleksi
di museum ini banyak. Mulai dari alat tenun, diorama, pakaian kerajaan, sampai
beragam koleksi kain dengan motif-motif yang bikin mupeng pingin beli paling
gak satu lembar untuk koleksi atau dibikin baju. Yun brocade yang menarik
perhatianku adalah yang motif bunga, perahu naga, burung merak, dan the Cowherd
and the Girl Weaver. Pajangan kain sutra berlukis Monalisa juga ada.
Cantik-cantik! Sayang, kain tenun Yun brocade ini harganya bikin nangis,
apalagi yang berbahan dasar sutra khas Cina (mahalnya pakai bingits, hiksss!).
Sejak
zaman kuno, Nanjing telah menjadi area produksi utama sutra terbaik di Cina dan
merupakan tempat kelahiran Yun brocade ini. Kira-kira pada Six Dinasties Period
(222-589). Pada tahun 1957, Nanjing Yun Brocade Institute didirikan untuk
melestarikan kerajinan brokat ini. Tahun 2004, institut tersebut mendirikan
Museum Yun-Brocade Nanjing yang menjadi museum pertama di China untuk
menampilkan dan mengumpulkan karya Yun brocade di daratan Cina. Tahun
berikutnya, Nanjing Yun brocade ini terdaftar sebagai barang warisan budaya tak
benda tingkat negara dan tahun 2009 terdaftar sebagai warisan budaya tak benda
oleh UNESCO. Keren, ya!
How to get there…
Nanjing Yun Brocade Museum
berada di 240 Chating Dongjie. Masuk ke museum ini gratis dan bukanya mulai
pukul 8.30 am – 17.00 pm. Sama dengan ke Nanjing Massacre Memorial Hall. Jika
naik metro, naik line 2 lalu turun di stasiun Yunjinlu. Jika naik bus, naik bus
nomor 4, 7, 37, 61, atau 63 lalu turun di Jiangdongmen Stop. Lanjutkan dengan berjalan
kaki sampai ke obyek tujuan.
Jadi,
rute perjalananku hari itu: Yuejiang Lou – Nanjing Massacre Memorial Hall –
Nanjing Yun Brocade Museum – Mochou Lake Park. Kalau di Banjarmasin, sampai
rumah aku pasti akan manggil tukang urut karena kaki pegal akibat jalan kaki
entah berapa ribu langkah dalam sehari. Hal langka yang kulakukan di
Banjarmasin atau Malang.
Bersambung…